Duda keren ! |
- Pengadilan Agama Bojonegoro mencatat setidaknya sampai Juli, jumlah cerai talak yang masuk sebanyak 526 kasus. Untuk cerai gugat mencapai 1.236 perkara.
Dalam laman resmi Pengadilan Agama Bojonegoro, pasangan yang merasa dibandingkan dengan orang lain, memicu pertengkaran dan berakhir perceraian disebut menjadi penyebab baru perceraian di Kabupaten Bojonegoro.
”Ada tren baru timbulnya pertengkaran yang berakhir perceraian, yaitu si istri suka membanding-bandingkan dengan suami orang lain,” ujar Ketua Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Bojonegoro Sholikin Jamik.
Menurut dia, topik persoalan yang dijadikan bahan pembanding lagi-lagi karena faktor ekonomi. ”Persoalan mendasar kenapa mereka sering membandingkan adalah pasangan tidak mau melihat sebuah kenyataan, karena terobsesi dengan keinginan," tambah Sholikin Jamik.
Sholikin menjelaskan, dalam membangun sebuah rumah tangga seharusnya bisa melihat kenyataan atau realita kehidupan yang tidak bisa dihindari. Dalam hal perekonomian keluarga, sebaiknya istri maupun suami berorientasi pada kebutuhan bukan karena keinginan semata.
Angka perceraian di Indonesia pada 2022, dilaporkan cukup tinggi di Asia-Afrika, sekitar 28 persen dari angka perkawinan. Tingkat angka perceraian itu disebut tertinggi ketiga di dunia setelah Tiongkok yang memiliki sekitar 3 juta kasus perceraian per tahun dan India yakni sekitar 1,36 juta per tahun.
”Indonesia sedang menghadapi empat permasalahan besar terkait keluarga. Pertama masalah nikah anak, masalah ini masih sangat masif di Indonesia, ada sekitar 4 persen dari total jumlah pernikahan, 1 juta lebih,” kata Agus Suryo Suripto, Kasubdit Bina Keluarga Sakinah yang dikutip dari laman resmi Kementerian Agama Sumatera Barat.
Menurut dia, pada 2010, angka perceraian masih terbilang rendah. Hanya sekitar 4 sampai 6 persen itu pun cerai talak dan pihak suami yang mengajukan perceraian. Namun sejak pemerintah mengeluarkan sertifikasi pada 2013, kasus perceraian makin meningkat. Sebab perempuan merasa mampu mengurus diri sendiri, sehingga 93 persen di antaranya merupakan cerai gugat yang diajukan istri.
Problematika keluarga yang sebagian besar berujung pada perceraian, menurut Agus, antara lain ketidakharmonisan antar pasangan suami istri yang biasanya dipicu karena ekonomi, penelantaran, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Selain itu, permohonan dispensasi kawin untuk anak di bawah umur (pernikahan dini) dan angka kehamilan remaja yang sebenarnya belum memiliki kesiapan dalam mengelola perkembangan diri secara komprehensif.
Kementerian Agama bersama kementerian lain, telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka perceraian. Di antaranya seperti diselenggarakannya bimbingan remaja usia sekolah (BRUS), bimbingan remaja usia nikah (BRUN), bimbingan calon pengantin, dan konsultasi keluarga. ***
Tidak ada komentar
Posting Komentar