Responsive Ad Slot

Latest

Relationship

Ku Tahu Kau Menginginkan Tubuhku Karena Mata Sayumu Memberitahuku.

Selasa, 01 Agustus 2023

/ by Jogjanesia




- Tubuhku-kah yang kau inginkan, Sayang? Aku tahu. Sebab matamu yang sayu itu memberitahuku. Pesonamu membuatku tak berkutik. Sejak dulu.

Gelas keberapa, Sayang?

Aku diam saja saat kau meminum cairan berbusa berwarna kekuningan itu untuk yang kesekian kali. Kau lupa bahwa kau membawaku serta malam ini. Kau lupa dampak apa yang diberikan cairan yang kau minum itu terhadap dirimu. Kau lupa, atau berlagak lupa, aku tak tahu. Yang kutahu, matamu yang sayu itu terus memandangiku. Memberitahu bahwa kau menginginkan tubuhku.

Pada satu masa yang lalu, kita duduk di salah satu kursi panjang di warung makan pinggir jalan. Waktu itu, kaya raya hanyalah impianmu semata. Waktu itu, keberanianmu hanya sampai pada titik membicarakan dan menjanjikan segalanya. Waktu itu, nyalimu ciut saat kutanya upaya apa yang akan kau lakukan.

Waktu itu, kau bilang bahwa cairan yang malam ini kau minum dapat membuatmu kehilangan kontrol terhadap dirimu sendiri, sehingga kau bisa melakukan hal-hal yang ingin kau lakukan, sekalipun hal itu tidak semestinya kau lakukan. Waktu itu, sambil tertawa dan memamerkan gigi putihku yang sering kau puji indah, aku bilang lebih baik kau tidak meminum cairan itu saat aku berada di dekatmu. Kemudian kau tertawa lebih keras daripada tawaku.

Kau memintaku mengantarmu ke suatu kamar.

Aku tahu kakimu masih cukup kuat untuk berjalan menuju kamar yang sengaja kau inapi malam ini. Tetapi, kau tahu sejak dulu aku tak kuasa membantahmu. Maka aku mengantarmu ke kamar itu. Bukan saja karena kau memintaku, tetapi juga karena aku ingin melakukan hal itu. Menjebakmu pada permainan yang kau ciptakan sendiri. Namun kau tidak sadar bahwa kau telah terjebak, Sayang.

Kau tidak pernah sadar.

Pada satu masa yang lalu, kita berdiri di pinggir suatu kali. Pembicaraan kita masih sama, tentang impianmu untuk menjadi kaya raya. Waktu itu, kau sudah berani berupaya. Dengan bangganya kau memamerkan apa-apa yang sudah kau punya. Aku tersenyum mendengarkan ceritamu yang menggebu-gebu. Matamu, Sayang, waktu itu tidak sesayu malam ini. Matamu, Sayang, waktu itu bercahaya seperti kau tahu sebentar lagi saatnya akan tiba untuk kau menjadi kaya raya. Dan aku, waktu itu, menikmati kediamanku demi mendengar suaramu.

Kita telah sampai di kamar yang akan kau inapi malam ini, Sayang.

Sengaja aku mengantarmu masuk ke dalam. Aku tahu kau masih cukup sadar untuk sekedar berjalan dan mengontrol apa yang seharusnya dikontrol. Pun aku tahu aku sendiri masih cukup sadar untuk tidak melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Tetapi kita sedang bermain-main, bukan begitu, Sayang? Semestinya kita bersenang-senang saja dalam permainan yang kini sama-sama kita miliki.

Kau mengunci pintu kamar. Sekali, dua kali, anak kunci diputar. Aku menunggu. Kau masih dirimu yang dulu. Yang kukagumi masih dengan mata yang sama.

Tetapi kau tidak pernah sadar.

Siapa yang sebenarnya terjebak, aku tak lagi peduli. Sebab tubuhmu-lah yang menjadi perhatianku saat ini. Pun tubuhku-lah, dan hanya tubuhku-lah, yang menjadi perhatianmu saat ini. Sebab kau sudah menginginkannya sejak kita masih berada di lantai dasar tadi.

Namun aku sudah menginginkan dirimu sejak dulu.

Tetapi kau tidak pernah sadar.

Pada satu masa yang lalu, kita makan di suatu restoran. Pertama kalinya aku makan di tempat orang-orang kaya biasa makan malam. Aku terperangah membaca daftar menunya. Kau tersenyum memperbolehkan aku memesan apapun yang kumau. Senyummu meyakinkanku bahwa kau telah menggapai impianmu.

Aku menggigit bibir bawahku.

Kau terhenyak.

Aku pun terkejut.

Kita sama-sama terlempar ke satu masa yang lalu. Lebih lalu daripada kisah kita di restoran itu, lebih lalu daripada kisah kita di pinggiran suatu kali, bahkan lebih lalu dari kisah kita duduk di warung makan pinggir jalan. Kita terlempar ke waktu ketika kita pertama kali bertemu.

Waktu itu, aku adalah seorang anak perempuan kecil yang tak bisa lagi menangisi kematian neneknya—satu-satunya keluarga yang kupunya. Waktu itu, kau datang ke panti asuhan tempat aku tinggal sejak nenekku meninggal, sebagai seorang relawan. Waktu itu, kau menawariku mainan.

Kau pasti ingat, sebagaimana aku ingat, aku mengigit bibir bawahku ketika itu, ragu menerima mainan yang kau tawarkan. Tetapi kau dengan sabar tetap menyodorkan. Matamu meyakinkan.

Bertahun-tahun sudah terlewati waktu-waktu yang lalu itu. Aku bukan lagi adik perempuan kecilmu. Bahkan malam ini, matamu yang sayu itu semakin meyakinkanku bahwa kau menginginkan tubuhku. Perasaanku masih sama terhdapmu. Mataku masih mata milik kanak-kanak yang mengagumimu. Kau tahu itu. Kau tahu seperti aku tahu kau menginginkan tubuhku karena mata sayumu memberitahuku. Malam ini, permainan apalagi yang akan kita mainkan bersama, Sayang?

Kau memandangiku lamat-lamat. Dalam diam'mu menggangguku. Apalagi yang kau tunggu?

Jangan berlama-lama. Sebab malam segera pergi, dan pagi kan tiba sebentar lagi….sayang.




Tidak ada komentar

Posting Komentar

Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde