Responsive Ad Slot

Latest

Relationship

Pentingnya Tarbiyah Abawiyah Menghadapi Fenomena ‘Hilangnya Sosok Ayah’

Senin, 12 Juni 2023

/ by Jogjanesia

The Jogja Notify - Tarbiyah Abawiyah adalah metode pendidikan yang menjadikan ayah sebagai sosok utama sang pengajar (murobbi) berperan sebagai teladan bagi anak-anaknya di tengah fenomena fatherless

ADA kabar kurang bagus tentang Indonesia. Diwartakan bahwa baru-baru ini Indonesia masuk dalam peringkat ketiga kategori fatherless  country di dunia, atau negara yang “kehilangan” peran ayah. Peran ayah Indonesia dalam pengasuhan anak rupanya dinilai masih sangat minim. Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Diana Setiyawati, menyampaikan bahwa fenomena fatherless

sosok ayah, red) ini perlu diperhatikan, mengingat dampak dari minimnya peran ayah cukup besar bagi anak. Saat ini, bangsa Indonesia memiliki penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia tidak produktif. Jika kita salah mengelola, bukan tidak mungkin akan menjadi bencana.

Fenomena fatherless  kian menunjukkan bahwa peran seorang ayah dalam pola pengasuhan anak sangatlah besar. Bahkan di pembukaan kitabnya yang berjudul Adabul Alim Wal Muta’alim, KH Hasyim Asy’ari menukil sebuah hadis yang diriwayatkan oleh  Sayyidah Aisyah Radhiallahu Anha yang menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda yang artinya; “Hak anak terhadap orang tuanya (ayah) adalah agar si anak diberikan nama-nama yang bagus, diberikan air susu yang bagus (Yakni Ibu kandung yang berakhlak baik yang memberikan ASI pada si anak), dan diberi pendidikan adab yang bagus.” (KH. Hasyim Asy’ari , Adabul Alim Wal Mutaalim Hal. 09, Cetakan Maktabah Turats Al Islami Ma’had Tebuireng Jombang Jawa Timur).

Melihat hadis di atas nampak jelas bagaimana seorang ayah memiliki tanggung jawab besar yang mana jika perihal tersebut tidak dilaksanakan maka dia telah melanggar hak paling dasar dan paling awal dari seorang anak yakni sebelum menikah si calon ayah harus bisa memilih seorang calon ibu yang berakhlak baik yang kelak bisa menyusui calon anaknya, lalu memberi nama yang bagus (dalam pandangan Islam) dan mendidik anak dengan pelajaran adab yang bagus.

Namun tidak bisa dipungkiri kini zaman telah berubah dan tantangan menjadi ayah kian berat sedangkan kesiapan menjadi ayah tetap rendah. Rendahnya kesiapan menjadi ayah selaras dengan kurangnya kesadaran membangun pernikahan.

Konsekuensi bahwa pernikahan kemungkinan besar menghasilkan keturunan yang menuntut tanggung jawab  lahir dan batin belum sepenuhnya dipahami apalagi disiapkan. Sebab pasangan muda lebih fokus menyiapkan hari pernikahan, dan kurang memikirkan perencanaan membangun keluarga serta cara menjalaninya. 

Seorang dosen di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB Diah Krisnatuti, mengatakan, saat ini masyarakat masih ragu memperkenalkan peran ayah kepada anak laki-laki yang akan menikah. Pesan pernikahan lebih banyak diberikan kepada anak perempuan agar mereka mampu jadi istri dan ibu yang mengurus anak dan rumah tangga.

Menurutnya, untuk anak laki-laki, pesan umumnya hanya terkait aspek ekonomi agar mereka bertanggung jawab memberi nafkah materi, tidak termasuk di dalamnya nafkah kasih sayang untuk anaknya kelak.

Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentang kualitas pengasuhan anak Indonesia 2015 menunjukkan hal itu. Hanya seperempat calon ayah yang mencari informasi pengasuhan anak sebelum menikah. Saat jadi ayah, mereka yang mau belajar pengasuhan pun kurang dari 40 persen. Dan itupun umumnya berasal dari kelompok terdidik dan kelas ekonomi menengah.

Tantangan menjadi ayah saat ini jauh berbeda dengan beberapa dekade yang lalu. Di masa lalu ayah adalah sosok yang ditakuti, tetapi kini ayah dituntut jadi sahabat anak.

Menguatnya kesetaraan gender yang membuat peran ibu di masyarakat makin kuat menuntut ayah lebih banyak ikut terlibat dalam urusan domestik. Perubahan budaya itu terjadi di tengah meningkatnya tuntutan ekonomi keluarga, ketidakstabilan kondisi sosial ekonomi, kelelahan akibat bekerja, dan perjalanan bekerja hingga banjirnya informasi yang membuat pilihan makin banyak.

Survei KPAI 2015 menyebut hampir separuh ayah hanya punya waktu berbincang dengan anaknya selama satu jam sehari. Materi perbincangan pun umumnya sangat terbatas, tidak menyentuh substansi, seperti menanyakan sudah makan atau belum, pelajaran dan teman di sekolah, pekerjaan rumah, atau nilai ujian. (Kompas, 14/11/17).

Tarbiyah Abawiyah sebagai Solusi

Terminologi Tarbiyah Abawiyah ini penulis kutip dari Habib Abubakar Al Adni bin Ali Al Masyhur yang jika ditafsirkan secara bebas artinya adalah metode pendidikan yang menjadikan ayah sebagai sosok utama sang pengajar (Murobbi) yang berperan dominan sebagai teladan bagi anak-anaknya.

Di dalam Al Qur’an Allah Swt berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS: at-Tahrim/66:6).

Allah juga berfirman,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS: Toha /20: 132)

Dan semakna dengan ayat di atas adalah sabda Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun (jika mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur mereka masing-masing.” (HR: Ahmad)

Jika melihat khitob dari dua ayat Al Qur’an dan hadis di atas dapat dilihat bahwa Allah dan Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada para orang tua terutama kepada ayah agar menjaga keluarganya dari api neraka. Bagaimana caranya, tentu dengan melakukan ketaatan kepada Allah.

Sebelum menyuruh keluarganya tentu si ayah harus menjadi teladan sebagai orang pertama yang melaksanakan ketaatan kepada Allah di keluarganya agar dicontoh oleh anak-anaknya. Inilah salah satu Tarbiyah Abawiyah yang kini kian darurat untuk digalakkan.

Lihatlah di dalam Al-Qur’an bagaimana dikisahkan keteladanan para ayah dalam mendidik anaknya seperti kisah Lukman Al Hakim, Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail Alaihimu Salam, kisah Nabi Ya’qub Alaihis Salam saat berwasiat agar mempertahankan akidah Islamiyah kepada para anaknya saat menjelang wafat dll. Itu semua adalah contoh terbaik dari Tarbiyah Abawiyah yang diabadikan di dalam Al Qur’an yang kini menjadi kedaruratan nyata untuk segera diterapkan di negara yang semakin “kehilangan sosok ayah” ini.

Di dalam salah satu bab dalam kitabnya, Sayyid Muhammad Al Maliki mendorong  agar para orang tua memberi perhatian kepada anak-anaknya tentang tata krama. Beliau mengutip pesan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kWh agar senantiasa mengajari dan mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya.

Sebab di dalam Tarikh Bukhari disebutkan ada hadis marfu’ yang menyatakan bahwa orang tua tidak membekali anaknya sesuatu yang lebih utama daripada adab yang baik. Dan hadis dari Jabir bin Samurah Radiyallahu Anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda bahwa seseorang yang mengajar anaknya itu lebih baik daripada ia bershadaqah sebanyak satu Shaa’.(Prof. Sayyid Muhammad Al Maliki, Etika Islam dalam Membina Rumah Tangga (Terj.), Hal. 45)

Sebagai penutup agar kita kian bersemangat untuk menjalankan metode Tarbiyah Abawiyah dalam menanggulangi fenomena “Fatherless ” ini, penulis ingin mengutip hadis yang berbunyi,

رحم الله والدا أعان والده على بره

“Semoga Allah memberi rahmat kepada orang tua yang membantu anaknya untuk berbakti kepadanya.“ (HR: Abu As Syaikh dengan sanad Dhoif). Wallahu A’lam Bis Showab.

Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan

 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde