Aku Dino, seorang pemuda biasa, yang memiliki mimpi yang luar biasa. Bisa dibilang, tidak ada yang spesial dari cerita yang akan kubagikan, sebab akupun hanya seorang pemuda biasa, yang pernah jatuh cinta, dan merasa telah bertemu dengan cinta terakhir yang Tuhan berikan untukku.
Aku masih ingat, kapan pertama kalinya aku mulai jatuh cinta dengan Liana. Saat itu kami masih duduk di bangku akhir sekolah menengah pertama di Kota Y. 8 bulan lamanya aku berusaha untuk mendekatinya, dan harus ku akui, itu adalah waktu terlama yang kubutuhkan, untuk bisa menaklukan hati wanita.
Cinta monyet itu terus bertahan selama hampir 2 tahun lamanya. Berulang kali kami putus, karena aku tertangkap berselingkuh. Namun berulang kali juga kami memutuskan untuk kembali bersama, dan melanjutkan perjalanan cinta monyet itu.
Semuanya berubah, sejak tahun 2011 lalu. Sejak umur 14 tahun, kakakku telah mendidikku untuk bisa hidup mandiri, dan “berdiri dikakiku sendiri”. Sebab, dengan latar belakang seorang anak “koruptor”, segala kemungkinan terburuk bisa saja terjadi, katanya. Dan benar saja, segala usaha yang telah kubangun bersama kakakku itu, akhirnya hancur bersama dengan bangkrutnya orang tuaku di akhir tahun 2010 lalu.
Tahun itu, aku hampir kehilangan semuanya, teman, perusahaan, gaya hidup. Namun Liana, satu-satunya orang yang bukan keluargaku, yang masih bertahan, dan selalu ada untukku. Saat itulah aku benar-benar tersadar, jika aku beruntung memiliki Liana. Dia menjadi salah satu alasan bagiku, untuk terus bertahan, dan tidak tenggelam dalam penyesalan atas bangkrutnya keluargaku.
Singkatnya, sejak tahun 2011 itu, aku benar-benar mengabdikan hidupku, hanya untuk bisa membuat Liana dan keluargaku bahagia. Aku berusaha bangkit, dan kembali mengejar masa depanku. Aku benar-benar menjadikan Liana, sebagai tujuan hidupku, agar aku bisa membuatnya bangga kepadaku, meskipun mungkin tidak ada satupun yang bisa dibanggakan dariku.
Aku tahu, mungkin terdengar terlalu naif, jika menjadikan seseorang, sebagai alasan dan tujuan hidup. Namun saat itu, aku melihat ia begitu tulus mencintaiku, dan menerima setiap kekuranganku. Dua tahun lamanya, hubungan kami terus berjalan. Perlahan aku mulai kembali bangkit, dan menata kembali masa depanku yang sempat hancur.
Jarak yang Memisahkan
Hingga pada akhir tahun 2012 lalu, aku memutuskan untuk fokus membantu kakakku mengelola perusahaannya yang sedang mengalami permasalahan yang sangat serius di kota P. Dan artinya, untuk sementara waktu, ada jarak yang akan memisahkan aku dengan Liana. Sebelum keberangkatanku itu, aku telah berdiskusi, dan meminta izin Liana, agar hubungan kami tetap baik-baik saja, meskipun berada di 2 kota berbeda. Lagipula, setiap 2 minggu sekali, aku akan datang menemuinya dan juga orang tuaku di kota Y. Akhirnya Liana setuju, dan akupun berangkat.
Dua minggu pertama kepergianku, hubungan kami masih baik-baik saja. Hanya beberapa cekcok kecil, yang sudah biasa terjadi dalam hubungan kami, sempat mengganggu komunikasi kami. Semua masih berjalan normal, sampai pada bulan ke 3 kepergianku, intensitas masalah yang kami ributkan mulai bertambah, dan semakin membesar, namun selalu berhasil mereda, setelah aku datang menemuinya di kota Y.
Dalam bulan itu, kami mulai lebih sering bertengkar, karena ia merasa jika aku berubah, sulit dihubungi, mulai tidak punya waktu untuknya dan tidak lagi perhatian padanya. Padahal aku kerap menceritakan kepadanya, bagaimana kondisiku di kota P, dan kondisi perusahaan yang cukup kacau, hingga memaksaku untuk setiap hari pulang pergi ke kota 5, dan terkadang harus terbang ke kota J. Sebab, saat itu aku benar – benar menjadi ujung tombak pergerakan perusahaan itu.
Namun, Liana tak mau mengerti, dan mulai menuduhku berselingkuh lagi, dengan alasan aku pernah punya cerita berselingkuh di masa lalu. Aku terus berusaha meredam kecurigaannya itu, tetapi akhirnya aku gagal, dan kamipun berpisah.
Putus Cinta
Sebenarnya, aku tidak ingin hubungan kami berakhir, sebab aku benar-benar mencintai Liana. Dan tidak pernah sekalipun aku menghianati Liana, selama 2 tahun hubungan kami berjalan. Aku benar-benar mengabdikan hatiku untuk Liana. Aku terpaksa menyetujui permintaannya untuk berpisah, karena aku marah, kecewa, dan tersinggung.
Aku marah, karena Liana terus menuduhku berhianat, padahal ia tau, apa yang tengah kulakukan di kota P saat itu, adalah untuk membantu kakakku yang tengah terjerat permasalahan serius, dengan nyawa sebagai taruhannya. Ia tahu, jika tujuanku pergi ke kota itu, adalah untuk membantu kakakku, yang selama ini telah begitu berperan besar dalam hidupku, dan menata masa depan yang nantinya juga akan ia nikmati.
Aku kecewa, karena Liana tidak menyadari, jika aku hanya ingin menjadi yang terbaik, baginya, dan juga keluargaku. Aku kecewa, saat semua jerih payahku untuk membahagiakannya, justru berbalas tuduhan berhianat. Aku benar-benar tersinggung, saat aku tau, jika dalam beberapa minggu terakhir, Liana telah memiliki hubungan yang cukup dekat, dengan salah satu teman kampusnya, yang ia perkenalkan sebagai sahabat.
Dan aku mengetahui jika Liana memiliki perasaan lebih kepada laki-laki itu, dari salah satu sahabatnya, saat aku masih menjalin hubungan dengannya, dan saat aku tengah berjuang untuk bisa bertahan hidup, ditengah-tengah maut yang hampir menjadi sahabatku setiap harinya.
Semua kemarahan, kekecewaan, dan perasaan tersinggung yang kurasakan saat itulah, yang akhirnya membuatku memutuskan untuk melepaskan liana. Sebab dimataku, jika Liana benar-benar mencintaiku seperti aku mencintainya, ia tidak akan membuatku memilih satu diantara keluarga dan masa depanku, atau tetap bersama dia.
Sekarang, 1 tahun lamanya aku berusaha memendam dalam-dalam bayangan wajahnya, dan perasaan cintaku yang harus kuakui, masih terasa begitu besar untuknya. Aku bahkan masih terus bertanya-tanya, apa yang membuat hubungan yang begitu kubanggakan itu bisa berakhir.
Sebab rasanya, tidak ada yang salah dengan hubungan kami, sebelum jarak dan keadaan memaksa kami untuk tidak lagi berada dalam satu kota, dan membuat liana berubah sikap, hingga ia tega menukarku dengan laki – laki yang baru saja hadir dalam hidupnya.
Aku bahkan masih kerap memimpikan Liana, berharap suatu hari nanti ia sadar, jika aku masih menunggunya, dan aku masih sangat mencintainya. Aku terus berharap, jika suatu saat nanti ia akan kembali, ia akan mencariku, dan menyadari jika tidak ada satupun nama yang bisa menggantikan tempatnya di hatiku. Sebab jika hari itu tiba, maka akan kupastikan, bukan hanya kedua tangan ini yang terbuka untuknya, namun seluruh hidup yang kumiliki, akan selalu terbuka menyambutnya kembali. ***
Seperti diceritakan kawan Divo ke redaksi.