Ratusan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Melawan Lupa mengadakan acara syukuran 60 tahun Wiji Thukul bertajuk "Selamat Ulangtahun Wiji Thukul, Kau Dimana? di Galeri Nasional Gambir, Sabtu (26/8). Mereka kompak mengenakan kaos hitam bergambar Wiji Thukul dan bertuliskan Koalisi Melawan Lupa.
Berbagai rangkaian kegiatan dilakukan dalam acara ini. Mulai dari puisi hingga musik dibawakan oleh teman-teman penyair dan musisi yang pernah berjuang bersama Wiji Thukul. Salah satunya Usman Hamid, mantan aktivis yang saat ini menjabat Direktur Eksekutif Amnesty Internasional.
Mantan Aktivis Partai Rakyat Demokratik yang juga anggota Dewan Penasihat Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi), Wilson mengatakan acara ini dilakukan untuk memberikan pesan kepada penguasa bahwa kasus penculikan Wiji Thukul dan kawan-kawan belum selesai.
Perayaan 60 Tahun Wiji Thukul digelar oleh sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Melawan Lupa. |
“Iya sebetulnya itikad dari penguasa saja, karena sudah ada rekomendasi dari DPR tahun 2009, ada dua yang penting, salah satunya membentuk tim pencarian untuk aktivis yang hilang, tapi pak Presiden SBY tidak mau melakukan itu semua. Tinggal pak Presiden Jokowi, tidak berani melaksanakan rekomendasi DPR tersebut. Malah dia merangkul Prabowo Subianto,” katanya di lokasi.
Dalam kesempatan ini, Wilson juga menyinggung soal dukungan eks Ketum PRD, Budiman Sudjatmiko kepada Prabowo Subianto.
“Mungkin sebagai demokrat saya menghargai, tapi khusus Budiman Sudjatmiko ini berbeda selaku eks Ketum PRD (partai rakyat demokratik). Jadi secara moral, politik, bagaimana mungkin kamu merangkul capres yang menculik kawanmu sendiri,” tegasnya.
“Kami untuk sebagaimana pilpres sebelumnya. Ikohi memiliki sikap untuk jangan memilih penculik. Mengingat kehilangan paksa 98 ini juga sekaligus memperlihatkan sekaligus memperingatkan kepada publik bahwa pasti akan terulang lagi,” imbuh Wilson.
Sementara itu, Usman Hamid yang ditemui usai acara mengatakan bahwa perjuangan untuk mencari kebenaran dari kawan-kawan yang hilang harus terus digelorakan. Dalang dibalik operasi penghilangan para aktivis juga harus diusut tuntas.
“Saya kira banyak yang punya pertanyaan yang sama. Bagi saya mereka (aktivis korban penculikan) seperti bunga-bunga yang terpaksa layu. Tapi perjuangan untuk mencari mereka jangan berhenti,” tandasnya.
Nama Wiji Thukul dikenal publik berkat puisi-puisinya yang lantang mengkritik otoriterianisme Orde Baru dan tekadnya memperjuangkan hak kelompok marjinal.
Namun, Perjuangan Wiji Thukul membuatnya dihilangan paksa yang membuat keberadaanya tidak diketahui hingga kini. Sebelum menghilang, ayah dari Fajar Merah itu juga menjadi buronan yang membuat dirinya harus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat agar tidak ditangkap aparat.
Tidak ada komentar
Posting Komentar