Cerita cinta yang kualami berawal ketika aku merantau ke Jakarta dan tinggal bersama kakakku. Di Jakarta aku berkenalan dengan seorang pria bernama M Aritoenang, kami sama-sama dari suku Batak. Satu bulan sejak perkenalan itu, aku mulai menyukainya, dan tidak lama kemudian kami resmi berpacaran.
Hubungannya dengan Aritoenang termasuk berani, mungkin karena aku terlalu cinta kepadanya sehingga kuserahkan mahkotaku untuknya. Kami berhubungan suami istri entah sudah berapa kali hingga akhirnya aku positif hamil.
Beruntung, karena pacarku termasuk orang yang bertanggung jawab. Singkat cerita kami menikah di Jakarta. Waktu itu aku pikir dengan menikah akan membuat suamiku menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab. Nyatanya tidak, selalu saja ada masalah yang membuat kami ribut dan bertengkar.
Aku akui aku termasuk bawel dan suamiku juga tak mau mengalah, sehingga kami butuh waktu yang agak lama untuk baikan lagi. Pertengkaran demi pertengkaran kami lalui bersama sampai kami memiliki anak tiga orang.
Saat itu aku merasa suamiku sudah berubah total, kalau dulu kami berantem, dia masih mau merayu dan membujukku agar kami rujuk kembali tapi sekarang semuanya berubah. Selidik demi selidik ternyata suamiku berselingkuh dengan wanita lain.
Dengan baik-baik kutemui wanita selingkuhan suamiku, aku bicara terus terang dan menyerahkan suamiku kepadanya. Aku pikir siap berpisah dengannya. Dan tidak lama kemudian aku pergi dari Jakarta bersama anak-anakku, kembali ke Sumatera, ke rumah orang tuaku.
Dua bulan berpisah, aku tak menyangka suamiku akan menelepon. Dia membujukku untuk kembali, dia berjanji akan setia kepadaku. Awalnya aku menolak karena kehidupanku di Sumatera lebih menyenangkan daripada bersama suamiku di Jakarta. Tapi karena dia terus-terusan membujukku dan aku juga memikirkan nasib anak-anakku, akhirnya aku kembali ke Jakarta.
Di Jakarta aku marah besar karena aku mendapati suamiku membuka profil facebook perempuan simpanannya dulu. Aku ribut karena merasa dibohongi meski suamiku sudah berjanji bahwa dia tulus mencintaiku dan anak-anak. Tapi meski berkata begitu, beberapa kali kudapati dia kembali membuka facebook wanita itu. Aku sungguh tak habis pikir.
Akhirnya kuusir suamiku dari rumah, selama empat hari aku tak ngomong, aku diam seribu bahasa dengannya. Merasa dicuekin, suamiku akhirnya pergi tanpa basa basi meninggalkan kami. Aku merasa bersalah tapi aku berprinsip bisa hidup meski tanpa ada suami yang menghidupi anak-anak.
Tuhan pasti melihat umatnya yang menderita, walau aku merasa sebagian jiwaku pergi besama suamiku. Sekarang sudah lebih dua bulan suamiku pergi tanpa ada kabar berita. ***
Seperti diceritakan kawan Yanti ke redaksi
Tidak ada komentar
Posting Komentar