- Di ujung senja ini sebuah cerita bermula ketika ratapan hati berlanjut duka. Dia adalah gadis yang kutemui ketika aku beranjak dari rumah menuju kampus kesehatan itu.
Kenangan ketika aku pertama berjumpa dengannya tidak bisa kutarakan dengan kata-kata, serasa lidah terbelit kata yang terlalu banyak untuk di ucapkan. Dan di kampus itu juga aku bertemu sahabatku yang menjadikan perkenalku dengan dia sebuah cerita yang menyenangkan, banyak canda tawa, kenangan saat meminum kopi yang sama, bercerita asmara yang mencengangkan. Itu kenangan indah bersama mereka berdua.
Hari itu seperti biasanya aku melakukan rutinitas yang menyenangkan yaitu ngopi bersama teman-temanku di sebuah warung di perempatan jalan. Kita saling menghina untuk menjadikan sebuah tawa lepas. Banyak kata-kata bijak yang keluar dari mulut kita contohnya “jancok”, “babi”, “celeh”, “anjing”, seolah tidak ada hal buruk dalam setiap ucapan. Salah seorang temanku berucap “Hey njing caty naksir sama cewek itu ternyata, tadi malam waktu minum dia curhat”.
Mulailah kehebohan yang mencengangkan setiap orang yang duduk di sekitarku karena memang aku bukanlah tipe cowok yang mudah jatuh cinta ke setiap cewek yang mendekatiku. Tapi kenyataanya dia yang aku sukai justru orang yang tidak ada perasaan sedikitpun kepadaku. Tapi aku tak pernah mau menyerah untuk mengejarnya dan tak lelah menanti kesempatan yang ada untuk menyatakan perasaanku.
Dulu ketika aku mencoba untuk mendekatinya aku menyadari bahwa dia masih memiliki seorang pacar, jadi fikirku labih baik aku mundur dulu dan menunggu lagi. Aku tak ingin menjadi perusak hubunganya. Aku tunggu dia hingga dia sudah tidak ada hubungan lagi dengan pacarnya itu, aku terus menunggu dan menunggu dan menunggu tak terasa penantianku telah menghabiskan waktu 4 tahun usia perkenalanku dengan dia.
Di sela penantianku banyak sekali cerita yang menyenangkan bersama sahabatku. Kita saling mendukung satu sama lain untuk maju, walau itu di utarakan dengan hinaan tapi itulah cara kami untuk mendukung. Kita berjalan di sisi jalan yang gelap bersama-sama dengan kelompok kami, kita menjadi gelap untuk tujuan yang indah. Bagi kami kehidupan yang gelap adalah sesuatu yang menjadi makanan sehari-hari. Kita tak peduli dengan anggapan seperti apa kami ini, itulah kami seperti sahabat sejati. Banyak canda tawa, riang gembira, hilanglah duka lara yang ada di dunia ini.
Semuanya terasa tak penting ketika kita berkumpul bersama, itulah anggapan kami sebagai seorang sahabat. Kuliah kamipun terbengkalai bagai tak ada hal penting yang harus kami capai. Jadilah kami icon kelas yang selalu terlambat masuk kelas, tidak pernah mengikuti kegiatan, orang yang menjengkelkan tapi menghibur, kami menjadi momok dan orang yang menyenangkan dalam waktu yang sama. Hebatnya kami adalah kami tidak pernah memulai sebuah pertikaian walau itu hanya sekali, kami hanya menjadi nakal karena keinginan kami sendiri tanpa menyinggung orang lain.
Terserah orang lain mau berkata apa yang penting kami tidak menggaggu kalian dan tak mengusik kalian, perasaan benci kalian adalah urusan kalian sendiri itu yang selalu ada dalam benaku. Tapi untuk dia yang aku sukai juga berfikir yang sama seperti teman-teman yang lain bahwa aku adalah orang yang terlalu hitam untuk di cintainya walau aku terus membuatnya tersenyum dan tertawa.
Setelah 3 tahun penantianku akhirnya aku bisa mendapatkan kesempatan untuk mendekatinya juga. Kabar itu bermula ketika sebuah setatus galau yang dia buat dan aku bertanya “kenapa..?” dan dia menjawab “aku putus dengan pacarku kemarin”. Seketika itu juga aku merasa seperti sedang dalam taman bunga yang selalu kuimpikan, tak hentinya aku tersenyum sampai-sampai temanku menghinaku gila.
Dan akupun hanya tersenyum terus-menerus karena tidak ada satupun orang yang pernah aku beritahu mengenai hal itu, cintaku hanya menjadi rahasia besar. Mulailah aku bertanya dari sana dan sini untuk mempastikan apakah kabar yang aku dengar darinya benar atau tidak karena memang aku tak ingin menjadi perusak hubungannya.
Sebesar apapun aku menyukainya tetap saja aku tak tega merusak hubungannya walau itu bertolak belakang dengan perasanku sendiri yang sangat mencintainya dan ingin memilikinya. Tapi kegembiraanku hanya sekejap saja karena salah seorang temanya memberitahuku kalau dia sudah kembali berpacaran dengan mantannya. Rusaklah sudah harapanku untuk bersanding denganya, dan penantiankupun berlanjut lagi.
Waktu terus berjalan dan akupun masih menanti kesempatan yang aku harapkan datang. Hingga suatu hari datanglah kabar gembira itu di usia 4 tahun perkenalanku dengan dia, dan kabar itu baru kudengar setelah 1 bulan dia putus dengan pacarnya itu. Akupun bergembira lagi karena kabar itu yang telah kutunggu selama ini. “Untuk kali ini aku harus bisa mendapatkanya”, itu yang kufikirkan seketika itu.
Mulailah aku mendekatinya dengan caraku sendiri, aku sms, telfon, BBM, dan ketika kami bertemu aku selalu mengusahakan untuk membuatnya tersenyum agar dia bisa nyaman dekat denganku itu harapanku. Di awal usahaku semua berjalan dengan lambat dan garing kemudian berlanjut ada tanggapan yang menyenangkan darinya walau itu hanya sedikit tapi itu awal yang baik.
Kemudian kedekatan kami berlanjut dengan indah, tapi di setiap tindakanku aku tak pernah berbicara mengenai perasaanku terhadapnya. Kemudian suatu hari dia bertanya kepadaku “cat apa kamu suka sama aku.?” dan bodohnya aku menjawab dengan ragu-ragu “itu rahasia, nanti aku jawab ketika kita bertatap muka”. Hubungan kami berlanjut tanpa ada jawaban dariku, fikirku dia pasti sudah tau jawabanya tanpa harus aku bicara.
Dari kejauhan aku terus memandangnya dan tersenyum akan keindahan paras cantiknya dan kebaikan hatinya. Tapi keindahan yang kurasa tak berumur panjang karena sebuah kabar yang menyayat hatiku, tak bisa kuungkapkan betapa hancur dan sakit yang kurasakan saat itu. Kabar yang di sampaikan dari mulut teman baruku yang tak tega melihat realita yang tersembunyi tanpa aku sadari. Dia memberitahuku bahwa dia yang kucintai telah di tembak oleh taman baikku sendiri.
Berita itu seolah menjadi peluru yang menghujam dadaku, dengan penuh amarah yang tak bisa kuungkapkan dan aku hanya bisa merenung di depan rumah dan berdiam diri memfikirkan apa yang harus aku lakukan. Dilema antara teman baik yang menghianatiku atau orang yang aku sayangi, mana yang harus aku perjuangkan.
Dilema yang terus menggerogoti perasanku hingga saat ini. Memang pertanyaanku telah di jawab oleh Tuhan “apakah dia untukku atau tidak” tetapi sayatan luka ini terasa perih dan semakin perih. Penantianku berujung duka yang teramat sakit, dari semua hal yang menyakitkan tak kusangka itu harus berasal dari teman baikku yang tahu benar bahwa aku menyukainya sejak lama, dan menantikan kesempatan untuk memilikinya. ***
Hmm…nelangsa ya sobat, kalo membayangkan cerita diatas perut jadi lapar nih…Kebetulan tadi sore ibuk masak gulai kambing…jiiaaannn cocok tenan ! Sejujurnya saya suka banget yang namanya gulai….,Tongseng atau Sate masih dibawahnya. Apalagi Spagheti, Pizza, atau masakan jepang Okonomiyaki, Sushi…uhhh jauh dibawahnya. Kecuali Sushi cucunya mbah Darmo …xixixixi.
Tidak ada komentar
Posting Komentar