Tapi apa jadinya jika kisah cinta dalam hidup ternyata tak sesempurna harapan dan tidak sesuai perkiraan kamu? Berawal dari saling curhat antar teman, saya bisa memahami bagaimana cinta memang membingungkan, menyenangkan dan mungkin juga menyakitkan, seperti cerita cinta teman saya berikut ini.
Pacaran 4 tahun dengan seorang pria
Dia adalah wanita dengan usia 27 tahun, bekerja pada sebuah perusahaan sebagai distributor. Di usia yang sudah matang tersebut, tidak heran jika kemudian ia dapat banyak pertanyaan dari orang-orang di sekitarnya "kapan menikah?". Ia sendiri pun menyadari bahwa teman-teman seusianya bahkan sudah punya anak dan disibukkan dengan kegiatan mengantar anak ke sekolah.
Bukannya tidak mensyukuri apa yang sudah dimilikinya saat ini, namun sebagai wanita normal. Ia pasti juga punya harapan tinggi untuk bisa menemukan belahan jiwa yang mau berkomitmen dan menjalani hidup bersama membangun rumah tangga. Satu tahun yang lalu, jika saja Tuhan menghendaki, mungkin ia juga sudah punya kehidupan seperti teman-temannya, punya suami dan anak.
Tapi sepertinya memang bukan jodoh, karena pria yang ia kenal selama lebih dari lima tahun dan pacaran dengannya selama empat tahun tersebut pergi meninggalkannya untuk menikah dengan wanita lain. Masalahnya memang tidak sederhana, tak dapat restu dari orangtua pihak pria.
Memang, keluarga pacarnya (saat itu) adalah orang berada, punya jabatan dan kekuasaan di daerah tempat pria ini tinggal, bahkan bisa dibilang masih keturunan ningrat. Sedangkan teman saya, hanya anak petani. Karena masalah status sosial yang berbeda tersebut, orangtua si pria tak suka dengan teman saya. Alasannya banyak dan mengada-ada, kurang ini lah kurang itu lah, bahkan dibilang kurang cantik, gak pantas jadi istri.
Putus dan ditinggal menikah
Padahal teman saya ini selalu mengusahakan agar bisa diterima oleh orangtua si pria. Tapi setiap ingin datang ke rumah, selalu ditolak oleh si pria. Apa lagi yang bisa ia lakukan? Cara terakhir adalah meminta bantuan Tuhan, ia sholat malam setiap hari agar hati orangtua pacarnya bisa terbuka dan mau menerimanya.
Tapi karena memang bukan jodoh itu tadi, semakin lama si pria pun mulai menghindar pelan-pelan. Terlihat dari gelagatnya yang mulai susah dihubungi, mulai acuh dan tak begitu banyak bicara.
Teman saya pun sebenarnya sadar ada yang berbeda dengan pacarnya, tapi ia masih percaya bisa mempertahankan hubungan mereka. Pada akhirnya, kata "putus" itu pun terucap, si pria tak bisa mempertahankan hubungan yang menurutnya tak ada kemajuan ini.
Reaksi pertama teman saya ini tentu saja menangis. Ia bahkan sampai jatuh sakit karena patah hati. Jangan kira hal seperti ini hanya terjadi di sinetron, ini juga terjadi di kehidupan nyata. Hingga beberapa bulan kemudian ia mendapat kabar bahwa mantan pacarnya tersebut sudah menikah dengan wanita lain.
Butuh banyak waktu untuk bisa melupakan sang pacar dan menyingkirkannya dari pikiran. Hingga kemudian ia bertemu seseorang yang bisa mengobati luka hatinya.
Seseorang yang memberi perhatian yang tak muluk tapi intens.
Ditambah, mereka berdua berada dalam satu kantor, frekuensi bertemu pun lumayan sering. Tapi luka hati yang sebelumnya membuat teman saya ragu dan lebih berhati-hati. Apalagi ia juga memikirkan tentang status si pria, teman saya pun menggantungkan harapan si pria.
Duda dua anak tak direstui orang tua
Teman pria yang sedang mendekatinya ini adalah duda beranak dua. Usia teman saya dan pria ini tak jauh beda, karena dulu si pria menikah muda. Namun apa kata tetangga jika mereka tahu ia sedang pacaran dengan duda? Itu yang dipikirkannya. Teman saya pun ragu mengatakan pada orang tuanya yang tinggal tak satu kota dengannya.
Si pria ini pun paham dilema yang dirasakan wanita pujaannya ini. Ia juga tak memaksa untuk bisa diterima karena statusnya tersebut. Hubungan teman saya dan pria ini pun belum lama. Hingga kemudian teman saya berani menceritakan pada orangtuanya tentang pria yang mendekatinya ini.
Karena alasan ingin menunjukkan keseriusan, ingin mengenal lebih dekat dan rasa hormatnya terhadap orangtua wanita pujaannya, si pria pun ingin main ke rumah teman saya saat hari libur. Datanglah mereka berdua ke kota tempat tinggal asal teman saya ini. Teman saya memperkenalkan pria tersebut ke orang tuanya dan tanggapan orang tua teman saya seperti wajarnya orang tua mengenal teman-teman anaknya. Tak lebih dari itu.
Teman saya pun bicara empat mata dengan orangtuanya, bagaimana jika sebaiknya hubungan tersebut tak usah diteruskan. Meski memang cinta, tapi pikirkan juga tentang hal lain, itu yang dikatakan orang tuanya. Sampai di kota tempatnya bekerja, teman saya menangis dan tak tahu harus berbuat apa. Bagaimana pun ia harus menyudahi rasa sayangnya terhadap pria tersebut.
Sebagai anak pertama dan perempuan satu-satunya, hal ini tentu jadi beban buatnya, di satu sisi ia ingin membahagiakan orang tuanya, di sisi lain ia juga igin membahagiakan hatinya. Ia ingin punya rasa sayang terhadap pasangannya saat menikah nanti.
Kita sering berpikir bahwa mungkin hanya orang itu saja yang mendramatisir hidupnya, tapi kisah cinta seperti sebenarnya memang ada di sekitar kita, bukan hanya sinetron atau drama saja.
Tidak ada komentar
Posting Komentar