Sebenarnya aku sudah berusaha semampuku mengatasi masalah tersebut, setiap tiga bulan sekali aku pulang kampung untuk menemuinya. Jarak yang jauh bukanlah halangan bagiku, mungkin satu-satunya penghalang adalah pekerjaanku dan minimnya penghasilanku. Tetapi karena sayangku padanya aku paksakan keadaan itu supaya hubungan kami tetap terjaga.
Setelah menyelesaikan sekolahnya, Wulan menyusulku mengadu nasib di Jakarta, tetapi kami berjauhan. Jadi meskipun kami sudah sama-sama di Jakarta, Aku dan Wulan bisa dibilang jarang bertemu, mungkin dalam sebulan kami hanya bertemu dua atau tiga kali saja.
Beberapa bulan mencari kerja akhirnya Wulan bertemu dengan Nitta, teman sekelasnya waktu sekolah dulu. Mereka kemudian bersama-sama bekerja sebagai sales perabotan rumah tangga di daerah Jakarta Timur, Wulan pun memutuskan untuk tinggal satu kost dengan Nitta. Seingatku selama dia bekerja hanya tiga kali aku menemuinya, itu semua karena kesibukan kami masing masing.
Tak lebih dari lima bulan dia bekerja menjadi sales sebelum akhirnya aku menyuruhnya untuk berhenti kerja. Karena Wulan sering sakit, mungkin karena dia terlalu capek. Setelah berhenti kerja Wulan meninggalkan Jakarta dan pindah ke Bekasi Barat ke tempat Budhenya.
Beberapa bulan di Bekasi dan belum juga mendapatkan pekerjaan, Wulan memutuskan untuk pulang kampung, Wulan bilang mau buka toko saja di kampung. Dengan berat hati aku melepasnya kembali ke kampung. Pacaran jarak jauh kembali kami jalani.
Bulan ketiga tahun 2010 dia kembali lagi ke Jakarta, katanya dia di tawari pekerjaan di sebuah perusahaan ekspedisi. Dan benar, Wulan akhirnya bekerja di perusahaan itu. Mungkin inilah awal dari kehancuran hubunganku dengan Wulan.
Selingkuh Dengan Sahabat Sendiri
“Punya pacar cantik ko di anggurin apa gak mubadzir?” Begitu sms dari Yudi, seorang sahabat. Awalnya aku gak ada rasa curiga sedikitpun dengan kata-kata itu, malah aku minta tolong pada Yudi untuk menjaga Wulan pacarku, aku ceritakan semua masalah pekerjaanku yang tak pernah ada liburnya.
Yudi dan Wulan tinggal berdekatan hanya beda gang, mungkin karena Yudi sahabat baikku waktu sekolah hingga aku tak ada rasa curiga atau prasangka apa pun. Yudi juga aku kenal sebagai orang baik, di banding teman-teman kami yang lain waktu sekolah dulu. Yudi bisa di bilang paling alim makanya aku percaya saja nitip jagain pacarku ke dia.
Hingga pada suatu ketika malam Minggu di bulan Agustus 2010, aku berniat pengen kangen-kangenan dengan Wulan pacarku melalui telepon. Tapi beberapa kali dan berulang-ulang aku melakukan panggilan tak ada jawaban sama sekali dari Wulan. Aku berinisiatif menelepon Yudi untuk menanyakan keadaan Wulan, tapi panggilanku ke Yudi tidak di jawab juga. Dari situ aku mulai berpikiran aneh, Aku jadi teringat sms Yudi beberapa minggu lalu.
Kira kira Jam sebelas malam aku masih mencoba melakukan panggilan ke Wulan. Ternyata di jawab. Dia bilang katanya ketiduran. Tapi dari suaranya kayak orang yang tidak baru bangun tidur. Karena aku agak kesal aku suruh aja dia tidur. Selepas menelepon Wulan, aku ganti telepone Yudi, waktu itu Yudi juga langsung jawab panggilanku.
Ada apa ini? kenapa tadi mereka gak angkat telepon? kenapa sekarang giliran Wulan angakat teleponeku, dan Yudi Juga? Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk dalam perasaanku. Aku tanya dari mana Yud.? dia bilang dari tempat kakaknya. Kembali pertanyaan-pertanyaan muncul di dalam otakku, apa iya kalau cuma ke tempat kakaknya sampai gak angkat telepon dariku? apa mungkin Yudi dan Wulan…?
Ah,, apa mungkin? lama aku terdiam hingga kusudahi teleponku ke Yudi. Ya udah yud makasih ya.
Senin pagi aku kerja tak tenang, aku masih bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang sudah terjadi pada Wulan kekasihku dan Yudi sahabatku. Apakah sms Yudi dulu emang ada niatan dia inginkan Wulan? bagaimana caranya agar aku bisa tau benar atau salah dengan semua dugaanku ini?
Lama aku berfikir, sampai akhirnya aku temukan cara. Aku telepon Wulan, aku biang ke Wulan kalau baru saja aku ngobrol dengan Yudi membicarakan kejadian malam Minggu lalu walaupun ini hanya kebohonganku saja. Wulan tanya “Yudi bilang apa?”. Aku bohong lagi, “Dia bilang katanya kamu dengan dia sudah melakukan hal terlarang itu.
Apa bener itu dek?” Wulan jawab dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, “Kalau yudi bilang begitu berarti tak ada gunanya aku bohong lagi, iya kami lakukan semuanya, sama dengan yang kita lakukan dulu.”
Kata kata kasar dari mulutku keluar semua setelah mendengar itu tetapi tak lama karena Wulan langsung menutup telehonku. Hal yang sama aku lakukan ke Yudi, kini aku tak bohong lagi karena Wulan sudah katakan apa yang ingin aku tanyakan. “Yud, kok tega sih kamu?” kataku membuka pembicaraan. Yudi jawab, “maksudnya apa, kok kamu bicara begitu?”
“Udahlah gak usah ngelak lagi, aku tau semuanya dari Wulan apa yang kamu lakukan malam minggu lalu, kamu ini teman macam apa? kalau kamu inginkan Wulan seenggaknya kalian bilang sebelumnya, kalian jujur, jangan ketika Wulan masih milikku kau pakai begitu saja.
Kalau kalian saling suka kenapa harus sembunyi sembunyi? apa kalian cuma mau senang senang sedang nantinya aku yang dapet sisanya setelah kalian puas? Sorry Yud, kalau rokok satu batang kita isep berdua tak jadi masalah, tapi ini cewek Yud”. Kemarahanku tak dapat aku bendung saat itu.
“Maaf, aku terpaksa, Wulan yang maksa, kalau kamu mau apa-apakan aku silahkan asal jangan keluargaku” Yudi gelagapan. “Aku bukan orang yang seperti itu, sekarang terserah kalian, aku gak ikut-ikut lagi urusan kalian.” Kataku sebelum tutup telepon.
Satu Pintu Tertutup, Pintu Lain Terbuka
Bulan Romadhon tahun itu aku tak dapat jalankan ibadah dengan baik, hatiku penuh kemarahan, hatiku penuh dengan kebencian, aku coba melupakan, tapi aku tak mampu. Apa lagi setiap malam Wulan masih menelepon aku, dia minta maaf dan minta balikan. Aku tak ingin jawab telepon dia tapi aku gak bisa, aku membencinya tapi aku masih ingin mendengar suaranya.
Beberapa Minggu kemudian ada sms masuk di Handphoneku, “Mas bagaimana kabar?” itu sms dari Nitta teman wulan waktu kerja jadi sales dulu, aku kenal dia tapi gak begitu akrab. “Alhamdulillah aku sehat dek, tapi hatiku lagi gak waras” jawabku. “Lho kenapa?” Nitta tanya lagi.
Aku ceritakan semua kejadian yang menyakitkan itu ke Nitta. “Udah lah mas, mungkin bukan jodoh, mungkin dia bukan yang terbaik buat mas, masih banyak yang lain mas. Aku mengenal njenengan dari waktu sekolah dulu mas, aku lihat mas orangnya baik, setia, kayaknya juga punya tanggung jawab, tenang saja mas, masih banyak cewek yang mau sama mas” kata Nitta menguatkanku.
Mulai malam itu sedikit bebanku berkurang karena kedatangan Nitta, walaupun aku belum bisa melupakan Wulan tetapi paling tidak aku bisa sedikit tertawa saat ngobrol dengan Nitta. Hingga suatu hari dia sms “mas, aku besok libur, mas mau gak ke Taman mini? tenang mas aku yang bayarin deh”. Aku berfikir, mungkin aku perlu liburan juga, karena pekerjaanku tak ada liburnya aku iyakan sms Nitta, aku bersedia.
Jam tujuh pagi aku sudah nunggu Nitta di PGC, tak lama kemudian dia datang. Kami melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. Seharian aku ngobrol dengan Nitta dari bercanda hingga omongan yang serius tentang perasaan. Ternyata Nitta orangnya terbuka dan apa adanya, entah waktu itu dia benar atau sekedar menghiburku tetapi dia katakan kalau dia sebenarnya sudah memperhatikan aku sejak sekolah dulu tetapi tak berani mengatakan, jangankan mengatakan ketemu saat di angkot dan di kelas ketika aku nyamper ke Wulan saja gemeteran katanya.
Waktu berjalan begitu cepat, tak sadar rasanya kalau hari sudah sore, ketika mau pulang dia menyodorkan uang dua ratus ribu. Aku bingung. “Apaan ini?” tanyaku. “Kan semalem aku bilang kalo aku yang bayarin?” kata Nitta. Aku tersenyum sambil berkata “Ngece kamu,, emang sih aku gak punya duit banyak, tapi kalau main di bayarin cewek ya malu lah. udah simpen aja, aku masih ada kok buat makan.” Nitta masih maksa, “Tapi mas, aku kan udah janji.” Tentu saja aku tak mau menerimanya, “Udah bawa saja dulu buat ongkos pulang”.
Setahun aku berhubungan dengan Nitta, aku tak pernah nyatakan cinta seperti layaknya orang yang mau pacaran, kami menjalani hubungan cinta begitu saja, kami saling memperhatikan satu sama lain, saling menyayangi. Walaupun aku tak dapat bohongi hatiku sendiri kalau aku masih sering teringat Wulan. Tapi mungkin semua orang mengalami ini, apa lagi aku dulu begitu lama menjadi pacar Wulan.
Hingga akhirnya aku menikah dengan Nitta Bulan Maret 2012 tahun lalu. Dan Wulan pun menikah dengan Yudi dua bulan sebelumnya. Kini, Aku dan Nitta sudah di karuniai anak satu, begitu juga Wulan dan Yudi. Saat ini aku bahagia dengan Nitta dan anakku, walaupun aku masih belum bisa melupakan masa laluku dengan Wulan, terlalu banyak kenangan yang susah di lupakan. Semoga semua ini bukan dosa, karena aku takut kalau bayang-bayang masa lalu menjadi dosa untuk aku dan keluargaku.
Tidak ada komentar
Posting Komentar