Penelitian membuktikan bahwa mereka yang doyan membaca buku fiksi, punya korelasi dengan kemampuan berempati yang tinggi. Mereka bisa memahami orang lain dengan lebih baik, dan melihat dunia dengan beragam perspektif. Sayangnya, kebiasaan ini sudah mulai langka.
Adalah Raymond Mar, seorang psikolog dari York University di Kanada, dan Keith Oatley, seorang profesor di bidang psikologi kognitif di University of Toronto yang melakukan penelitian tersebut. Penelitiannya pun bukan sekali, pada 2006 dan 2009. Annie Paul dariTime menyimpulkan, kebiasaan membaca buku ini bisa membuat seseorang berperilaku lebih baik.
Buku-buku fiksi mungkin hanya karangan si penulis, tak pernah terjadi di alam nyata. Namun dalam kisahnya, beragam perasaan manusia dieksplorasi. Pembaca bisa diajak ikut bersedih, kecewa, marah, bahagia, melalui berbagai peristiwa. Konflik batin melalui bacaan ini bisa memperkaya pemahaman seseorang terhadap lingkungannya.
Kebiasaan yang disebut sebagai deep reading (membaca secara mendalam) ini, sayangnya sulit ditemukan melalui media online. Ini karena membaca sebuah buku di tangan akan "lebih khusuk", mudah menghayati isinya hingga selesai. Sedangkan pada media elektronik, khususnya online, sumber bacaan sangat berlimpah sehingga lebih mudah tergoda untuk berpindah dari satu topik ke topik lainnya.
Padahal, penelitian National Literacy Trust (2013) di Inggris yang melibatkan sekitar 35 ribu responden berusia 8 sampai 16 menyatakan, anak-anak masa kini lebih memilih membaca lewat peranti elektronik (52%) dari pada membaca buku yang dicetak (32%).
39% yang membaca dari peranti elektronik setiap hari, sedangkan yang masih membaca dari media tercetak setiap hari hanya 28%. Mereka yang membaca secara daring (online) setiap hari, kemampuan membacanya hampir dua kali lebih rendah dari standar membaca rata-rata, dibanding yang membaca dari media tercetak dan daring.
Namun dari dua penelitian tersebut, belum bisa disimpulkan bahwa mereka yang lebih suka membaca lewat peranti elektronik, akan jadi generasi berperilaku "kurang baik" dibanding para kutu buku. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut, karena penelitian Raymond dan Keith hanya menyatakan korelasi, tidak menjelaskan sebab akibat.
Tidak ada komentar
Posting Komentar