Responsive Ad Slot

Cafe Kopitera Bandung Perjalanannya Sampai Digemari Anak Muda

Tidak ada komentar

Minggu, 18 Juni 2023



The Jogja Notify - Nongkrong di sebuah kafe saat ini adalah jadi bagian gaya hidup orang-orang. Terutama orang-orang yang ada di perkotaan. Dari anak-anak SMA, kuliahan hingga orang-orang pekerja , mereka punya tempat tongkrongan sendiri.

Dari yang tempat nongkrong biasa hingga tongkrongan berkelas atau premium, punya peminatnya sendiri. Dari warung kopi biasa hingga sekelas kafe Internasional, ada pelanggannya masing-masing.

Kebutuhan untuk nongkrong santai sambil diskusi berbagai hal jadi lebih asik bila di tempat yang tersedia beragam hal, entah minuman, kudapan atau makanan. Begitulah Café Kopitera bermula didirikan, hadir ingin menjadi solusi bagi mereka, para pekerja produktif untuk pertemuan dengan klien, atau melobi atau lainnya.

“Sejak awal didirikan Café Kopitera memang menyasar orang-orang pekerja produktif yang ingin nongkrong, sambil nikmati kopi enak dan bisa bercengkrama dengan klien atau temannya,” ujar Eri Wibowo, owner yang juga pimpinan pengelola Café Kopitera, Sabtu (17/06/23)

“Apalagi, daerah sekitaran jalan Burangrang Bandung ini banyak kantor-kantor, dan tidak sedikit mereka mengajak relasinya untuk nongkrong ngopi di sini,” jelasnya. Tak heran dengan saling mengajak relasi, saudara atau teman membuat Kopitera dikenal dari mulut ke mulut ulas Eri.

Ia memang sejak awal mendesain café Kopitera ini jadi tempat nyaman untuk ngopi enak. Selain itu, tidak hanya kopi, kudapan dan makanan “berat” pun disediakan agar pelanggan bisa makan juga terutama pada saat makan siang.

Eri ingin “mengubah” secara perlahan bagaimana ngopi itu bukan jadi teman pelengkap ngobrol tetapi sudah jadi bagian hidup seperti orang-orang di luar Indonesia yang menjadikan kopi bagian keseharian. Pagi sebelum ke kantor atau usaha, mereka seduh kopi di pagi hari dan menikmatinya. Kemudian, di sore hari, mereka pun konsumsi untuk menghilangkan kepenatan setelah seharian beraktivitas.

Eri bahkan sampai rela mengurangi harga satu kopi yang dijual di Kopitera hingga ke harga 15.000 dimana biasanya menjual dengan harga 25 ribuan agar orang-orang mulai memiliki habit atau kebiasaan ngepang atau ngopi pagi. Apalagi segmen pasar konsumen Kopitera adalah orang-orang yang sudah punya pendapatan sendiri seperti pekerja atau para pelaku usaha.

Dan ini didukung oleh sarana nongkrong di Kopitera dimana meja yang ada di café berukuran lebih lebar sehingga  pelanggan bisa membuka laptop dan betah berlama-lama. Sementara bila kafe nya didesain untuk anak-anak milenial atau pelajar/mahasiswa, meja yang ada berukuran kecil karena mereka datang untuk kongkow saja terang Eri.

Eri juga menjelaskan kunci rahasia Kopitera bisa bertahan adalah kopinya dimana akan membuat orang kangen untuk kembali ngopi. Lalu, aspek pendukung seperti tempat yang bersih dan nyaman serta yang terakhir adalah keramahtamahan pelayanan.

Ia juga menerangkan bahwa semampunya buat para konsumen merasa berada di Kopitera itu seperti di rumah keduanya mereka. Dan terbukti, cara seperti ini banyak membuat konsumen pun datang dan datang lagi hingga jadi pelanggan tetap Kopitera.  

Perihal etika berbisnis pun, Eri punya prinsip penting yakni mengajak teman-teman pengusaha kopi di komunitasnya ataupun karyawan Kopitera untuk tidak mendiskreditkan sesama pelaku kafé Kopi karena ia yakin rejeki itu sudah ada yang mengaturnya, yang terpenting bagaimana bisa berupaya terbaik dalam usahanya. (*)



Syarat dan Ketentuan Beasiswa Indonesia Program Paragon Corp yang Perlu Diketahui

Tidak ada komentar


The Jogja Notify - Paragon Corp, perusahaan kosmetik dengan valuasi terbesar di Indonesia, membuka program beasiswa Indonesia. Program beasiswa Paragon merupakan inisiatif perusahaan untuk memberikan bantuan pendidikan kepada peserta didik di dalam negeri. Mereka menyediakan berbagai fasilitas maksimal untuk membantu peserta didik meraih mimpi melanjutkan studi ke tingkat lanjut.

Salah satu fasilitas yang diberikan kepada penerima beasiswa Indonesia dari Paragon Corp adalah bantuan keuangan berupa Uang Kuliah Tunggal (UKT). Jumlah utama UKT yang diberikan mencapai 6.250.000 per semester dan akan terus diberikan hingga akhir semester perkuliahan. Selain itu, penerima beasiswa juga akan memiliki kesempatan untuk mengikuti program pengembangan diri yang diselenggarakan pada akhir tahun, meliputi bidang-bidang seperti komunikasi, presentasi, dan kepemimpinan.

Jika Anda tertarik untuk mengikuti program beasiswa ini, berikut adalah syarat dan ketentuan yang berlaku untuk ketiga program beasiswa Paragon Corp:

Program Beasiswa Berprestasi

  • Mahasiswa aktif yang terdaftar secara resmi di salah satu kampus yang bekerja sama dengan Paragon Corp, seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, UB, UNDIP, IPB, Telkom
    University, dan ITS.
  • IPK peserta minimal 3.3 dalam skala 4.00.
  • Peserta harus melampirkan surat rekomendasi dari universitas asal yang mencerminkan kondisi keuangan mereka.
  • Tidak sedang menerima beasiswa dari program lain.

  • Jika diterima, peserta wajib menjadi agen Paragon di perguruan tinggi masing-masing.
  • Komitmen dan keseriusan dalam pengembangan diri.
  • Program Beasiswa Pemberdayaan
  • Mahasiswa aktif yang terdaftar secara resmi di salah satu kampus yang bekerja sama dengan Paragon Corp, seperti UMJ, UNS, UNAIR, POBAN, UIN Jakarta, ITERA, UNAND, UNTIRTA, dan UNSEOD.
  • IPK peserta minimal 3.3 dalam skala 4.00.
  • Peserta harus melampirkan surat rekomendasi dari universitas asal yang mencerminkan kondisi keuangan mereka.
  • Tidak sedang menerima beasiswa dari program lain.
  • Jika diterima, peserta wajib menjadi agen Paragon di perguruan tinggi masing-masing.
  • Komitmen dan keseriusan dalam pengembangan diri.
  • Program Beasiswa Tugas Akhir
  • Mahasiswa aktif yang terdaftar secara resmi di salah satu kampus yang bekerja sama dengan Paragon Corp, seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, UB, UNDIP, IPB, Telkom University, dan ITS.
  • IPK peserta minimal 3.3 dalam skala 4.00.
  • Peserta harus melampirkan surat rekomendasi dari universitas asal yang mencerminkan kondisi keuangan mereka.
  • Tidak sedang menerima beasiswa dari program lain.
  • Jika diterima, peserta wajib menjadi agen Paragon di perguruan tinggi masing-masing.
  • Komitmen dan keseriusan dalam pengembangan diri.
  • Memiliki rencana proposal penelitian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, termasuk variabel penelitian atau tema yang diteliti.
  • Penelitian harus diselesaikan dalam waktu minimal 1 tahun atau maksimal 2 semester.
  • Dana hibah untuk penelitian maksimal Rp. 5.000.000.

Dengan memperhatikan syarat-syarat di atas, peserta diwajibkan untuk mempersiapkan diri dan mendaftar ke program beasiswa tersebut. Untuk informasi lebih lanjut mengenai mekanisme dan cara pendaftaran, kunjungi laman utama beasiswa Indonesia program Scholarship Paragon Corp.(*)


Sekjen Demokrat Sampaikan 5 Poin Penting, Saat Pertemuan Puan Maharani dan AHY Pagi Ini

Tidak ada komentar


The Jogja Notify - Tentang pertemuan yang digelar di GBK Senayan, Jakarta tersebut, Sekjen DPP Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya, menyampaikan 5 poin penting. Apa itu?.

Pertama, menurutnya pertemuan ini merupakan momentum yang penting untuk masa depan bangsa, khususnya demokrasi di Indonesia. Niat baik kedua pemimpin muda ini tentu didasarkan pada semangat politik rekonsiliasi, yang akan memulai babak baru bagi hadirnya sinergi, kolaborasi dan gotong royong di antara sesama anak bangsa.

“Pertemuan ini akan memberikan contoh yang baik bagi generasi muda, sekaligus menjadi angin segar bagi masa depan perpolitikan Indonesia,” katanya, Minggu (18/6/2023).

Kedua, silaturahmi ini didasari etika politik dan sikap saling menghormati posisi politik masing-masing terkait kontestasi Pilpres 2024. Meskipun saat ini kami berada di posisi koalisi yang berbeda, namun kami juga menyadari bahwa pertemuan ini bisa menjadi pondasi kuat untuk mencegah perpecahan dan benturan antara sesama anak bangsa dalam menghadapi Pemilu 2024.

“Ketiga, PDI Perjuangan dan Partai Demokrat adalah dua partai besar, partai berdaulat dan independen. Kami sama-sama pernah menjadi partai pemenang Pemilu, berpengalaman dalam mengelola pemerintahan maupun sebagai partai oposisi. Kami memiliki pengalaman lengkap, baik di dalam maupun di luar pemerintahan,” ungkap Riefky.

Karena itu, lanjutnya, Partai Demokrat berpandangan bahwa pertemuan ini tidak hanya akan membicarakan agenda politik praktis, tetapi juga akan mendiskusikan isu-isu kebangsaan yang lebih besar. Kemitraan dan kerjasama antara PDI Perjuangan dan Partai Demokrat ke depan diharapkan lebih luas dan menjangkau agenda kebangsaan yang lebih fundamental.

Kelima, partai berlambang Mercy berharap, Pemilu 2024 bisa berjalan secara terbuka, jujur, adil, dan demokratis. Untuk itu, semua aktor demokrasi senantiasa berkomitmen untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI.

“Dengan niat dan tujuan yang baik, pertemuan Mas AHY dan Mbak Puan ini Insya Allah akan membuahkan hasil yang baik pula,” tandas Sekjen DPP Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya.

Sementara itu, Ketua DPC Partai Demokrat Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto, SH, MH, mengaku kagum dengan sikap dan kedewasaan politik AHY.

Menurutnya, keterbukaan Ketua Umum Partai Demokrat, merupakan contoh kongkrit berdemokrasi sosok tokoh bangsa. “Kami mendukung penuh dan setia tegak lurus dengan sikap dan keputusan Ketua Umum kami, Mas AHY,” katanya. (*)


Falsafah Panunggalan Dalam Ilmu Jawa

Tidak ada komentar


The Jogja Notify - Wacana pemikiran ini dari ranah ‘panggraita pribadi’ dan ‘spiritual forecasting’ (penerawangan batin, istilah alm. Prof. Budyapradipta – UI). Karena itu lontaran wacana pemikiran saya perlu pengkajian dan penelisikan secara logic rasional lebih lanjut.

Wacana ‘panggraita’ saya ini berpijak kepada ‘jejak peradaban Jawa’ yang masih ada dan berlaku sampai saat ini, namum tidak/belum ada penelitian ilmiah akademik. Kalau toh ada, selalu dalam nuansa ‘kooptasi budaya/peradaban’ asing dan bermuara pada kesimpulan budaya/peradaban Jawa sebagai ‘turunan’ (derivate) budaya dan peradaban Hindu dan Islam. Dengan kata lain, Jawa tidak pernah berbudaya sebelum ‘tersebari’ budaya/peradaban India (melalui sebaran agama Hindu/Buda) dan budaya/peradaban Arab/Ngatas Angin (melalui sebaran agama Islam).

Anggapan kebanyakan peneliti Jawa dan ke-Jawa-an yang demikian terasa ‘menyakitkan’ mengingat adanya unsur-unsur budaya/peradaban Jawa yang bertingkat tinggi yang diabaikan dan tidak pernah ‘digarap’. Dengan kemampuan seadanya saya menekuni wilayah kebatinan untuk menggali jatidiri saya yang Jawa. Ketemunya adalah sistim atau falsafah Panunggalan sebagai dasar budaya dan peradaban Jawa. Unsur-unsur budaya/peradaban asli Jawa dimaksud adalah:

- Sistim Religi yang khas Jawa: ‘Sesembahan (Tuhan) tan kena kinayangapa nanging nglingkupi lan murbawasesa jagad saisine’ yang diikuti konsep Panunggalan: ‘Manunggaling Kawula Gusti’.
- Konsep ‘Sedulur Papat Kalima Pancer’ sebagai konsep panunggalan struktur roh yang tidak ada dalam ajaran agama apapun.

- Sistim penanggalan Jawa ‘Panunggalan’ yang mengandung ‘petung’ (analisis) keadaan ‘alam semesta’ sebagai dasar penentuan ‘ala ayuning dina’.
- Sistim pranata sosial dan sistim pemerintahan ‘Panunggalan’ yang berbasis budaya/peradaban ‘Agraris Pertanian Sawah/Padi’. Diantaranya berupa sistim ‘kabuyutan’ yang merdeka berdaulat namun saling mengikatkan diri dalam ‘panunggalan’ guna menggapai kesejahteraan bersama dan perdamaian antar komunitas. Jejak yang masih ada sampai saat ini berupa penggiliran keramaian pasar berdasar hari pasaran (Kliwon, Legi, Paing, Pon, Wage).

Ketika mencoba menelusuri seluk beluk hal-hal tersebut di atas, saya ketemukan suatu kenyataan bahwa semuanya didasarkan kepada suatu sistim atau falsafah ‘Panunggalan’ sebagai ‘turunan’ sistim yang membangun ‘alam semesta’. Antar semua unsur di alam semesta saling berhubungan secara ‘kosmis magis’ sebagaimana ‘hubungan antar jaringan sel dalam membangun tubuh manusia hidup’. Hubungan ‘kosmis magis’ tersebut dipurbawasesa Kang Murbeng Dumadi sebagaimana hubungan antar sel dalam jaringan tubuh manusia dipurbawasesa oleh ‘Ruh’ atau ‘Sang Urip’.

Sistem Religi Panunggalan

Berbagai pernyataan para ahli, Kejawen merupakan sinkretisme: Hindu-Islam-Kepercayaan Jawa. Demikian pula agama Syiwa-Buda di jaman Majapahit dikatakan sebagai sinkretisme agama Hindu Syiwa dan Budha. Wacana seperti itu yang (barangkali) membuat para ahli sejarah menyatakan bahwa Jawa dikatakan ‘bersejarah’ dimulai sejak masuknya budaya dan peradaban India. Masa sebelumnya dinyatakan sebagai ‘jaman prasejarah’ dengan kepercayaan animisme.

Tanda kepercayaan animisme disebutkan berupa tempat bersembah kepada arwah leluhur pada ‘bangunan berundak’. Wacana yang demikian menjadikan lahirnya pendapat umum bahwa Jawa belum ber-Tuhan ketika belum masuknya agama-agama dari Asia Daratan. Wacana yang demikian yang mengganggu pikiran saya sebagai orang yang terkodratkan sebagai ‘wong Jawa’. Karena itu, saya memasuki wilayah ‘penekunan kebatinan’ Jawa untuk mencari jawab terhadap pendapat ‘Jawa belum ber-Tuhan sebelum menerima sebaran agama-agama dari Asia Daratan.’


Pada petualangan dan penjelajahan di ranah penekunan kebatinan ini, saya bertemu dengan konsep falsafah ‘Panunggalan’. Kalimat pentingnya berupa “Manunggaling Kawula Gusti”. Sungguh mengejutkan bahwa pada konsep ini mengajarkan adanya ‘kesatuan’ antara ‘Dzat Tuhan’ dengan alam semesta berikut isinya, termasuk manusia. Makna pengertian mudahnya, ada ‘Dzat Tuhan’ (sebagai Gusti) pada diri manusia (sebagai Kawula). Dengan dasar pengertian awal yang demikian, maka saya pahami bahwa maksud ‘Manunggaling Kawula Gusti’ adalah upaya manusia mengoperasionalkan ‘kesadaran’ sebagai ‘kawula’ dalam berkontribusi ikut ‘menyangga’ panunggalan semesta. Dalam ranah ajaran Kejawen disebut ‘melu memayu hayuning bawana’.

Sedemikian rupa pengenalan saya terhadap sistim panunggalan hingga memahami struktur hubungan yang disebut dalam unen-unen ‘Manunggaling Kawula Gusti’ tersebut. Struktur hubungannya sebagaimana hubungan yang saya kenali sebagai hubungan ‘inti-plasma’ yang dalam istilah Jawa dinyatakan sebagai hubungan ‘pancer-mancapat’. Bangun hubungan dimaksud mulai unsur terkecil (misalnya: atom) sampai yang besar tak terhingga (misalnya: alam semesta). Semua terbangun dalam hubungan yang harmonis ‘inti-plasma’ atau ‘pancer-mancapat’.

Sistim religi yang demikian kiranya tidak kita ketemukan dalam ajaran agama apapun. Dan juga tidak bisa kita ketemukan ‘pakem’ panembah (ritual sembah) kepada Tuhan oleh manusia, karena adanya pengertian dan kesadaran bahwa manusia adalah ‘derivasi’ Tuhan. Yang dalam istilah Jawa dinyatakan: “Kawula iku rahsaning Gusti, Gusti rahsaning Kawula”. Oleh karena itu, ritual Jawa yang selama ini dianggap ritual sembah, ternyata merupakan ‘ritual panunggalan’ yang ditujukan kepada sesama ‘Kawula’ atau ‘titah dumadi’ ciptaan Tuhan. Ritual panunggalan dimaksud sebagai upaya mewujudkan keharmonisan (keselarasan) dalam hidup bersama. Baik sesama umat manusia maupun sesama ‘titah dumadi’ yang diciptakan dan ‘dikodratkan’ untuk tinggal bersama-sama di alam semesta.

Dengan demikian, sangat gampang dimengerti adanya anggapan Jawa terhadap semua ‘titah dumadi’ sebagai saudara sebagaimana disebut dalam ‘Wejangan Paseksen”:
Yaiku wejangan jumenenge urip kita pribadi angakoni dadi “warganing Pangeran Kang Sejati” kinen aneksekake marang sanak sedulur kita, yaiku: bumi, langit, srengenge, rembulan, lintang, geni, angin, banyu, lan sakabehing dumadi kang gumelar ing jagad.

Pada masyarakat Jawa yang basis budaya dan peradabannya pada ‘pertanian sawah’, maka simbul ‘pusat kehidupan bersama’ adalah ‘patirtan’ (sumber mata air). Maka ‘ritual kehidupan bersama’ selalu berpusat kepada ‘patirtan’. Pada patirtan-patirtan diselenggarakan ritual yang diantaranya memberikan sesaji. Juga diberi penanda ‘kesakralan’ berupa patung ‘lingga-yoni’. Dan, memang merupakan kekhasan Jawa yang selalu memberi patung lingga-yoni pada tempat-tempat yang diposisikan ‘sakral’ atau kuat ‘pancaran enerji kosmis bumi’-nya.

Oleh suatu proses sejarah terjadi ‘penyebaran’ agama Hindu dan Buda dari India. Kedua agama tersebut kemudian dipeluk para elit yang ada di Jawa. Maka ada ‘proses’ kooptasi terhadap ‘Sistim Religi Jawa’ yang asli oleh agama Hindu dan Buda. Tempat-tempat sakral yang semula bertanda ‘patung lingga-yoni’ atau bangunan berundak di-Hindu-kan dan di-Buda-kan. Diantaranya dengan cara memisahkan patung lingga dari yoni, atau dijadikan bagian dari kompleks percandian.

Sebuah sistim religi asli tidak mudah hilang atau lenyap. Maka meskipun orang Jawa sudah banyak menjadi pemeluk agama-agama dari luar, realitas yang ada berupa ‘ritual’ atas dasar ‘panunggalan’ masih berjalan hingga saat ini meskipun sudah ada perubahan-perubahan. Diantaranya berupa ritual bersih desa, slametan kelahiran bayi, slametan pengantenan, dan slametan orang meninggal. Berbagai ‘ritual slametan’ tidak dikenal pada ajaran agama apapun.

Maka meskipun banyak anggapan/penilaian bahwa ‘slametan’ merupakan perbuatan syirik atau bid’ah, orang Jawa masih ‘ngeyel’ menyelenggarakan. Nampaknya tidak takut ancaman ‘neraka’ dan lebih takut mendapat ‘aral hidup’ ketika tidak mau menjalankan ‘ritual slametan’. Demikian pula ritual ‘bersih desa’ yang bermetamorfosa menjadi tradisi ‘Sadranan’ dan ‘Apitan’, sampai saat ini diselenggarakan banyak desa. Bersih desa berubah menjadi ‘bersih kubur’, upacara slametan ‘digiring’ dari patirtan ke kuburan kemudian ke halaman masjid dan ujung-ujungnya ‘diarahkan’ untuk ditinggalkan karena dianggap ‘bertentangan’ dengan ajaran agama. Sebagian desa sudah meninggalkan ritual itu namun sebagian masih menyelenggarakan karena takut mendapat ‘walat’ dari yang ‘mbau reksa’ desa.

Sistim Religi Panunggalan menyatakan bahwa ‘penciptaan’ alam semesta dari ‘antiga’ (bebakalan) yang kemudian dijadikan tiga unsur oleh ‘Kang Murbeng Dumadi’, berupa: bumi lan langit (materi), cahya lan teja (cahaya terindera dan yang tidak terindera). Dan Manikmaya (Ruh alam semesta, Sejatining Urip). Ketiganya merupakan ‘pangejawantahan’ (emanasi, derivasi) dari Kang Murbeng Dumadi. Manikmaya dijelaskan terdiri dari Hyang Manik dan Hyang Maya. Hyang Manik simbul ‘pengendali’ alam semesta, sedang Hyang Maya sebagai ‘pamomong’ jagad. Kedua Hyang tersebut yang kemudian mengendalikan dinamika alam semesta. Yang dalam pewayangan disimbulkan sebagaimana peran Bethara Guru dan Semar.

Sistim Religi Panunggalan sebagaimana saya uraikan, kiranya tidak sama dengan Hinduisme atau Budaisme, tetapi juga bukan animisme. Bahkan sangat jelas ekspresi ber-Tuhan (kesadaran religius) meski dianggap bukan agama. Dengan demikian, diperlukan kajian mendalam tentang ‘sistim religi Jawa’ sebelum divonis sebagai animisme.

Demikian pula perlu dikaji kembali tentang wacana memasukkan ‘sistim religi asli’ Jawa sebagai agama ‘Syiwa-Buda’ yang merupakan sinkretisme agama Hindu Syiwa dengan Buda. Panggraita saya, bahwa ‘sistim religi asli Jawa’ sedemikian rupa bisa ‘ngemot’ berbagai sistim religi sehingga dianggap sebagai ‘perpaduan’ agama Hindu Syiwa dengan agama Buda. Anggapan seperti itu, sangat jelas menggambarkan kalau orang Jawa (Nusantara) tak mengenal sistim religi sebelum mendapat sebaran agama Hindu dan Budha. 
Sementara bukti nyata di tengah masyarakat, setelah agama Hindu dan Buda surut dari bumi Jawa (Nusantara) tidak meninggalkan komunitas Hindu maupun Buda yang signifikan. Bahkan agama asli Bali yang semula bernama agama Tirta juga dinyatakan sebagai agama Hindu.

Kiranya banyak hal yang ‘bisa’ terjadi dalam menilai sistim religi Jawa oleh para peneliti budaya, peradaban, maupun keagamaan. Bias-bias tersebut lebih banyak dikarenakan tidak tahu atau kesengajaan demi berbagai kepentingan, utamanya untuk ‘penjajahan’.

Sedulur Papat Kalima Pancer Awal mula saya ‘tertarik’ dengan ‘falsafah panunggalan’ karena sering mendapatkan piwulang dan pitutur untuk selalu memule (memuliakan) ‘sedulur papat kalima pancer’. Suatu istilah yang begitu rumit untuk saya pahami karena yang dimaksud ‘sedulur papat kalima pancer’ adalah ‘struktur ruh’ manusia. Pancer adalah ruh manusianya, sedulur papat adalah ruh dari ‘ketuban, placenta, darah, dan puser’. Dinyatakan pula bahwa ruh ‘ketuban-placenta-darah-puser’ merupakan ‘penghubung spiritual’ ruh manusia dengan ruh alam semesta yang diperlambangkan dengan unen-unen ‘jumbuhing jagad cilik lan jagad gedhe’.

Penajaman piwulang tersebut menyatakan bahwa jumbuhing (hubungan spiritual) dimaksud atas kendali ‘Kang Murbeng Dumadi’ yang kemudian diperlambangkan sebagai ‘Manunggaling Kawula Gusti’. Maknanya, bahwa ‘panunggalan semesta’ (panunggalan jagad saisine termasuk manusia) dilingkupi dan di-‘purbawasesa’ oleh Kang Murbeng Dumadi (Tuhan).

Dalam banyak hal, sedulur papat kalima pancer ini maunya ‘diadobsi’ oleh beberapa ajaran agama. Tetapi tidak pernah ‘nyambung’ karena menjadi aneh. Dalam agama Hindu, sedulur papat maunya disamakan dengan 4 dewa penunggu ‘janin’ dalam kandungan. Dalam Islam sedulur papat ‘disamakan’ dengan 4 nafsu: Amarah, Luamah, Sufiah, Mutmainah. Bahkan di awal penyebaran Islam di Jawa ada upaya menyamakan 4 dewa dalam agama Hindu dengan 4 malaikat dalam khasanah Islam: Jibril, Mikhail, Israfil, dan Ijrail. Uniknya keempat nama malaikat tersebut ditulis dalam aksara Jawa nglegena sebagai: Jâbârâlâ, Mâkâhâlâ, Hâsârâpâlâ, dan Hâjârâlâ. Nama-nama malaikat Islam versi Jawa ini terdapat di ‘kepek pedalangan’ untuk ruwatan dan tertulis dalam aksara Kawi (Ngawi Gaib).

Dalam ajaran Jawa, yang disebut ‘sedulur papat kalima pancer’ itu sangat jelas dan membumi. Yang dimaksud adalah struktur roh manusia dan hubungannya dengan alam semesta. Ketika manusia (dan semua mahluk hidup) masih dalam kandungan atau berupa telur ‘dilengkapi’ sebentuk jaringan sel yang bersamaan terciptanya ketika terjadi ‘pembuahan’. Pada manusia atau binatang menyusui, jaringan sel itu berupa: air ketuban (kawah), placenta (ari-ari, aruman), darah dan tali pusat (puser). 

Semua jaringan sel itu berfungsi sebagai penghubung janin dengan alam semesta yang diwakili oleh ‘raga’ ibu/induk-nya. Ketika janin lahir menjadi bayi, tugas/fungsi fisik semua jaringan penyerta di rahim ibu/induk berakhir. Namun pada pandangan Jawa, yang berakhir itu Cuma bentuk fisik, sementara bentuk ‘ruh’ terus belanjut. Ruh-ruh jaringan penyerta terciptanya janin tersebut kemudian menyatu dan menjadi mancapat (plasma) bagi roh si mahluk yang sudah berpindah alam, dari kandungan ke bumi/alam semesta. Maka sebagaimana fungsinya dulu di dalam kandungan, maka ruh-ruh penyerta terciptanya tersebut juga menjadi penghubung ruh si mahluk dengan ruh alam semesta. Maka menjadi tidak mudah dipahami ketika ‘sedulur papat’ dimaksud disamakan sebagai ‘dewa’ (dalam hinduisme) atau malaikat (dalam teologi Timur Tengah). Lebih-lebih memposisikan bahwa ‘sedulur papat’ sebagai ‘utusan Tuhan’ atau disamakan dengan ‘empat nafsu’.
Barangkali yang mendekati makna ‘sedulur papat Jawa’ adalah ‘malaikat pribadi’ yang disebut novelis Paulo Coelho dalam beberapa cerita roman spiritualisnya….

Petung Panunggalan dalam Sistim Penanggalan

Kiranya hanya Jawa yang memiliki ‘sistim petung’ berdasarkan unsur-unsur penanggalan (kalender). Meski di Bali ada juga sistim petung tersebut yang disebut ‘Wariga’, namun sistim itu diakui berasal dari Jawa. Dan literatur rujukan ‘Wariga’ di Bali adalah ‘Lontar Medang Kamulan’ yang isinya cerita tentang Prabu Watugunung di negeri ‘Kundhadwipa’. (Sundha Dwipa ?)

Cerita itu merupakan catatan lahirnya wuku (pekan, minggu) dalam sistim kalender Jawa. Unsur-unsur (perabotan) wuku diantaranya yang terpenting: Pancawara (siklus 5 hari: Kliwon, Legi, Paing, Pon, Wage), Sadwara (siklus 6 hari: Tungle, Aryang, Wurukung, Paningron, Uwas, Mawulu), dan Saptawara (siklus 7 hari: Radhite, Soma, Anggara, Buddha, Wrahaspati, Sukra, dan Saniscara). Ketiga siklus (5,6,7) digabung menjadi satu dalam siklus wuku selama: 210 hari.

Siklus pancawara (5 hari) dan sadwara (6 hari) bisa dipastikan dari Jawa/Nusantara, karena tidak ada negeri atau bangsa lain mengenal perhitungan siklus itu. Meski belum bisa dipastikan siklus ‘saptawara’ berasal dari Jawa/Nusantara, namun ada jejak yang bisa untuk dikaji. Siklus perhitungan hari pada kenyataannya sudah dicantumkan dalam banyak prasasti maupun kakawin di Jawa/Bali.

Masyarakat Jawa basis budayanya adalah pertanian sawah maka sangat mengenal dinamika perubahan situasi dan kondisi alam karena ‘budidaya pertanian’ membutuhkan pengenalan perubahan-perubahan musim. Karena itu, di Jawa kalender yang digunakan bukan sebagai pencatat suatu kejadian semata, tetapi juga berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari.

Oleh karena itu, di Jawa dikenal adanya kalender ‘surya sangkala’ (solar, berdasar peredaran bumi mengelilingi matahari), kalender ‘candra sangkala’ (lunar, berdasar perdaran bulan mengelilingi bumi), dan kalender ‘Pawukon’ (petung, gabungan siklus Pancawara, Sadwara, dan Saptawara). Ketiga kalender Jawa tersebut digunakan secara terpadu pada prasasti atau kakawin. Yang menarik, dalam petung kalender Pawukon, masing-masing unsur ditempatkan pada posisi (dunung, Jw.) yang mengikuti ‘sistim panunggalan’, pancer-mancapat (inti-plasma), diantaranya:

Kiblat & Pancer untuk Pancawara & Saptawara :
Lor
Wage
Rebo & Kemis
|
|
Kulon _________ Tengah ___________ Wetan
Pon Kliwon Legi
Senen & Selasa Jumuwah
|
|
Kidul
Paing
Saptu & Minggu (Ahad)
Dununging (Posisi) Wuku :
Utara
8 Warigagung, 18 Marakeh
28 Kulawu
Barat Laut Timur Laut
5 Tolu, 15 Julungpujut, 1 Shinta, 11 Galungan,
25 Bala 21 Maktal
Atas 7 Warigalit, 17 Kuruwelut,
27 Wayang
Barat Timur
2 Landhep, 12 Kuningan 10 Sungsang, 20 Madhangkungan
22 Wuye 30 Watugunung
Bawah
4 Kurantil, 14 Mandasiya
24 Prangbakat
Barat Daya Tenggara
9 Julungwangi, 19 Tambir, 3 Wukir, 13 Langkir,
29 Dukut 23Manail
Selatan
6 Gumbreg, 16 Pahang
26 Wugu

Penempatan posisi (dunung) Weton (Pancawara & Saptawara) dan Pawukon pada sistim panunggalan merupakan panduan untuk menghitung (petung) yang berkaitan dengan wariga (ala ayuning dina). Dan posisi (dunung) dimaksud sesuai dengan arah posisi berbagai benda angkasa yang dipandang dari ‘posisi tengah’, Nusa Jawa. Bukan dari India atau China. Dengan demikian, petung kalender Panunggalan semakin pasti berasal dari Jawa. Dan dikarenakan menurut dongeng atau lontar-lontar yang terwariskan, petung kalender tersebut lahir di Negeri Medhang Kamulan, maka boleh disebutkan bahwa falsafah/sistim panunggalan adalah warisan Medhang.

Panunggalan Pranata Sosial dan PemerintahanPiwulang Kejawen ‘Panunggalan’ ini kemudian ‘diturunkan’, ‘diekspresikan’, dan ‘melandasi’ semua pakem (ajaran) ‘lakuning urip’ wong Jawa. Bahwa pada hubungan antara ‘pancer’ (inti) dengan mancapat (plasma) bersifat ‘kosmis-magis’. Sangat sulit dijelaskan namun riil nyata. Pengibaratannya: hubungan semua unsur alam semesta sebagaimana hubungan antar jaringan sel dalam membangun ‘manungsa urip’. 

Yang mampu saya tarik makna pemahamannya, bahwa ekspresi dan landasan budaya/peradaban Jawa mengutamakan ‘nilai rukun’ dan ‘nilai selaras’ (harmoni). Yang seperti ini bukan hanya ada di ranah wacana (teori) semata, tetapi diujudkan dalam praktek kehidupan. Misal dalam membangun sistim ‘pemerintahan yang teratur’ maka sel-sel unsur panunggalan berupa ‘kabuyutan’ (paradesa) yang merupakan daerah perdikan (merdeka berdaulat), namun saling ‘berhubungan’ dengan azas : ‘kesetaraan’, ‘perdamaian’, dan menuju kepada ‘kesejahteraan bersama’.

Membangun sistim pemerintahan yang teratur yang menuju kesejahteraan diekspresikan dengan cara membangun sistim pranata sosial ekonomi yang mampu mencakup seluas-luasnya wilayah. Maka di Jawa ada sistim ‘penggiliran keramaian pasar’ yang menggunakan kalender khas Jawa, ‘Pasaran’ (Kliwon, Legi, Pahing, Pon, Wage). Azas panunggalan juga diterapkan dalam membangun jaringan pasar ini. Pada umumnya (jaman dahulu), pusat komunitas (misal ibukota Kabupaten) hari pasarannya Kliwon. Hari pasaran lain digunakan untuk keramaian di pasar-pasar sekeliling (pasar plasma) pusat komunitas. 

Namun ‘pasar plasma’ tersebut juga merupakan ‘plasma’ jaringan pasar dari pusat komunitas lain. Contohnya: pasaran Legi di Prambanan merupakan plasma dari jaringan berpusat di Kliwon untuk Klaten, Kliwon untuk Wonosari Gunung Kidul, dan Kliwon untuk Bantul Yogya. Pasaran Wage di Pedan merupakan plasma Kliwon Klaten, Delanggu dan Wonosari Gunung Kidul. Pasaran Pon Ambarawa merupakan plasma dari pusat komunitas (Kliwon) di Salatiga, Magelang, dan menuju Semarang (kalau masih ada).


Meski masih pengamatan (butuh pembuktian) bisa dipetakan bahwa sistim penggiliran hari pasaran tersebut merupakan ‘jejaring’ kegiatan pasar (ekonomi) yang cerdas, demokratis, dan ‘tahan banting’ (sampai saat ini masih berjalan). Pengamatan selanjutnya, jejaring pasar tersebut mencakup wilayah hulu (pedalaman) hingga ke hilir (bebandaran, pesisir). Dengan demikian, di peradaban Jawa sejak kuno sudah memiliki sistim pranata sosial ekonomi yang ‘canggih’. Adanya jaringan pasar sudah pasti ada jaringan sarana dan prasarana transportasi. Maka kemungkinan pembangunan jalan raya Daendels pada dasarnya sekedar melakukan pengerasan jalan dan membangun jembatan untuk menggantikan ‘jembatan tambang’ (penyeberangan) sungai saja.

Demikian pula, bisa dipahami adanya keramik Cina dan kaca Persia di Prambanan (pedalaman Jawa) karena sudah sejak jaman kuno ada jaringan pasar dan transportasi tersebut.

Hari Pasaran (Kliwon, Legi, Pahing, Pon, Wage) adanya hanya di bumi Jawa yang saya berpendapat adalah wilayah budaya dan peradaban ‘Medhang Kamulan’. Maka meskipun penggiliran hari pasaran (pancawara) dikenal di Bali, Sundha, dan tempat lain di Nusantara, akan kita ketahui sumbernya selalu menyebut nama negeri ‘Medhang Kamulan’. Yang nyata tertulis ada di Bali, yaitu pada ‘Lontar Medhang Kamulan’. Meski perkembangannya disinergikan dengan Hindu (budaya dan peradaban India), kenyataan yang terwariskan sampai sekarang hari pasaran asal Jawa di Bali itu berbahasa Jawa Kuna. Tidak ada yang berbahasa Sanskerta atau bahasa India lainnya.

Peradaban yang sudah mengenal adanya pasar untuk bertransaksi merupakan peradaban yang maju dan ‘teratur tertib’. Karena adanya pasar sebagai tempat bertransaski merupakan faktor penting untuk mengurangi kesenjangan antar komunitas. Dampak selanjutnya menghilangakan kecenderungan akan terjadi konflik komunitas karena ada distribusi kesejahteraan. Maka dimungkinkan Jawa pada jaman dulu tidak mengenal ‘peperangan’ sebelum hadirnya sistim kerajaan yang diadobsi dari Asia Daratan. Untuk itu bisa diselisik bunyi prasasti yang kebanyakan memberikan pembebasan upeti kepada suatu ‘shima’ (kabuyutan) dikarenakan telah berjasa kepada kerajaan. Diantara jasa tersebut, memberikan lahan untuk didirikan tempat peribadatan agama tertentu. Bolehkan itu kita terjemahkan sebagai ‘penjajahan budaya’?

Sekelumit tulisan saya tentang Falsafah Panunggalan kiranya bisa menggugah kita, para lajer Jawa, untuk menelisik ulang tentang sejarah peradaban yang ada di ranah Jawa. Rasanya masih banyak yang masih merupakan misteri dan tidak pernah ada yang tertarik untuk meneliti. Karena itu banyak hal-hal yang butuh ‘klarifikasi ilmiah’ yang inti pokoknya : “Benarkah Jawa itu bersejarah setelah menerima sebaran budaya dan peradaban India ?“

Wacana bahwa budaya dan peradaban Jawa ‘turunan’ India didasarkan pada penemuan prasasti yang tertua berbahasa Sanskerta dan beraksara Devanagari. Sementara prasasti berbahasa dan beraksara Jawa Kuna (Kawi) selalu dianggap lebih muda. Hal ini menarik untuk dikaji, mengingat adanya keganjilan-keganjilan sebagai berikut:

1. Penyebaran bahasa Sanskerta dan aksara Brahmic India mengarah ke Tenggara saja. Adakah penyebaran ke Barat (Persia, Yunani, Timur Tengah) dan ke Timur (China) ? Kalau tak ada jejak penyebaran ke arah Barat dan Timur, maka India bukan episentrum penyebaran budaya dan peradaban, tetapi sebagai penerima sebaran yang berepisentrum di wilayah lain. Wilayah itu pastilah suatu wilayah yang orang-orangnya mampu melanglang buana dengan kapal/perahu. Nusantara merupakan kemungkinan terbesar sebagai episentrum budaya dan peradaban umat manusia sedunia. Maka Bahasa Sanskerta dan aksara Brahmic yang sebenarnya mengadobsi dari bahasa dan aksara bangsa-bangsa bahari yang pasti lebih mampu melanglang buana tersebut.

2. Bahasa Jawa Kuna selalu dinyatakan sebagai ‘turunan’ bahasa Sanskerta, mungkinkah wacana itu dibalik ? Bahasa Sanskerta merupakan turunan dari bahasa Jawa Kuna yang ternyata pernah eksis di seluruh Asia Tenggara. Bahwa sejak jaman kuno, bangsa Nusantara adalah bangsa bahari yang pasti mampu melakukan penjelajahan samudra, sementara bangsa India tidak mampu melakukan itu.

3. Peninggalan bangunan-bangunan kuno di Jawa berupa candi-candi perlu diteliti ulang kemungkinannya merupakan bangunan peribadatan asli agama di Jawa bukan Hindu atau Budha dari India. Kasusnya bisa merujuk ke agama Hindu Bali yang ketika didaftarkan ke Kementerian Agama RI dengan nama ‘Agama Tirta’. Tetapi diputuskan dengan nama ‘Hindu Bali’, mengapa?

Demikian tulisan panggraita saya dan mohon kiranya untuk bisa dibawarasa dengan baik bagi yang berkenan. Semoga bermanfaat,Matur Nuwun. 

Penulis : Ki S Mandali ( Supranaturalist )


Kulakukan Apapun Agar Bisa Mendonorkan Hati Untuk Putriku

Tidak ada komentar

Cinta seorang ayah bisa sama besarnya dengan cinta seorang ibu. Ayah hebat yang satu ini rela melakukan apa saja agar putrinya sembuh dari gangguan gagal hati. Segala cara dilakukan, bahkan dengan menurunkan berat badan sebanyak 16 kilogram hanya dalam waktu 2 bulan.

Donny Ho (37 tahun) memiliki putri bernama Charmaine. Sejak berusia 3 tahun, dokter menyatakan bahwa Charmaine mengalami masalah gagal hati, hatinya tidak dapat berfungsi dengan maksimal. Kulit gadis kecil itu mulai berubah warna menjadi kuning, Charmaine juga harus tidur 22 jam setiap hari dan hanya terjaga hanya untuk makan dan ke kamar mandi.

Transplantasi Hati Dari Ibu Gagal

Kondisi Charmain sesudah lebih baik
Kondisi Charmaine terus memburuk, dokter mengatakan satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah transplantasi hati. Awalnya Charmaine mendapat donor hati dari ibunya sendiri, namun setelah dilakukan pemeriksaan rutin selama 2 tahun, tubuh Charmaine melakukan penolakan terhadap transplantasi hati dari ibunya.

Tim dokter melakukan upaya lain, yaitu meminta ayah Charmaine untuk mendonorkan hatinya. Seringkali upaya transplantasi organ tubuh memiliki tingkat keberhasilan tinggi jika dilakukan oleh keluarga kandung, maka harapan hidup Charmaine kali ini ada di tangan ayahnya.

Namun yang menjadi masalah, berat badan Donny Ho saat itu 92 kilogram. Dokter tidak bisa mengambil sebagian hatinya karena kelebihan berat badan akan membuat kondisi hati ditutupi lemak dan tidak sehat jika diberikan pada putrinya. Mau tidak mau, Donny Ho harus berjuang sekuat tenaga untuk menurunkan berat badan dalam waktu yang singkat.

Ubah Pola Makan dan Gaya Hidup

Dilansir oleh stomp.com.sg, Donny Ho mulai melakukan perubahan pola makan dan gaya hidup. "Saya memangkas karbohidrat dan memperbanyak makan buah, sayuran dan daging putih," ujarnya. Selain mengatur pola makan, Donny Ho juga melakukan olahraga dengan trainer agar hatinya makin sehat saat diberikan pada putrinya.

Kegigihan Donny Ho berhasil, hanya dalam 2 bulan, beratnya turun 12 kilogram dan sudah sehat untuk melakukan operasi pengambilan sebagian hati untuk putrinya. Operasi sudah dilakukan dua bulan yang lalu, kondisi Donny Ho baik-baik saja, dan kondisi Charmaine juga lebih baik dibanding sebelumnya. Operasi ini sendiri dilakukan di Mount Elizabeth Hospital, Singapura.

"Saat Charmaine mendapatkan transplantasi kedua, dia seperti bangun dari tidur panjang. Dia tampak begitu sehat dan baik. Ini semua membuat apa yang saya lakukan menjadi hal yang baik untuknya," ujar Donny Ho.

Walaupun sudah melakukan transplantasi hati untuk putrinya, Donny Ho akan tetap melakukan gaya hidup yang sekarang dia jalani. Bagaimanapun juga, Donny Ho makin sadar akan pentingnya kesehatan dan menjaga keluarganya. Jika dia sehat, maka dia bisa melihat putrinya tumbuh dewasa dan dapat melindunginya. Semoga Charmaine cepat pulih dan Donny Ho bisa menjadi pria yang memberi inspirasi pada ayah-ayah lainnya.

Ada motivasi besar kenapa saya mau melakukan apa saja demi Charmaine. Karena saya tidak ingin kehilangan anak saya.

Kulit Menjadi Lebih Putih Hanya Dengan Kulit Jeruk

Tidak ada komentar

Kecantikan merupakan hal yang sangat di impikan oleh semua wanita di dunia ini, sangat wajar kalau banyak wanita yang ingin memiliki kulit tubuh yang halus, cerah dan lembut sebagai salah satu ciri wanita bisa disebut sebagai wanita cantik. Di Indonesia sendiri, seperti kita ketahui kalau wanita yang memiliki kulit putih dan cerah akan menjadi wanita yang dianggap cantik dan mampu memikat hati lawan jenis.

Karena hal inilah, banyak sekali wanita yang mengambil prosedur kecantikan untuk mendapatkan semua itu, dari mulai perawatan kulit dengan cara alami yang seperti sering dipraktekan oleh nenek moyang kita dulu sampai cara modern. Tapi sayangnya, belakangan ini banyak sekali bahan kosmetik kulit yang didalamnya menggunakan bahan berbahaya dan bahkan beresiko untuk kesehatan anda secara keseluruhan.

Cara alami lebih aman untuk masalah kecantikan

Kalau sekarang ini anda sangat mengkhawatirkan masalah efek samping dari berbagai lotion pemutih abal-abal yang menjanjikan efek putih secara instan, sepertinya Anda harus kembali menggunakan cara alami untuk merawat kecantikan kulit anda, salah satunya adalah dengan menggunakan kulit jeruk. Hal tersebut karena khasiat alami dari kulit jeruk ini dapat membuat kulit anda lebih putih dan lebih cerah dengan cara alami dan sudah dipastikan tidak akan menyebabkan efek samping buruk untuk kulit anda.

Seperti yang dilansir dalam laman self.com, Ava Shamban MD yang merupakan seorang dermatologis mengatakan kalau kulit Anda sensitif, lebih baik mulai sekarang anda menghindari menggunakan scrub atau butiran kasar ketika mandi. Sedangkan, untuk melepas sel kulit mati dan mencerahkannya, anda bisa menggunakan kulit jeruk, karena kulit jeruk juga dipercaya dapat melepas sel kulit mati tanpa menyebabkan alergi dan dan dampak buruk lainnya pada kulit.

Cara perawatan kulit dengan menggunakan kulit jeruk

Kalau anda ingin mencoba perawatan kulit dengan menggunakan kulit jeruk ini, anda bisa mengikuti beberapa langkah berikut ini. Pertama anda kupas buah jeruk secara perlahan sampai anda mendapat hasil kupasan kulit yang lebar dan sempurna.

Ketika anda mandi, basuh tubuh Anda dengan air secara merata, setelah itu usapkan bagian dalam kulit jeruk yang sudah anda siapkan ke seluruh tubuh anda. Jangan lupa, usapkan kulit jeruk tersebut secara perlahan dan rasakan sensasi segar yang diberikan oleh kulit jeruk tersebut. Setelah cukup merata, bilas tubuh anda dengan air dingin sampai sisa kulit jeruk bersih.

Dengan menggunakan cara seperti ini, sel kulit mati diatas permukaan kulit anda akan terlepas dan dengan aroma kulit jeruk tersebut akan membuat Anda lebih rileks. Untuk mendapatkan hasil maksimal, lakukan perawatan ini secara rutin, setidaknya 2 kali dalam seminggu.

Sheryl Crow - D'Yer Mak'er

Tidak ada komentar

Menarik untuk disimak, Ladies Rocker kawakan ini bernama Sheryl Suzanne Crow (lahir pada 11 Februari 1962) merupakan seorang penyanyi dan gitaris berkebangsaan Amerika Serikat. Dia meraih penghargaan nominasi Academy Award versi musik. Dia berirama country, pop, folk, dan blues rock. Penghargaan

Grammy Awards: 9 American Music Awards: 3 Orwille H. Gibson Awards: 2 TEC Awards: 2 BRIT Awards: 1 BMI Awards: 1 BMI Winning Songs: 8 ASCAP Awards: 1 People's Choice Awards: 1 BMG Music Club's top selling album Plaque: 2 Glamour Woman of the Year 2000 Honorary Degree (2001) Missouri Academy of Squires (2004)

 

Kejamnya Ibu Tiri Melebihi Kejamnya Ibukota (1)

Tidak ada komentar

 
The Jogja Notify - Seorang anak kelas 3 SD dianiaya oleh sang ibu tiri di rumahnya di bilangan Duren Sawit, Jakarta Timur. Korban disetrika di bagian pipi kirinya oleh Su (33) hingga melepuh. Penganiayaan dilakukan oleh Su atau Eni di rumah kontrakannya di kawasan Pondok Bambu, Duren Sawit, Jaktim, pada Minggu siang. Saat itu korban baru saja pulang setelah bermain bersama teman-temannya.

"Kejadiannya jam 14.30 WIB, ibunya itu lagi nyetrika. Pas papanya pulang nyari korban, kata ibunya dia (korban) lagi main. Papanya terus nyari tapi nggak ketemu," ujar ibu kandungnya, SN (42) saat dikonfirmasi di kediamannya, di bilangan Kebon Pala, Jatinegara, Jakarta Timur.

Saat ayah korban, UK (42), kembali ke rumah, ia menemukan anaknya sedang menangis. Ketika UK bertanya pada Eni mengapa korban menangis, perempuan asli Pandeglang tersebut memberi alasan bahwa korban dimarahi karena tidak mau tidur siang. Mendapati anaknya menangis tanpa henti dan justru semakin menjadi, UK pun lantas menengok korban yang sedang berada di dalam kamar. Selimut yang menutupi tubuh bungsu dari 3 bersaudara itu lalu dibuka oleh sang ayah.

"Dia ditutup pakai selimut, nggak tahu sengaja ditutup ibunya itu atau emang sama Denis sendiri. Pas dibuka sama papanya pipinya sudah melepuh. Ditanya itu korban kenapa, perempuan itu bilang kena gosokan, tapi dia nyaut 'digosok mama Eni'. Papanya marah," cerita SN.

Ayah Denis lantas mengamankan anaknya ke rumah tetangga lalu membawa istri sirinya tersebut ke rumah Pak RT. Selanjutnya, Eni pun lantas dilaporkan ke Polres Jatinegara.


"Saya ditelepon papanya katanya dia mau dibawa ke RS karena disetrika sama Eni. Saya marah. korban dibawa ke Puskesmas tapi nggak diterima terus suruh dibawa ke Polres karena itu kasus penganiayaan," kata Nining.

"Saya belum cerai sama papanya korban, tapi emang sudah pisah 2 tahun karena dia ketahuan selingkuh. Ngomongnya sih udah nikah siri. dia diambil dari saya udah setahunan ini, diambil waktu dia lagi sekolah," sambung wanita yang bekerja di Yayasan Islam itu. Eni pun lantas dilaporkan ke Polres Jatinegara oleh UK, dan kemudian UK dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diberi pengobatan dan divisum. Menurut Nining, Eni memang kerap memukuli anaknya.

"Saya langsung ke Polres. Korban sempat diobati di sana terus dibawa ke RS Polri. Dulu korban waktu teleponan sama saya pernah cerita dicubit sama Eni karena ngompol. Okelah saya maklumi kalau itu, tapi setelah kejadian ini korbannya cerita katanya sering dipukuli. Saya nggak terima. Ibu mana yang terima, saya aja nggak pernah cubitin dan mukulin dia," tutur SN kesal.

Saat ini korban sudah kembali ke pengasuhan ibunya. Meski luka bekas disetrika di pipinya belum sembuh, korban tampak masih bisa bermain. Ia pun mengaku senang bisa kembali bersama SN.

"(Disetrikanya) pas lagi tiduran. (Aku) suka dicubitin tangannya sama mama Eni. Seneng di sini," aku Denis di lokasi yang sama.

Eni kini sudah ditahan di Polres Jakarta Timur. Meski sempat meminta kepada UK agar laporan kasusnya dicabut, proses hukumnya tetap berjalan karena permintaannya tak dikabulkan oleh sang suami.



Wow, Wanita Ini Janji akan “Banjiri Uang” Pria yang Mau Menikahinya.

Tidak ada komentar
WANITA Saudi yang menyebut dirinya Dr Noura, telah membuat geger media sosial. Pasalnya, wanita ini mengaku memiliki kekayaan lebih dari 100 juta riyal pada halaman Twitternya, dan ia tengah mencari seorang suami. Hebatnya, wanita ini berjanji akan “membanjiri” pria yang mau menikahinya dengan uang.

 Koran bahasa Arab, Sada mengutip perkataan perempuan yang bercerai ini, bahwa ia telah mendapat banyak tawaran pernikahan di halaman Twitter-nya. Namun, ia menolak mereka semua dengan alasan tidak yakin alasan mereka untuk menikahinya.

Dalam akun Twitter-nya, wanita ini mengatakan ia ingin menikah untuk mendapatkan bayi, dan ia sudah tidak peduli lagi tentang uang.

Namun, sebagian besar orang percaya bahwa wanita ini adalah “jutawan palsu.” Ia sengaja berbohong tentang kekayaannya hanya untuk menarik pembaca ke halaman nya.

Bagaimana Pemirsa ? Masih mau berminat dengan perempuan itu ? Atau mau untung2an ? :D
Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde