The Jogja Notify - Saat zaman keemasan Islam, pada 750-1258 Masehi di mana peradaban barat belum menyentuh cahaya keilmuan yang benderang, sedangkan umat muslim telah menggapai peradaban maju. Filsafat, teknologi, sains, biologi, astronomi, kedokteran dan beragam disiplin keilmuan lainnya telah dikuasai oleh umat muslim. Produktivitas yang melimpah, dibuktikan dengan banyaknya buku yang diterbitkan terutama gerakan penerjemahan pada masa khalifah Harun Al-Rasyid (786-803 M).
Pasca kematian khalifah Harun Al-Rasyid, beliau digantikan putranya yakni Abdullah Abu Abbas bin Ar-Rasyid Al- Ma'mun (813-833 M), atau biasa dikenal dengan Al- Ma’mun. Sumbangsih terbesar darinya adalah membangun perpustakaan terbesar yakni Baitul Hikmah sebagai wadah pusat penelitian intelektual muslim pada masanya.
Sehingga banyak diantara tokoh muslim terkenal pada periode tersebut, diantaranya adalah Al-kindi, Al-Farabi, Al-Khawarizmi, Al-Ghozali. Tak pelak, ilmu pengetahuan yang mereka tuangkan mempengaruhi peradaban dunia.
Pertanyaannya adalah, bisakah saat ini di tengah zaman konsumtif terutama umat muslim di Indonesia, dapat kembali meraih keproduktivitasan sebagaimana pada zaman Keemasan Islam dahulu? Yup, tentu saja bisa.
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, elok rasanya kita menguraikan Al-Quran sebagai landasan hukum Islam dalam memandang pentingnya ilmu pengetahuan dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
Pentingnya Ilmu
Di dalam Al-Quran, ayat yang mengarahkan pada pengetahuan tidak sedikit. Sebagaimana yang diuraikan oleh Gus Achmad Dhofir Zuhry dalam bukunya ‘Peradaban Sarung’ yang diterbitkan pada tahun 2018 silam. Beliau menuturkan bahwa,terdapat 800an lebih ayat Al-Quran yang merepresentasikan akan pentingnya ilmu.
Bahkan, wahyu Al-Quran pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Adalah untuk iqra’, agar membaca, belajar. Semakin jelas bahwa agama Islam sangat mementingkan umatnya untuk belajar, sebagaimana yang tertuang dalam kitab suci. Dari sini membuktikan jika para tokoh muslim yang telah disebutkan di atas sudah barang tentu termotivasi dari untaian ayat suci.
Oleh karena itu, sebagai umat muslim kita mestinya merenung-insyafi ayat suci Al-Quran yang mana mukjizat berupa ilmu pengetahuan kita dapat menyingkap rahasia-rahasia tersembunyi di dalam ayat al-Kauniyyah berupa alam semesta.
Mendayagunakan Waktu Sebaik-baiknya.
Sebagai seorang muslim, idealnya diharuskan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Tak heran, secara khusus Al-Qur’an mereportase hal-ihwal tentang waktu, sebagaimana yang tertuang dalam surat Al-‘Asr (103). Di dalam tafsir Al-Jalalain “al-‘Asr” pada ayat pertama bermakna “zaman” atau “waktu” yang dimulai dari tergelincir hingga terbenamnya matahari.
Lantas, bagaimana seorang muslim agar dapat memulai menjadi muslim yang produktif?
Pada buku yang lain, Gus Ach. Dhofir Zuhry memberikan solusi yakni di dalam buku “Nabi Muhammad Bukan Orang Arab”. Pada salah satu bab beliau memaparkan hikmah yang terkandung tatkala seorang muslim menjalankan rukun islam yang kedua yaitu “shalat”. shalat menjadi neraca dan cara, agar bagaimana manusia menjalankan roda kehidupan di dunia.
Pada sub judul 'Seberapa shalat Hidupmu, Seberapa Hidup shalatmu?' beliau secara eksplisit memaparkan keunikan gerakan-gerakan shalat yang jika dijumlahkan sesuai dengan rotasi dan membentuk 360 derajat lingkaran sempurna. Sehingga shalat, menggambarkan tentang pergeseran masa dan perputaran waktu di kehidupan manusia.
Al-Qur’an pun demikian mencitrakan, pada surah An-Nisa di penggalan ayat 103 akhir, bahwa shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Saat ini fenomena yang miris sering kali menjumpai umat muslim, khususnya di Indonesia. Sosial media, Internet, Artificial Intellegence, teknologi, dan sebagainya yang mana kurang atau bahkan tidak sama sekali dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Dus, kita seyogyanya merefleksikan kesadaran, belajar dari masa kejayaan islam terdahulu. Tanpa adanya fasilitas berupa internet dan teknologi digital lainnya, mereka dapat menerangi peradaban hingga ke seluruh dunia. Tak lain, berlandaskan syariat yang dibawa oleh Nabi saw.
***
*) Oleh: Abdur Rohman, Santri Ponpes Luhur Baitul Hikmah sekaligus mahasiswa STF Al-Farabi Kepanjen Malang.
Tidak ada komentar
Posting Komentar