Wanita ini pun harus menerima kenyataan saat sang suami memutuskan untuk meninggalkannya begitu saja. Tanpa peringatan, tanpa tanda-tanda apapun, dan demi wanita lain. Seperti dilansir dari goodhousekeeping.com, ia pun membagikan kisah pahit yang ia alami.
Siang itu saya sedang menyiapkan makan siang untuk putri saya yang baru berusia 2 tahun, sembari memikirkan daftar belanjaan yang harus segera saya penuhi. Lalu suami saya mendatangi saya dan mengatakan bahwa ia akan pergi.
Saya menanyakan ke mana ia akan pergi, dan bisakah ia membelikan barang-barang yang ada dalam daftar belanjaan ini? Lalu ia menjawab, "Tidak, aku pergi meninggalkan kamu." Saya tertawa, mengira ia hanya bercanda dan menanggapinya dengan mengatakan bahwa ia baru bisa pergi setelah memotong rumput, karena besok teman-teman kami akan datang untuk pesta barbeque.
Dia pun menatap saya lekat-lekat dan berkata, "Aku tidak akan ada di rumah ini lagi besok. Aku akan pergi meninggalkanmu. Aku sudah berkemas untuk pindah dan tinggal bersama kekasihku." Boom! Bom macam apa yang meledak tepat di kepala saya di siang yang tenang ini?
Kembali ke satu tahun sebelum peristiwa "ledakan bom" tersebut. Saat itu putri kecil saya masih berusia 3 bulan, dan suami saya kehilangan pekerjaannya. Setelah berbulan-bulan menganggur, ia mendapatkan tawaran pekerjaan di suatu tempat yang jauh dari tempat tinggal kami.
Karena khawatir tidak akan ada tawaran lain sebagus tawaran ini, kami memutuskan untuk menerima tawaran itu. Mau tidak mau kami sekeluarga harus pindah ke kota tersebut.
Saya pun berhenti dari pekerjaan saya, dan kami menjual rumah yang kami tinggali saat itu. Saya berusaha tetap berpikiran positif dengan meyakini bahwa kepindahan ini akan membawa petualangan baru yang menyenangkan bagi keluarga kami.
Selama setahun pertama sejak kepindahan, kami melalui kondisi yang cukup sulit. Kami harus tinggal di apartemen dengan satu kamar sambil tetap memutar keuangan agar mampu membayar biaya sewa.
Kami harus menyesuaikan diri dengan pekerjaan baru, cara memenuhi kebutuhan anak yang baru, dan lingkungan yang baru.
Seiring berjalannya waktu, keadaan semakin membaik setelah rumah kami terjual dan kami mulai memiliki banyak teman di lingkungan baru tersebut. Kami juga menikmati segala keuntungan yang kami dapatkan dari hidup di kota kecil.
Kami seolah bisa bernafas lagi, ditambah kami bisa pindah ke rumah yang cukup besar dengan 3 kamar di lingkungan yang menyenangkan. Kami berhasil!
Lebih tepatnya, saya kira kami telah berhasil, padahal ...
Suamiku Sungguh Keterlaluan, Bukan?
Atau itu hanya angan-angan saya bahwa kami berhasil? Karena 6 bulan kemudian suami saya menjatuhkan bom raksasa tepat di kepala saya, tanpa peringatan, dan tanpa pernah membicarakannya.
Lalu apakah sebelumnya suami saya menunjukkan tanda-tanda bahwa ia selingkuh? Mungkin. Ia menghabiskan banyak waktu di depan komputer, namun itu karena ia adalah seorangprogrammer.
Hubungan suami istri yang kami jalani memang pasang surut dalam tahun-tahun terakhir. Namun dengan mengurus si kecil dan kepindahan yang harus kami urus, bukankah itu wajar? Jika memang ada tanda-tanda, pasti itu kecil sekali dan saya tidak menyadarinya.
Satu hal yang pasti, ia selingkuh saat keluarga kami sedang mengalami masa transisi dengan lingkungan dan kehidupan baru. Suami macam apa yang membawa keluarganya pindah ke tempat lain hanya untuk meninggalkannya beberapa bulan kemudian?
Pengkhianatan yang ia lakukan melukai saya amat dalam, dan dalam hati saya tahu bahwa sama sekali tidak akan ada kemungkinan yang membawa ia kembali.
Jadi, mau tidak mau pada malam itu juga saya menjadi orang tua tunggal dengan tuntutan biaya hidup yang besar, tanpa teman dan keluarga dekat. Rasa takut yang saya alami sungguh luar biasa, namun saya tetap harus fokus pada buah hati saya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar