Inilah Parisa Tabriz Yang Menjadi Pelindung Google Sekaligus Musuh Hacker
Dia adalah senjata rahasia utama Google dan bertugas untuk menjaga merek perusahaan paling berharga di dunia itu. Parisa Tabriz adalah Security Princess. Dia merupakan seorang peretas yang dibayar Google untuk melindingi perusahaan itu dari serangan peretas atau hackers.
Perempuan keturunan Amerika-Iran dibayar agar orang-orang jahat tidak bisa masuk ke jaringan Google. Tugas utama Parisa dan timnya adalah melindungi hampir 1 miliar pengguna Google Chrome,browser internet yang paling banyak digunakan di dunia.
Tabriz (37 tahun) adalah sebuah anomali di Sillicon Valley. Bukan hanya karena dia perempuan, gender yang paling sedikit di komplek teknologi itu, tetapi karena dia mempunyai 30 anak buah yang semuanya ahli dalam urusan hackers dan semuanya adalah laki-laki.
Dia juga mempunyai kekuasaan untuk memilih nama pekerjaannya. Karena itu, di kartu nama Tabriz menulis Security Princess sebagai pekerjaannya. Dia mendapatkan ide itu ketika tengah menghadiri konferensi di Tokyo.
“Saya tahu saya harus menulis pekerjaan saya di kartu nama dan nama Security Engineering sepertinya membosankan. Kaum laki-laki di industri ini selalu menganggap segala sesuatu dengan serius, jadiSecurity Princess rasanya cocok,” kata Tabriz.
Awal tahun ini, Google mengumumkan bahwa perusahaan itu telah melakukan diversifikasi dalam jumlahj karyawannya. Dari 100 karyawan, 30 diantaranya adalah karyawan perempuan.
Tabriz mengaku tidak pernah menerima perilaku yang bersifat gender sejak pertama kali bekerja di Google pada 2007. Saat menerima tawaran dari Google, Tabriz masih kuliah. Ketika itu, teman kuliahnya mengatakan, dia menerima tawaran kerja dari Google hanya karena dia adalah perempuan.
“Perkataannya itu tidak membuat saya khawatir, karena justru dialah yang merasa tidak nyaman,” jelasnya.
Pada 2012, Tabriz masuk dalam daftar 30 besar di bawah 30 tahun yang harus diawasi oleh majalah Forbes. Tabriz mengungkapkan, minimnya perempuan di dunia teknologi karena mereka kerap mengecewakan diri mereka sendiri.
“Ada sebuah studi yang dilakukan beberapa waktu lalu tentang orang-orang yang meninggalkan kursus komputer. Perempuan yang meninggalkan kursus komputer itu biasanya mempunyai nilai B- dan menyerah karena mereka merasa terlalu sulit sedangkan laki-laki yang meninggalkan kursus mempunyai nilai C dan alasan tidak melanjutkan kursus karena tidak menarik,” jelasnya.
Kata dia, perempuan terkadang terlalu menganggap rendah kemampuannya sendiri. “Itu yang membuat kaum perempuan tidak tahu nilai mereka,” ujarnya.
Tabriz besar di sub urban di Chicago bersama ayahnya yang merupakan imigran dari Iran dan juga ibunya yang merupakan keturunan Polandia. Kedua orangtuanya pintar namun tidak pandai dalam hal komputer. Sebagai anak tertua dengan dua adik laki-laki, Tabriz sudah terbiasa menjadi bos untuk memimpin laki-laki yaitu dua orang adiknya itu.
“Mereka mengatakan saya sering mem-bully padahal saya sering bermain dengan mereka seperti olahraga dan juga video games,” jelasnya.
Tabriz mengaku sempat tidak tahu apa yang akan dilakukannya setelah lulus sekolah. “Saya ingat pernah melakukan tes karir di sekolah untuk mengetahui pekerjaan apa yang cocok dan hasilnya adalah perwira polisi. Ketika itu, saya tertawa terbahak-bahak tetapi pekerjaan yang saya lakukan saat ini ternyata tidak terlalu berbeda jauh dengan hasil tes tersebut,” katanya.
Tabriz mengungkapkan, dia tidak pernah menyentuh komputer hingga semester pertama di kuliah. Ketika itu, Tabriz mengambil jurusan komputer di University of Illinois. Dia terinpirasi dengan cerita John Draper, salah satu peretas pertama yang dikenal dengan nama Captain Crunch. Draper bekerja di Angkatan Laut Amerika sebagai teknisi radar dan menemukan cara untuk melakukan komunikasi jarak jauh dengan menggunakan mainan dari kotak sereal Cap’n Crunch.
Sejak itulah, Tabriz memutuskan untuk menjadi hackers. Dia punya kemampuan untuk melihat otak dari orang jahat sehingga membuat Tabriz tahu cara untuk mencegah para hackers itu. Tabriz bukan satu-satunya orang genius di Google. Namun, dia adalah orang yang diberi kepercayaan penuh untuk melindungi Google dari serangan hackers.
Google menerapkan banyak cara untuk mencegah hackers antara lain menawarkan peretas itu uang 30 ribu dolar Amerika apabila bisa menemukan celah di perusahaan itu. Hingga kini, jumlah yang diberikan kepada hackers mencapai 1,25 juta dolar Amerika. Menurut Tabriz, uang insentif itu bisa membuat hackers hitam menjadi putih. “Ada garis yang jelas antara keduanya dan anda tentu ingin mereka ada di sisi anda dan bukan menjadi lawan,” ungkapnya.
Tabriz bisa meraih pekerjaannya saat ini dengan kerja keras dan terkadang harus melalui malam tanpa memejamkamn mata sedikit pun. Kini, Security Princess itu adalah harapan terakhir Google dalam melawan para hackers di seluruh dunia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar
Posting Komentar