Siapa berusaha mentaati Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya, maka hatinya akan kian tenang dan teguh. Dengan teguh di dalam jalan Allah Azza wa Jalla, apa pun yang terjadi – khususnya menghadapi dunia— tidaklah merisaukan
MANUSIA sesungguhnya bukanlah pemilik kehidupan. Tidak ada manusia yang senantiasa berhasil meraih segala keinginannya.
Hari ini bersenang-senang merayakan kesuksesan, esok lusa bisa jadi menangis tersedu meratapi kegagalan. Saat ini bertemu, tidak lama kemudian berpisah.
Detik ini ada orang merasa bangga dengan apa yang dimilikinya, tapi detik berikutnya sedih karena kehilangannya.
Maka, episode apapun yang sedang kita jalani pada detik ini, tenangkanlah hati kita.
Kisah cerita tidak selalu sama. Episode kehidupan terus berubah.
Kisah kehidupan berganti dari satu situasi kepada situasi yang lain, berbolak-balik. Kehidupan seseorang kadang di atas, kadang di bawah, kadang maju, kadang mundur. Namun, satu hal yang seharusnya tidak pernah berubah pada kita; yaitu hati yang senantiasa tenang dan tetap teguh dalam jalan Allah Azza wa Jalla…
Ketenangan sangat kita perlukan dalam menghadapi berbagai situasi dalam hidup ini. Terutama jika kita dalam situasi sulit dan ditimpa musibah.
Jika hati dalam kondisi tenang, maka buahnya lisan dan anggota badan pun akan tenang. Tindakan akan tetap pada koridor yang dibenarkan dan jauh dari sikap membahayakan.
Jika hati tenang, maka kata-kata akan tetap dalam hikmah dan tidak keluar dari kesantunan, sesulit dan separah apa pun situasi yang sedang kita hadapi.
Ketenangan itu pada hakikatnya milik orang yang beriman. Ketenangan adalah karunia Allah Azza wa Jalla yang hanya diberikan kepada orang-orang pilihan yang beriman. Allah Azza wa Jalla berfirman,
ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Taubah: 26).
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Taubah: 26).
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya pernah mengulang-ulang kalimat doa berikut dalam Perang Ahzab,
فَأَنْزِلَنَّ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتِ الأَقْدَامِ إِنْ لَاقِينَا
“Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta teguhkanlah kaki-kaki kami saat kami bertemu musuh.”
Maka Allah Azza wa Jalla memberikan mereka kemenangan dan meneguhkan mereka.
Agar kita tetap tenang juga dianjurkan untuk senantiasa membaca Al Qur’an. Rasulullah ﷺ bersabda,
« تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ »
“Ia adalah ketenangan yang turun karena Al Qur’an.” (HR. Bukhari: 4839, Muslim: 795).
Memperbanyak dzikrullah juga dapat mejadikan kita tenang. Allah Azza wa Jalla berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenang.” (QS. Al Ra’du: 28).
Demikian halnya bersikap wara’ (hati-hati) dari perkara syubhat (meragukan) dapat menjadikan kita tetap tenang. Rasulullah ﷺ bersabda,
الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالإِثْمُ مَا لَمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمْ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ
“Kebaikan itu adalah yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tentram kepadanya. Sementara dosa adalah yang jiwa merasa tidak tenang dan hati merasa tidak tentram kepadanya, walaupun orang-orang mememberimu fatwa mejadikan untukmu keringanan.” (HR. Ahmad no. 17894).
Ketenangan juga dapat kita peroleh dengan jujur dalam berkata dan berbuat. Rasulullah ﷺ bersabda,
فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
“Sesungguhnya jujur itu ketenangan dan dusta itu keragu-raguan.” (HR Tirmidzi no: 2518).
Begitu juga semua ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan sikap senantiasa bersegera kepada amal shalih adalah di antara faktor yang akan mendatangkan ketenangan kepada hati seorang Mukmin. Jika kita selalu mendengar dan berusaha untuk mentaati Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya, maka hati kita akan kian tenang dan teguh.
Jika kita dapat mempertahankan ketenangan hati sehingga senantiasa teguh berada dalam jalan Allah Azza wa Jalla, apa pun yang terjadi kepada kita, maka bergembiralah, karena kelak saat kita meninggalkan dunia yang fana ini, akan ada yang berseru kepada kita dengan seruan ini,
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ﴿٢٧﴾ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً﴿٢٨﴾فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya. Kemudian masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30).
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menjaga ketenangan hati dan teguh berada dalam jalan Allah Azza wa Jalla apa pun yang terjadi untuk meraih ridha-Nya…
Aamiin Ya Rabb. Wallahua’lam bishawab.*/ Bagya Agung Prabowo, dosen hukum di UII
Tidak ada komentar
Posting Komentar