Responsive Ad Slot

Inilah Kisah-Kisah Penipuan Terhadap Presiden Republik Indonesia

Tidak ada komentar

Rabu, 17 Mei 2023

 


Penipuan dengan segala modus yang dilakukan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab sangat banyak kita temui dewasa ini. Entah itu datangnya dari orang dekat kita ataupun datangnya dari orang yang tidak kita kenal. Kasus penipuan ini menyerang banyak orang yang tidak melihat apakah mereka kaum petinggi maupun masyarakat bawah. Disini kami akan ulaskan kisah petinggi negara yang hampir tertipu mentah mentah dan untungnya mereka adalah orang yang hebat, sehingga penipuan ini segera terungkap.

Soekarno
Raja Idrus dan Ratu Markonah. Kedua nama ini membuat geger Indonesia pada zaman presiden Soekarno. Waktu itu sekitar tahun 1950-an, Indonesia sedang berjuang membebaskan Irian Barat. Markonah berumur 50-an. Wajahnya lumayan menarik. Tapi ia memiliki cacat di matanya sehingga selalu memakai kaca mata hitam.

Pasangan suami-istri itu mengaku sebagai raja dan ratu Suku Anak Dalam, Sumatera. Mereka lantas menemui sejumlah pejabat dengan mengaku sedang melakukan muhibah ke sejumlah daerah di tanah air. Dengan dandanan yang meyakinkan, para pejabat pun menyambut dengan tangan terbuka atas kunjungan Raja Idrus dan sang permaisuri.

Hebatnya para pejabat memberikan sambutan yang luar biasa kepada mereka. Mereka dijamu, dielu-elukan, diajak foto bersama dan mendapat liputan media massa. Entah bagaimana ceritanya, kemudian ada seorang pejabat yang memperkenalkan sang raja dan ratu itu kepada Presiden Soekarno.

“Pejabat ini, saya nggak tahu namanya, menyampaikan ke Bung Karno, kalau Raja Idrus dan Ratu Markonah sudah seharusnya diterima di istana. Sebab raja dan ratu itu bisa membantu pembebasan Irian Barat,” jelas sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong saat berbincang dengan detikcom.

Kala itu Bung Karno memang sedang membutuhkan dukungan rakyat untuk membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda. Maka Soekarno pun mengundang Idrus dan Markonah ke Istana Merdeka. Di istana, tentu saja keduanya mendapat sambutan dan dijamu layaknya tamu terhormat. Tidak ketinggalan mereka juga diberi uang untuk misi membantu pembebasan Irian Barat. Bahkan diberitakan mereka menginap dan makan gratis di hotel selama berminggu-minggu.

Pertemuan Idrus dan Markonah dengan Bung Karno pun diberitakan media massa waktu itu. Koran Marhaen dan Duta Masyarakat waktu itu memasang foto pertemuan Markonah dengan Bung Karno. Di foto itu, Markonah dengan kaca mata hitamnya bersama sang suami berpose bersama Bung Karno. Di keterangan foto disebutkan, Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu pembebasan Irian Barat.

Namuan kenyataan sering kali tidak seindah harapan. Fakta berbicara lain tentang Raja dan Ratu unik tersebut. Idrus dan Markonah yang dianggap raja dan ratu yang bisa membantu Indonesia membebaskan Irian Barat ternyata hanya penipu kelas kakap. Kedok mereka terbongkat saat suami istri itu jalan-jalan di sebuah pasar di Jakarta.

“Saat itu ada tukang becak yang mengenali Idrus, karena Idrus itu ternyata tukang becak. Dari sinilah wartawan melakukan investigasi dan membongkar kedok penipu itu. Markonah ternyata seorang pelacur kelas bawah di Tegal, Jawa Tengah. “Lucu itu, presiden kok bisa tertipu,” beber Anhar Gonggong yang kemudian tertawa terkekeh.

Anhar menganalisa, Soekarno bisa tertipu Idrus dan Markonah karena ia sedang mencari dukungan rakyat untuk proyek pembebasan Irian Barat. Selain itu juga, karena sebagai pemimpin, Bung Karno ingin menunjukkan dirinya dekat dengan rakyat. “Itu penyakit pemimpin kita, selalu ingin kelihatan dekat dengan rakyat,” ulas Anhar. Skandal Idrus dan Markonah merupakan kasus penipuan nasional pertama yang dialami negeri ini dengan korban istana.

Suharto
Pada masa kekuasaan Presiden Soeharto, sekitar tahun 1970-an, seorang penipu ulung bernama Cut Zahara Fona, dari Aceh memiliki ide jenius. Cut Zahara Fona yang tidak tamat SD dan selalu mengenakan kain batik ini, mengaku bahwa janin yang dikandungnya bisa berbicara dan mengaji. Tentu saja, berita ini langsung menggegerkan masyarakat, terlebih karena mendapat pemberitaan luas di surat kabar dan majalah. Konon pengakuan Cut Zahara Fona ini berhasil mendongkrak tiras sebuah surat kabar terbitan ibukota yang setiap hari memberitakan isu ‘bayi ajaib’ yang dikandung  Cut Zahara Fona.

Masyarakat yang penasaran banyak yang tertaerik dan rela menempelkan kupingnya pada perut Cut Zahara demi untuk dapat mendengar  suara ‘bayi ajaib’ itu ketika berbicara atau mengaji. Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian rakyat biasa, bahkan banyak pejabat Negara  yang memercayainya, termasuk Wakil Presiden Adam Malik yang kemudian mengundang Cut Zahara ke Istana Wapres. Hebatnya, Menteri Agama KH Mohamad Dachlan merupakan salah seorang pejabat tinggi yang memercayai hal itu. Bahkan dia menyatakan bahwa Imam Syafi’ie  berada dalam kandungan ibunya selama 3 tahun.

Sepak terjang Cut Zahara Fona dan suaminya semakin menghebohkan, bahkan akhirnya dipertemukan oleh Sekretaris Pengendalian Pembangunan, Bardosono, kepada Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto,  di Bandara Kemayoran. Tapi saying, momen ini merupakan babak akhir pasangan suami istri ini dalam melakukan penipuan. Kejelian Ibu Tien Soeharto berhasil membongkar kedok penipuan ini, Cut Zahara selanjutnya digeledah, dan ternyata dibalik kainnya terselip tape recorder ukuran mini. Ternyata dari tape recorder itulah suara “janin mengaji” itu berasal.

KH. Abdurrahman Wahid
Pada masa pemerintahan mendiang KH. Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur, sempat terjadi penipuan yang ternyata dilakukan oleh orang terdekatnya yang merupakan tukang pijat pribadinya, Soewondo.

Merasa dekat dengan orang nomer satu di Indonesia saat itu, Soewondo nekat melakukan penipuan. Soewondo menipu Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Badan Urusan Logistik (BULOG). Tidak tanggung-tangguh, Soewondo dituduh telah melarikan uang yayasan hingga Rp 35 miliar. Walau sempat kabur, Soewondo akhirnya berhasil ditangkap dan divonis 3,5 tahun penjara.

Megawati  
Mungkin Anda masih ingat berita yang sempat heboh tentang harta karun di situs Batu Tulis, Bogor. Pada waktu itu Megawati yang menjabat sebagai presiden indonesia mendapatkan laporan tentang adanya harta karun tersebut. Akhirnya Menteri Agama, Said Agil Almunawar mengambil inisiatif untuk melakukan penggalian di situs tersebut karena menurutnya harta tersebut bisa untuk membayar semua hutang negara. Dan akhirnya Megawati pun memberikan restu (namun dibantah karena tidak ada memberi ijin) untuk melakukan penggalian situs tersebut. Namun ternyata harta tersebut tidak pernah ada dan memang tidak ada di sana. 

Susilo Bambang Yudoyono
Mantan Presiden Indonesia ini pernah ditipu oleh proyek Blue Energy. Kejadiannya bermula pada saat minyak gas menjadi langkah di Indonesia, yang kemudian ada seseorang yang memberikan terobosan yang mengejutkan bahwa dirinya bisa memproduksi air menjadi minyak mentah.

Proyek yang benama Blue Energy ini akhirnya menarik perhatian sang presiden untuk bisa merealisasikannya. Dari berbagai ahli telah mencegah hal ini karena mereka memang tau bahwa air sama sekali tidak bisa di konversi menjadi minyak mentah. Dan akhirnya memang penemuan ini memang tidak terbukti sama sekali. Pria asal Nganjuk ini menyombongkan dirinya sebagaiorang yang mampu memproduksi minyak mentah dari air. Dari minyak mentah ini Joko bisa menghasilkan bahan bakar sekelas minyak tanah dan avtur.

Presiden SBY mempercayai hal itu dan yakin penemuan itu bisa menjadi solusi di tengah makin meroketnya harga minyak. Namun sayang, ternyata informasi itu hanya bualan saja. Kabarnya kini Joko dilaporkan ke polisi dengan dugaan penipuan.

Semoga modus penipuan dengan cara apapun tidak terjadi lagi di dunia ini khususnya di Indonesia, tidak terjadi kepada presiden maupun masyarakatnya. Berhati hatilah mempercayai seseorang yang belum anda ketahui kebenaraanya karena penipu tidak akan memperlihatkan dirinya secara jantan.

Falsafah Panunggalan Dalam Ilmu Jawa

Tidak ada komentar

 


Wacana pemikiran ini dari ranah ‘panggraita pribadi’ dan ‘spiritual forecasting’ (penerawangan batin, istilah alm. Prof. Budyapradipta – UI). Karena itu lontaran wacana pemikiran saya perlu pengkajian dan penelisikan secara logic rasional lebih lanjut.


Wacana ‘panggraita’ saya ini berpijak kepada ‘jejak peradaban Jawa’ yang masih ada dan berlaku sampai saat ini, namum tidak/belum ada penelitian ilmiah akademik. Kalau toh ada, selalu dalam nuansa ‘kooptasi budaya/peradaban’ asing dan bermuara pada kesimpulan budaya/peradaban Jawa sebagai ‘turunan’ (derivate) budaya dan peradaban Hindu dan Islam. Dengan kata lain, Jawa tidak pernah berbudaya sebelum ‘tersebari’ budaya/peradaban India (melalui sebaran agama Hindu/Buda) dan budaya/peradaban Arab/Ngatas Angin (melalui sebaran agama Islam).


Anggapan kebanyakan peneliti Jawa dan ke-Jawa-an yang demikian terasa ‘menyakitkan’ mengingat adanya unsur-unsur budaya/peradaban Jawa yang bertingkat tinggi yang diabaikan dan tidak pernah ‘digarap’. Dengan kemampuan seadanya saya menekuni wilayah kebatinan untuk menggali jatidiri saya yang Jawa. Ketemunya adalah sistim atau falsafah Panunggalan sebagai dasar budaya dan peradaban Jawa. Unsur-unsur budaya/peradaban asli Jawa dimaksud adalah:


- Sistem Religi yang khas Jawa: ‘Sesembahan (Tuhan) tan kena kinayangapa nanging nglingkupi lan murbawasesa jagad saisine’ yang diikuti konsep Panunggalan: ‘Manunggaling Kawula Gusti’.


- Konsep ‘Sedulur Papat Kalima Pancer’ sebagai konsep panunggalan struktur roh yang tidak ada dalam ajaran agama apapun.


- Sistem penanggalan Jawa ‘Panunggalan’ yang mengandung ‘petung’ (analisis) keadaan ‘alam semesta’ sebagai dasar penentuan ‘ala ayuning dina’.
- Sistim pranata sosial dan sistim pemerintahan ‘Panunggalan’ yang berbasis budaya/peradaban ‘Agraris Pertanian Sawah/Padi’. Diantaranya berupa sistim ‘kabuyutan’ yang merdeka berdaulat namun saling mengikatkan diri dalam ‘panunggalan’ guna menggapai kesejahteraan bersama dan perdamaian antar komunitas. Jejak yang masih ada sampai saat ini berupa penggiliran keramaian pasar berdasar hari pasaran (Kliwon, Legi, Paing, Pon, Wage).


Ketika mencoba menelusuri seluk beluk hal-hal tersebut di atas, saya ketemukan suatu kenyataan bahwa semuanya didasarkan kepada suatu sistim atau falsafah ‘Panunggalan’ sebagai ‘turunan’ sistim yang membangun ‘alam semesta’. Antar semua unsur di alam semesta saling berhubungan secara ‘kosmis magis’ sebagaimana ‘hubungan antar jaringan sel dalam membangun tubuh manusia hidup’. Hubungan ‘kosmis magis’ tersebut dipurbawasesa Kang Murbeng Dumadi sebagaimana hubungan antar sel dalam jaringan tubuh manusia dipurbawasesa oleh ‘Ruh’ atau ‘Sang Urip’.


Sistem Religi Panunggalan

Berbagai pernyataan para ahli, Kejawen merupakan sinkretisme: Hindu-Islam-Kepercayaan Jawa. Demikian pula agama Syiwa-Buda di jaman Majapahit dikatakan sebagai sinkretisme agama Hindu Syiwa dan Budha. Wacana seperti itu yang (barangkali) membuat para ahli sejarah menyatakan bahwa Jawa dikatakan ‘bersejarah’ dimulai sejak masuknya budaya dan peradaban India. Masa sebelumnya dinyatakan sebagai ‘jaman prasejarah’ dengan kepercayaan animisme.


Tanda kepercayaan animisme disebutkan berupa tempat bersembah kepada arwah leluhur pada ‘bangunan berundak’. Wacana yang demikian menjadikan lahirnya pendapat umum bahwa Jawa belum ber-Tuhan ketika belum masuknya agama-agama dari Asia Daratan. Wacana yang demikian yang mengganggu pikiran saya sebagai orang yang terkodratkan sebagai ‘wong Jawa’. Karena itu, saya memasuki wilayah ‘penekunan kebatinan’ Jawa untuk mencari jawab terhadap pendapat ‘Jawa belum ber-Tuhan sebelum menerima sebaran agama-agama dari Asia Daratan.’


Pada petualangan dan penjelajahan di ranah penekunan kebatinan ini, saya bertemu dengan konsep falsafah ‘Panunggalan’. Kalimat pentingnya berupa “Manunggaling Kawula Gusti”. Sungguh mengejutkan bahwa pada konsep ini mengajarkan adanya ‘kesatuan’ antara ‘Dzat Tuhan’ dengan alam semesta berikut isinya, termasuk manusia. Makna pengertian mudahnya, ada ‘Dzat Tuhan’ (sebagai Gusti) pada diri manusia (sebagai Kawula). Dengan dasar pengertian awal yang demikian, maka saya pahami bahwa maksud ‘Manunggaling Kawula Gusti’ adalah upaya manusia mengoperasionalkan ‘kesadaran’ sebagai ‘kawula’ dalam berkontribusi ikut ‘menyangga’ panunggalan semesta. Dalam ranah ajaran Kejawen disebut ‘melu memayu hayuning bawana’.


Sedemikian rupa pengenalan saya terhadap sistim panunggalan hingga memahami struktur hubungan yang disebut dalam unen-unen ‘Manunggaling Kawula Gusti’ tersebut. Struktur hubungannya sebagaimana hubungan yang saya kenali sebagai hubungan ‘inti-plasma’ yang dalam istilah Jawa dinyatakan sebagai hubungan ‘pancer-mancapat’. Bangun hubungan dimaksud mulai unsur terkecil (misalnya: atom) sampai yang besar tak terhingga (misalnya: alam semesta). Semua terbangun dalam hubungan yang harmonis ‘inti-plasma’ atau ‘pancer-mancapat’.


Sistem religi yang demikian kiranya tidak kita ketemukan dalam ajaran agama apapun. Dan juga tidak bisa kita ketemukan ‘pakem’ panembah (ritual sembah) kepada Tuhan oleh manusia, karena adanya pengertian dan kesadaran bahwa manusia adalah ‘derivasi’ Tuhan. Yang dalam istilah Jawa dinyatakan: “Kawula iku rahsaning Gusti, Gusti rahsaning Kawula”. Oleh karena itu, ritual Jawa yang selama ini dianggap ritual sembah, ternyata merupakan ‘ritual panunggalan’ yang ditujukan kepada sesama ‘Kawula’ atau ‘titah dumadi’ ciptaan Tuhan. Ritual panunggalan dimaksud sebagai upaya mewujudkan keharmonisan (keselarasan) dalam hidup bersama. Baik sesama umat manusia maupun sesama ‘titah dumadi’ yang diciptakan dan ‘dikodratkan’ untuk tinggal bersama-sama di alam semesta.


Dengan demikian, sangat gampang dimengerti adanya anggapan Jawa terhadap semua ‘titah dumadi’ sebagai saudara sebagaimana disebut dalam ‘Wejangan Paseksen”: Yaiku wejangan jumenenge urip kita pribadi angakoni dadi “warganing Pangeran Kang Sejati” kinen aneksekake marang sanak sedulur kita, yaiku: bumi, langit, srengenge, rembulan, lintang, geni, angin, banyu, lan sakabehing dumadi kang gumelar ing jagad.


Pada masyarakat Jawa yang basis budaya dan peradabannya pada ‘pertanian sawah’, maka simbul ‘pusat kehidupan bersama’ adalah ‘patirtan’ (sumber mata air). Maka ‘ritual kehidupan bersama’ selalu berpusat kepada ‘patirtan’. Pada patirtan-patirtan diselenggarakan ritual yang diantaranya memberikan sesaji. Juga diberi penanda ‘kesakralan’ berupa patung ‘lingga-yoni’. Dan, memang merupakan kekhasan Jawa yang selalu memberi patung lingga-yoni pada tempat-tempat yang diposisikan ‘sakral’ atau kuat ‘pancaran enerji kosmis bumi’-nya.


Oleh suatu proses sejarah terjadi ‘penyebaran’ agama Hindu dan Buda dari India. Kedua agama tersebut kemudian dipeluk para elit yang ada di Jawa. Maka ada ‘proses’ kooptasi terhadap ‘Sistim Religi Jawa’ yang asli oleh agama Hindu dan Buda. Tempat-tempat sakral yang semula bertanda ‘patung lingga-yoni’ atau bangunan berundak di-Hindu-kan dan di-Buda-kan. Diantaranya dengan cara memisahkan patung lingga dari yoni, atau dijadikan bagian dari kompleks percandian.


Sebuah sistem religi asli tidak mudah hilang atau lenyap. Maka meskipun orang Jawa sudah banyak menjadi pemeluk agama-agama dari luar, realitas yang ada berupa ‘ritual’ atas dasar ‘panunggalan’ masih berjalan hingga saat ini meskipun sudah ada perubahan-perubahan. Diantaranya berupa ritual bersih desa, slametan kelahiran bayi, slametan pengantenan, dan slametan orang meninggal. Berbagai ‘ritual slametan’ tidak dikenal pada ajaran agama apapun.


Maka meskipun banyak anggapan/penilaian bahwa ‘slametan’ merupakan perbuatan syirik atau bid’ah, orang Jawa masih ‘ngeyel’ menyelenggarakan. Nampaknya tidak takut ancaman ‘neraka’ dan lebih takut mendapat ‘aral hidup’ ketika tidak mau menjalankan ‘ritual slametan’. Demikian pula ritual ‘bersih desa’ yang bermetamorfosa menjadi tradisi ‘Sadranan’ dan ‘Apitan’, sampai saat ini diselenggarakan banyak desa. Bersih desa berubah menjadi ‘bersih kubur’, upacara slametan ‘digiring’ dari patirtan ke kuburan kemudian ke halaman masjid dan ujung-ujungnya ‘diarahkan’ untuk ditinggalkan karena dianggap ‘bertentangan’ dengan ajaran agama. Sebagian desa sudah meninggalkan ritual itu namun sebagian masih menyelenggarakan karena takut mendapat ‘walat’ dari yang ‘mbau reksa’ desa.


Sistem Religi Panunggalan menyatakan bahwa ‘penciptaan’ alam semesta dari ‘antiga’ (bebakalan) yang kemudian dijadikan tiga unsur oleh ‘Kang Murbeng Dumadi’, berupa: bumi lan langit (materi), cahya lan teja (cahaya terindera dan yang tidak terindera). Dan Manikmaya (Ruh alam semesta, Sejatining Urip). Ketiganya merupakan ‘pangejawantahan’ (emanasi, derivasi) dari Kang Murbeng Dumadi. Manikmaya dijelaskan terdiri dari Hyang Manik dan Hyang Maya. Hyang Manik simbul ‘pengendali’ alam semesta, sedang Hyang Maya sebagai ‘pamomong’ jagad. Kedua Hyang tersebut yang kemudian mengendalikan dinamika alam semesta. Yang dalam pewayangan disimbulkan sebagaimana peran Bethara Guru dan Semar.

Sistim Religi Panunggalan sebagaimana saya uraikan, kiranya tidak sama dengan Hinduisme atau Budaisme, tetapi juga bukan animisme. Bahkan sangat jelas ekspresi ber-Tuhan (kesadaran religius) meski dianggap bukan agama. Dengan demikian, diperlukan kajian mendalam tentang ‘sistim religi Jawa’ sebelum divonis sebagai animisme.


Demikian pula perlu dikaji kembali tentang wacana memasukkan ‘sistim religi asli’ Jawa sebagai agama ‘Syiwa-Buda’ yang merupakan sinkretisme agama Hindu Syiwa dengan Buda. Panggraita saya, bahwa ‘sistim religi asli Jawa’ sedemikian rupa bisa ‘ngemot’ berbagai sistim religi sehingga dianggap sebagai ‘perpaduan’ agama Hindu Syiwa dengan agama Buda. Anggapan seperti itu, sangat jelas menggambarkan kalau orang Jawa (Nusantara) tak mengenal sistim religi sebelum mendapat sebaran agama Hindu dan Budha. 


Sementara bukti nyata di tengah masyarakat, setelah agama Hindu dan Buda surut dari bumi Jawa (Nusantara) tidak meninggalkan komunitas Hindu maupun Buda yang signifikan. Bahkan agama asli Bali yang semula bernama agama Tirta juga dinyatakan sebagai agama Hindu.


Kiranya banyak hal yang ‘bias’ terjadi dalam menilai sistim religi Jawa oleh para peneliti budaya, peradaban, maupun keagamaan. Bias-bias tersebut lebih banyak dikarenakan tidak tahu atau kesengajaan demi berbagai kepentingan, utamanya untuk ‘penjajahan’.


Sedulur Papat Kalima PancerAwal mula saya ‘tertarik’ dengan ‘falsafah panunggalan’ karena sering mendapatkan piwulang dan pitutur untuk selalu memule (memuliakan) ‘sedulur papat kalima pancer’. Suatu istilah yang begitu rumit untuk saya pahami karena yang dimaksud ‘sedulur papat kalima pancer’ adalah ‘struktur ruh’ manusia. Pancer adalah ruh manusianya, sedulur papat adalah ruh dari ‘ketuban, placenta, darah, dan puser’. Dinyatakan pula bahwa ruh ‘ketuban-placenta-darah-puser’ merupakan ‘penghubung spiritual’ ruh manusia dengan ruh alam semesta yang diperlambangkan dengan unen-unen ‘jumbuhing jagad cilik lan jagad gedhe’.

Penajaman piwulang tersebut menyatakan bahwa jumbuhing (hubungan spiritual) dimaksud atas kendali ‘Kang Murbeng Dumadi’ yang kemudian diperlambangkan sebagai ‘Manunggaling Kawula Gusti’. Maknanya, bahwa ‘panunggalan semesta’ (panunggalan jagad saisine termasuk manusia) dilingkupi dan di-‘purbawasesa’ oleh Kang Murbeng Dumadi (Tuhan).

Dalam banyak hal, sedulur papat kalima pancer ini maunya ‘diadobsi’ oleh beberapa ajaran agama. Tetapi tidak pernah ‘nyambung’ karena menjadi aneh. Dalam agama Hindu, sedulur papat maunya disamakan dengan 4 dewa penunggu ‘janin’ dalam kandungan. Dalam Islam sedulur papat ‘disamakan’ dengan 4 nafsu: Amarah, Luamah, Sufiah, Mutmainah. 

Bahkan di awal penyebaran Islam di Jawa ada upaya menyamakan 4 dewa dalam agama Hindu dengan 4 malaikat dalam khasanah Islam: Jibril, Mikhail, Israfil, dan Ijrail. Uniknya keempat nama malaikat tersebut ditulis dalam aksara Jawa nglegena sebagai: Jâbârâlâ, Mâkâhâlâ, Hâsârâpâlâ, dan Hâjârâlâ. Nama-nama malaikat Islam versi Jawa ini terdapat di ‘kepek pedalangan’ untuk ruwatan dan tertulis dalam aksara Kawi (Ngawi Gaib).


Dalam ajaran Jawa, yang disebut ‘sedulur papat kalima pancer’ itu sangat jelas dan membumi. Yang dimaksud adalah struktur roh manusia dan hubungannya dengan alam semesta. Ketika manusia (dan semua mahluk hidup) masih dalam kandungan atau berupa telur ‘dilengkapi’ sebentuk jaringan sel yang bersamaan terciptanya ketika terjadi ‘pembuahan’. Pada manusia atau binatang menyusui, jaringan sel itu berupa: air ketuban (kawah), placenta (ari-ari, aruman), darah dan tali pusat (puser). 


Semua jaringan sel itu berfungsi sebagai penghubung janin dengan alam semesta yang diwakili oleh ‘raga’ ibu/induk-nya. Ketika janin lahir menjadi bayi, tugas/fungsi fisik semua jaringan penyerta di rahim ibu/induk berakhir. Namun pada pandangan Jawa, yang berakhir itu Cuma bentuk fisik, sementara bentuk ‘ruh’ terus belanjut. Ruh-ruh jaringan penyerta terciptanya janin tersebut kemudian menyatu dan menjadi mancapat (plasma) bagi roh si mahluk yang sudah berpindah alam, dari kandungan ke bumi/alam semesta. 

Maka sebagaimana fungsinya dulu di dalam kandungan, maka ruh-ruh penyerta terciptanya tersebut juga menjadi penghubung ruh si mahluk dengan ruh alam semesta. Maka menjadi tidak mudah dipahami ketika ‘sedulur papat’ dimaksud disamakan sebagai ‘dewa’ (dalam hinduisme) atau malaikat (dalam teologi Timur Tengah). Lebih-lebih memposisikan bahwa ‘sedulur papat’ sebagai ‘utusan Tuhan’ atau disamakan dengan ‘empat nafsu’.


Barangkali yang mendekati makna ‘sedulur papat Jawa’ adalah ‘malaikat pribadi’ yang disebut novelis Paulo Coelho dalam beberapa cerita roman spiritualisnya….


Petung Panunggalan dalam Sistim Penanggalan
Kiranya hanya Jawa yang memiliki ‘sistim petung’ berdasarkan unsur-unsur penanggalan (kalender). Meski di Bali ada juga sistim petung tersebut yang disebut ‘Wariga’, namun sistim itu diakui berasal dari Jawa. Dan literatur rujukan ‘Wariga’ di Bali adalah ‘Lontar Medang Kamulan’ yang isinya cerita tentang Prabu Watugunung di negeri ‘Kundhadwipa’. (Sundha Dwipa ?)

Cerita itu merupakan catatan lahirnya wuku (pekan, minggu) dalam sistim kalender Jawa. Unsur-unsur (perabotan) wuku diantaranya yang terpenting: Pancawara (siklus 5 hari: Kliwon, Legi, Paing, Pon, Wage), Sadwara (siklus 6 hari: Tungle, Aryang, Wurukung, Paningron, Uwas, Mawulu), dan Saptawara (siklus 7 hari: Radhite, Soma, Anggara, Buddha, Wrahaspati, Sukra, dan Saniscara). Ketiga siklus (5,6,7) digabung menjadi satu dalam siklus wuku selama: 210 hari.


Siklus pancawara (5 hari) dan sadwara (6 hari) bisa dipastikan dari Jawa/Nusantara, karena tidak ada negeri atau bangsa lain mengenal perhitungan siklus itu. Meski belum bisa dipastikan siklus ‘saptawara’ berasal dari Jawa/Nusantara, namun ada jejak yang bisa untuk dikaji. Siklus perhitungan hari pada kenyataannya sudah dicantumkan dalam banyak prasasti maupun kakawin di Jawa/Bali.


Masyarakat Jawa basis budayanya adalah pertanian sawah maka sangat mengenal dinamika perubahan situasi dan kondisi alam karena ‘budidaya pertanian’ membutuhkan pengenalan perubahan-perubahan musim. Karena itu, di Jawa kalender yang digunakan bukan sebagai pencatat suatu kejadian semata, tetapi juga berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari.


Oleh karena itu, di Jawa dikenal adanya kalender ‘surya sangkala’ (solar, berdasar peredaran bumi mengelilingi matahari), kalender ‘candra sangkala’ (lunar, berdasar perdaran bulan mengelilingi bumi), dan kalender ‘Pawukon’ (petung, gabungan siklus Pancawara, Sadwara, dan Saptawara). Ketiga kalender Jawa tersebut digunakan secara terpadu pada prasasti atau kakawin.
Yang menarik, dalam petung kalender Pawukon, masing-masing unsur ditempatkan pada posisi (dunung, Jw.) yang mengikuti ‘sistim panunggalan’, pancer-mancapat (inti-plasma), diantaranya:


Kiblat & Pancer untuk Pancawara & Saptawara :
Lor
Wage
Rebo & Kemis
|
|
Kulon _________ Tengah ___________ Wetan
Pon Kliwon Legi
Senen & Selasa Jumuwah
|
|
Kidul
Paing
Saptu & Minggu (Ahad)
Dununging (Posisi) Wuku :
Utara
8 Warigagung, 18 Marakeh
28 Kulawu
Barat Laut Timur Laut
5 Tolu, 15 Julungpujut, 1 Shinta, 11 Galungan,
25 Bala 21 Maktal
Atas 7 Warigalit, 17 Kuruwelut,
27 Wayang
Barat Timur
2 Landhep, 12 Kuningan 10 Sungsang, 20 Madhangkungan
22 Wuye 30 Watugunung
Bawah
4 Kurantil, 14 Mandasiya
24 Prangbakat
Barat Daya Tenggara
9 Julungwangi, 19 Tambir, 3 Wukir, 13 Langkir,
29 Dukut 23Manail
Selatan
6 Gumbreg, 16 Pahang
26 Wugu


Penempatan posisi (dunung) Weton (Pancawara & Saptawara) dan Pawukon pada sistim panunggalan merupakan panduan untuk menghitung (petung) yang berkaitan dengan wariga (ala ayuning dina). Dan posisi (dunung) dimaksud sesuai dengan arah posisi berbagai benda angkasa yang dipandang dari ‘posisi tengah’, Nusa Jawa. Bukan dari India atau China. Dengan demikian, petung kalender Panunggalan semakin pasti berasal dari Jawa. Dan dikarenakan menurut dongeng atau lontar-lontar yang terwariskan, petung kalender tersebut lahir di Negeri Medhang Kamulan, maka boleh disebutkan bahwa falsafah/sistim panunggalan adalah warisan Medhang.


Panunggalan Pranata Sosial dan PemerintahanPiwulang Kejawen ‘Panunggalan’ ini kemudian ‘diturunkan’, ‘diekspresikan’, dan ‘melandasi’ semua pakem (ajaran) ‘lakuning urip’ wong Jawa. Bahwa pada hubungan antara ‘pancer’ (inti) dengan mancapat (plasma) bersifat ‘kosmis-magis’. Sangat sulit dijelaskan namun riil nyata. Pengibaratannya: hubungan semua unsur alam semesta sebagaimana hubungan antar jaringan sel dalam membangun ‘manungsa urip’. 

Yang mampu saya tarik makna pemahamannya, bahwa ekspresi dan landasan budaya/peradaban Jawa mengutamakan ‘nilai rukun’ dan ‘nilai selaras’ (harmoni). Yang seperti ini bukan hanya ada di ranah wacana (teori) semata, tetapi diujudkan dalam praktek kehidupan. Misal dalam membangun sistim ‘pemerintahan yang teratur’ maka sel-sel unsur panunggalan berupa ‘kabuyutan’ (paradesa) yang merupakan daerah perdikan (merdeka berdaulat), namun saling ‘berhubungan’ dengan azas : ‘kesetaraan’, ‘perdamaian’, dan menuju kepada ‘kesejahteraan bersama’.


Membangun sistim pemerintahan yang teratur yang menuju kesejahteraan diekspresikan dengan cara membangun sistim pranata sosial ekonomi yang mampu mencakup seluas-luasnya wilayah. Maka di Jawa ada sistim ‘penggiliran keramaian pasar’ yang menggunakan kalender khas Jawa, ‘Pasaran’ (Kliwon, Legi, Pahing, Pon, Wage). Azas panunggalan juga diterapkan dalam membangun jaringan pasar ini. Pada umumnya (jaman dahulu), pusat komunitas (misal ibukota Kabupaten) hari pasarannya Kliwon. 

Hari pasaran lain digunakan untuk keramaian di pasar-pasar sekeliling (pasar plasma) pusat komunitas. Namun ‘pasar plasma’ tersebut juga merupakan ‘plasma’ jaringan pasar dari pusat komunitas lain. Contohnya: pasaran Legi di Prambanan merupakan plasma dari jaringan berpusat di Kliwon untuk Klaten, Kliwon untuk Wonosari Gunung Kidul, dan Kliwon untuk Bantul Yogya. Pasaran Wage di Pedan merupakan plasma Kliwon Klaten, Delanggu dan Wonosari Gunung Kidul. Pasaran Pon Ambarawa merupakan plasma dari pusat komunitas (Kliwon) di Salatiga, Magelang, dan menuju Semarang (kalau masih ada).


Meski masih pengamatan (butuh pembuktian) bisa dipetakan bahwa sistim penggiliran hari pasaran tersebut merupakan ‘jejaring’ kegiatan pasar (ekonomi) yang cerdas, demokratis, dan ‘tahan banting’ (sampai saat ini masih berjalan). Pengamatan selanjutnya, jejaring pasar tersebut mencakup wilayah hulu (pedalaman) hingga ke hilir (bebandaran, pesisir). Dengan demikian, di peradaban Jawa sejak kuno sudah memiliki sistim pranata sosial ekonomi yang ‘canggih’. Adanya jaringan pasar sudah pasti ada jaringan sarana dan prasarana transportasi. Maka kemungkinan pembangunan jalan raya Daendels pada dasarnya sekedar melakukan pengerasan jalan dan membangun jembatan untuk menggantikan ‘jembatan tambang’ (penyeberangan) sungai saja.


Demikian pula, bisa dipahami adanya keramik Cina dan kaca Persia di Prambanan (pedalaman Jawa) karena sudah sejak jaman kuno ada jaringan pasar dan transportasi tersebut.


Hari Pasaran (Kliwon, Legi, Pahing, Pon, Wage) adanya hanya di bumi Jawa yang saya berpendapat adalah wilayah budaya dan peradaban ‘Medhang Kamulan’. Maka meskipun penggiliran hari pasaran (pancawara) dikenal di Bali, Sundha, dan tempat lain di Nusantara, akan kita ketahui sumbernya selalu menyebut nama negeri ‘Medhang Kamulan’. Yang nyata tertulis ada di Bali, yaitu pada ‘Lontar Medhang Kamulan’. Meski perkembangannya disinergikan dengan Hindu (budaya dan peradaban India), kenyataan yang terwariskan sampai sekarang hari pasaran asal Jawa di Bali itu berbahasa Jawa Kuna. Tidak ada yang berbahasa Sanskerta atau bahasa India lainnya.


Peradaban yang sudah mengenal adanya pasar untuk bertransaksi merupakan peradaban yang maju dan ‘teratur tertib’. Karena adanya pasar sebagai tempat bertransaski merupakan faktor penting untuk mengurangi kesenjangan antar komunitas. Dampak selanjutnya menghilangakan kecenderungan akan terjadi konflik komunitas karena ada distribusi kesejahteraan. Maka dimungkinkan Jawa pada jaman dulu tidak mengenal ‘peperangan’ sebelum hadirnya sistim kerajaan yang diadobsi dari Asia Daratan. Untuk itu bisa diselisik bunyi prasasti yang kebanyakan memberikan pembebasan upeti kepada suatu ‘shima’ (kabuyutan) dikarenakan telah berjasa kepada kerajaan. Diantara jasa tersebut, memberikan lahan untuk didirikan tempat peribadatan agama tertentu. Bolehkan itu kita terjemahkan sebagai ‘penjajahan budaya’?

Sekelumit tulisan saya tentang Falsafah Panunggalan kiranya bisa menggugah kita, para lajer Jawa, untuk menelisik ulang tentang sejarah peradaban yang ada di ranah Jawa. Rasanya masih banyak yang masih merupakan misteri dan tidak pernah ada yang tertarik untuk meneliti. Karena itu banyak hal-hal yang butuh ‘klarifikasi ilmiah’ yang inti pokoknya : “Benarkah Jawa itu bersejarah setelah menerima sebaran budaya dan peradaban India ?“

Wacana bahwa budaya dan peradaban Jawa ‘turunan’ India didasarkan pada penemuan prasasti yang tertua berbahasa Sanskerta dan beraksara Devanagari. Sementara prasasti berbahasa dan beraksara Jawa Kuna (Kawi) selalu dianggap lebih muda. Hal ini menarik untuk dikaji, mengingat adanya keganjilan-keganjilan sebagai berikut:


1. Penyebaran bahasa Sanskerta dan aksara Brahmic India mengarah ke Tenggara saja. Adakah penyebaran ke Barat (Persia, Yunani, Timur Tengah) dan ke Timur (China) ? Kalau tak ada jejak penyebaran ke arah Barat dan Timur, maka India bukan episentrum penyebaran budaya dan peradaban, tetapi sebagai penerima sebaran yang berepisentrum di wilayah lain. Wilayah itu pastilah suatu wilayah yang orang-orangnya mampu melanglang buana dengan kapal/perahu. Nusantara merupakan kemungkinan terbesar sebagai episentrum budaya dan peradaban umat manusia sedunia. Maka Bahasa Sanskerta dan aksara Brahmic yang sebenarnya mengadobsi dari bahasa dan aksara bangsa-bangsa bahari yang pasti lebih mampu melanglang buana tersebut.


2. Bahasa Jawa Kuna selalu dinyatakan sebagai ‘turunan’ bahasa Sanskerta, mungkinkah wacana itu dibalik ? Bahasa Sanskerta merupakan turunan dari bahasa Jawa Kuna yang ternyata pernah eksis di seluruh Asia Tenggara. Bahwa sejak jaman kuno, bangsa Nusantara adalah bangsa bahari yang pasti mampu melakukan penjelajahan samudra, sementara bangsa India tidak mampu melakukan itu.


3. Peninggalan bangunan-bangunan kuno di Jawa berupa candi-candi perlu diteliti ulang kemungkinannya merupakan bangunan peribadatan asli agama di Jawa bukan Hindu atau Budha dari India. Kasusnya bisa merujuk ke agama Hindu Bali yang ketika didaftarkan ke Kementerian Agama RI dengan nama ‘Agama Tirta’. Tetapi diputuskan dengan nama ‘Hindu Bali’, mengapa?
Demikian tulisan panggraita saya dan mohon kiranya untuk bisa dibawarasa dengan baik bagi yang berkenan. Semoga bermanfaat,Matur Nuwun. 


Penulis : Ki S Mandali ( Supranaturalist )

 

Maksud Hati Wisata ke Pantai...Malah Ketemu Jathilan !

Tidak ada komentar

 

Pentas seni tradisional seperti jatilan kini masih menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat. Hal ini yang terbukti dalam gelaran pentas seni yang dilangsungkan di Pantai Baru Poncosari Srandakan Bantul, Minggu yang lalu.

Kehadiran jatilan tersebut sebagai salah satu dari sebagian peserta pentas seni yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata DIY. Adanya pentas seni ternyata menjadi daya tarik bagi wisatawan luas.

“Saat kami sekeluarga berkunjung ke pantai ternyata ada pentas seni. Ini sangat memberi hiburan. Khususnya bagi kami yang lama tak menyaksikan pentas jatilan,” ujar Suwardi (47) warga Wirobrajan Yogyakarta kepada  The Jogja, usai pentas.

Seperti diketahui sebelumnya, Dinas Pariwisata mengadakan pentas seni untuk mengangkat pariwisata di DIY. Kali ini pentas dipusatkan di wilayah Bantul. Selain pentas jatilan, dalam kesempatan itu ada pentas tari sampai penampilan band-band koesplus'an.

Tembang Gundul Gundul Pacul : Makna dan Filosofinya

Tidak ada komentar

 


Sebuah lagu tradisional populer dari Jawa Tengah berjudul “Gundul Gundul Pacul” .Lagu ini merupakan ciptaan salah seorang Wali 9 penyebar agama Islam di Jawa yaitu Sunan Kalijaga. Tembang Jawa ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga yang  mempunyai arti filosofis yang dalam & sangat mulia.

Sebelum kita mengenal siapakah Sunan Kalijaga. Inilah lagu pertama « Gundul Gundul Pacul ».   Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta, beliau adalah salah satu murid Sunan Bonang yang juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Beberapa lagu suluk (karya sastra tasawuf)  ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Selain itu, beliau juga yang menciptakan baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.  Pemirsa Lirik utama dari lagu Gundul-gundul Pacul adalah : Gundul Pacul Gembéléngan, Nyunggi Wakul Gembéléngan, Wakul Ngglimpang  Segané Dadi Sak Latar. Gundul artinya  adalah kepala botak tanpa rambut.

Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang.
Sedangkan Pacul: adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat. Pacul adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani sehingga Gundul Pacul artinya bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Gembéléngan artinya: besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya. Nyunggi Wakul artinya: membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya. Pemimpin mengemban amanah penting membawa bakul dikepalanya. Wakul adalah simbol kesejahteraan milik rakyat, Kekayaan negara, sumberdaya, Pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya. Jika pemimpin masih gembéléngan (melenggak-lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main). Akibatnya; Wakul ngglimpang segané dadi sak latar ( Bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana)  maksudnya sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik.

Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban amanah rakyat.
  Mereka yang dibesarkan di Jawa, khususnya Jawa Tengah pasti tak asing dengan tembang Ilir-Ilir ciptaan Sunan Kalijaga ini. Melodi yang lembut, syair yang bermakna kuat menuai banyak simpati dan menjadikan lagu ini bagian dari folk music yang banyak digemari. Bagi anak-anak  ilir-ilir lebih dipahami sebagai tembang dolanan. Sekalipun mungkin mereka tidak begitu paham siratan maknanya.

Polisi Cantik Yang Mencuri Perhatian

Tidak ada komentar

 



P
emirsa, jika bicara tentang polisi atau aparat keamanan suatu negara, terbesit dalam pikiran kita adalah sosok laki-laki bertubuh tegap, tinggi, kekar dan tegas. Tetapi ternyata tak semua polisi kental dengan sosok yang militan. Di Indonesia, kita mengenal ada banyak polisi-polisi wanita yang cantik. Tak hanya cantik, mereka juga tegas dan berdedikasi. Sebut saja Briptu Eka.

Rupanya di belahan dunia lain sosok-sosok polwan cantik pun berhasil mencuri perhatian. Halixian Yimingjian contohnya. Yimingjian adalah seorang polisi wanita yang setiap hari bertugas di Urumqi, Xinjiang.

Kehidupan wanita keturunan Mongolia ini memang tak lepas dari dunia kepolisian. Dilansir oleh en.rocketnews24.com, sang ayah dan delapan orang saudaranya adalah polisi, begitu pula dengan sang suami. Tak heran, saat dewasa ia pun memilih jalan hidupnya bekerja sebagai aparat yang menjaga keamanan negara.

Melihat sosoknya yang cantik dan anggun, mungkin tak ada yang menyangka Yimingjian adalah polisi yang bekerja siang-malam di jalan untuk menjaga keamanan kota. Kesibukannya ini tak lantas membuatnya lupa akan keluarga. Sang suami bertugas di luar kota dan pulang hanya sebulan sekali. Untuk menjaga komunikasi, Yimingjian dan sang suami memanfaatkan internet dan berbagai teknologi untuk saling berkirim kabar. Seems like distance matters very little to them.

Kini Yimingjian menjadi populer di jagad internet berkat wajah cantiknya yang selalu tampil ceria. Selain kecantikannya, ada hal lain yang menginspirasi kita dari sosok Yimingjian adalah sekalipun tugas berat yang diemban, keluarga tetap menjadi prioritas utama yang tak bisa tergantikan dengan hal lain.
 

KATAKAN SEJUJURNYA

Tidak ada komentar

 



aku melihatmu sedang berdua
dengan seseorang disana
kau nampak riang bercanda
tersenyum tertawa bahagia

aku sekedar ingin tahu
siapa sebenarnya lelaki itu
sebab aku tak mengenal dia
kau tak pernah menyebut nama

kau bilang dia teman biasa
sudah lama tak pernah berjumpa
tapi dalam hati kecilku ragu
apakah aku bisa mempercayaimu

tak perlu aku menjelaskan lagi
apa makna sebuah cinta sejati
kaupun sudah cukup lama mengenalku
sejauh mana perasaanku tercurah untukmu

andaikan kau bisa mengukur dalamnya samudera
bandingkan saja dengan cinta didalam hatiku
bila kau mampu menghitung bintang diangkasa
sebanyak itu pula aku menyimpan asa untukmu

janganlah kau berpikir bahwa aku cemburu
karna aku telah serahkan sepenuhnya padamu
akupun juga tak ingin berprasangka
karna kita butuh untuk saling percaya

kini kau berada tepat didepanku
coba tatap mataku sekarang juga
pegang erat kedua tanganku
dan katakan dengan sejujurnya

bila kau sudah bosan bersama
tak perlu kau merasa ragu
katakan saja sejujur-jujurnya
agar alam semesta menjadi tahu

jangan karna kau merasa kasihan
melihat wajahku yang pucat pasi
didera sejuta tanya dan keraguan
semenjak kau tak seperti dulu lagi

aku berusaha untuk tetap tegar
jawaban apapun yang akan kudengar
katakan saja sejujurnya
aku sudah siap menerimanya

kulihat bibirmu membisu
lidahmu nampak kelu
tak mampu berucap kata
walau satu kalimat saja

wajahmu kemudian tertunduk pasrah
kedua sudut matamu nampak basah
menahan sejuta rasa bersalah
tak mengerti kemana kau melangkah

aku tahu kau masih mencintaiku
hal yang sama juga aku lakukan
kudengar lembut isak tangismu
menyadari semua kekhilafan

secuil kata maaf terucap darimu
karna kau telah membuatku kecewa
tapi yang kuinginkan bukan itu
asalkan kau tak mengulanginya

bila memang kau masih ingin bertahan
untuk menjaga keutuhan cinta kita
yakinlah bahwa aku tetap mencintaimu
kau dan aku akan terus bersama
sampai ajal memisahkan kita

_____***_____

Cara bersetubuh Menurut Islam

Tidak ada komentar

Cara bersetubuh yang menyenangkan tidak selalu benar secara etika maupun estetika dalam Islam karena tidak semua teknik dan gaya bercinta yang banyak dipraktekkan orang saat ini sesuai dengan syariat yang diajarkan Nabi.


Bercinta adalah salah satu aktifitas suami istri yang tentu saja seperti semua sendi-sendi kehidupan juga diatur oleh syariat Agama dan tentu saja harus dipatuhi.

Islam hadir membawa syariat untuk mengatur kehidupan manusia agar lebih teratur dan beradab, termasuk dalam urusan percintaan agar anak-anak yang dilahirkan menjadi anak yang sholeh.

Saat ini ada banyak sekali buku teknik bercinta yang beredar bebas di masyarakat. Buku-buku tersebut sebagian besar memberi informasi tentang cara bersetubuh yang menyenangkan saja, sehingga sebagai muslim, keberadaan informasi seksual seperti itu perlu difilter.

Dalam Islam, seks tidak hanya urusan puas atau tidak puas belaka, dalam beberapa ayat dan hadis, telah dijelaskan bahwa hubungan seksual antara suami istri dalam Islam adalah ibadah. Sehingga hubungan seksual dalam Islam bukan hanya soal cara bersetubuh antara suami dan istri tetapi juga memiliki dimensi spiritual.

1. Posisi Seks Dalam Islam

Sepeti diketahui, ada ratusan posisi seks kamasutra yang bisa dengan mudah orang pelajari saat ini. Mulai dari posisi pria di atas, wanita di atas, posisi doggy style, dan lain sebagainya. Kesemua posisi seks tersebut berfungsi variasi agar aktifitas seksual tidak membosankan.

Dalam Islam, tujuan hubungan seks tidak sekedar bersenang-senang belaka atau sekedar melepaskan hasrat seks tapi juga sebagai alat untuk menjalankan fungsi reproduksi. Sehingga posisi seks yang benar dalam Islam adalah posisi yang dapat mempermudah jalannya aktifitas reproduksi tersebut.

Sebagai contoh, dalam Islam lebih diutamakan melakukan posisi seks laki-laki di atas ketimbang wanita di atas sebab posisi pria di atas akan lebih memudahkan sperma membuahi sel telur sehingga terjadi kehamilan.

2. Oral Seks Dalam Islam

Oral seks adalah aktifitas seks non penetratif yang melibatkan lidah dan mulut untuk merangsang organ vital lawan jenis. Pada sebagian orang, oral seks termasuk aktifitas seks yang menjijikkan dan menyerupai binatang, tapi bagi beberapa yang lain oral seks adalah sebuah aktifitas seks alternatif yang menyenangkan. 

Bagaimana Islam memandang oral seks?

Sampai saat ini tidak ada larangan dan anjuran dalam Islam mengenai boleh tidaknya melakukan oral seks kepada pasangan. Ketiadaan nash atau dalil yang mengatur soal oral seks membuat banyak ulama Islam yang berbeda pendapat, ada yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkan.

Ulama yang membolehkan oral seks dalam Islam mendasarkan pendapatnya pada Al Auran Surat Al Baqarah ayat 223, yang menyatakan bahwa wanita (istri) adalah ladang bagi suami yang boleh didatangi dari mana saja. Ulama lain memberi label makruh dan haram oral seks dengan alasan menjijikkan dan melakukannya tidak termasuk dalam ciri orang beriman yakni menjaga kemaluannya, termasuk jika dalam melakukan seks orang terdapat madzi atau air mani yang tertelan.

3. Adab Cara Bersetubuh Dalam Islam

Islam adalah Agama yang memberi tuntunan agar semua muslim bisa merasakan kebahagiaan dunia dan akhirat. Bersetubuh dalam Islam memiliki aspek etika dan estetika yang bertujuan untuk memberi kepuasan raga dan kenikmatan jiwa.

Berikut ini beberapa adab cara bersetubuh yang benar dalam Islam:

A. Foreplay

Seorang suami harusnya memulai seks dengan bersenda gurau, merangkul, memeluk dan mencium mata istrinya. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa ada pahala yang besar bagi suami yang menggauli istrinya dengan baik.

“ Barangsiapa memegang tangan istri sambil merayunya , maka Alloh Swt , akan menulis baginya 1 kebaikan dan melebur 1 kejelekan serta mengangkat 1 derajat , Apabila merangkul , maka Alloh Swt , akan menulis baginya 10 kebaikan melebur 10 kejelekan dan mengangkat 10 derajat , Apabila menciumnya , maka Alloh Swt , akan menulis baginya 20 kebaikan , melebur 20 kejelekan dan mengangkat 20 drajat , Apabila senggama dengannya , maka lebih baik daripada dunia dan isi-isinya “

Foreplay atau pemanasan sebelum melakukan penetrasi seksual bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang positif antara suami dan istri. Dengan foreplay yang benar dan cukup maka aktifitas seks akan lebih menyenangkan dan memuaskan kedua pihak.

B. Berhias Diri

Baik suami maupun istri memiliki kewajiban untuk berhias diri atau memperbaiki penampilan sebelum bertemu pasangannya. Dalam Islam, para suami diharapkan membersihkan dan membuat harum mulutnya agar istri semakin cinta. Begitu pula sebaliknya, para istri diwajibkan berhias, memakai parfum dan mempercantik diri ketika akan bertemu suaminya.
Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda:
“ Sebaik-baiknya wanita adalah wanita yg harum baunya dan sedap masakannya “
Para wanita muslim juga disunnahkan menggunakan celak pada kedua matanya dan mempercantik tangannya dengan daun pacar.

C. Tidak Telanjang Bulat

Cara bersetubuh dalam Islam mengajarkan estetika yang sangat dalam. Berbeda dengan kitab-kitab seksual di agama lain, dalam Islam dilarang bersetubuh sambil telanjang bulat. Rosulalloh,Saw Bersabda:

“ Apabila kalian melakukan senggama dengan istrinya , maka jangan telanjang seperti telanjangnya himar “

D. Sholat Sunnah 2 Rakaat Sebelum Bersetubuh

Islam menganjurkan suami dan istri yang akan melakukan hubungan seks untuk sholat sunnah dua rakaat agar aktifitas seks yang dilakukan berada dalam rahmat Allah dan dijauhi oleh syetan. Dalam sebuah hadis, Nabi bahkan memerintahkan suami untuk menyuruh istrnya sholat dibelakang mereka sebelum bersetubuh.

E. Tidak Berhubungan Seks Saat Istri Haid

Meskipun beberapa dokter menyebut seks ketika menstruasi tidak berisiko tapi dalam Islam, Nabi jelas-jelas menyebutnya sebagai kotoran dan harus dihindari. Oleh karena itu para suami hendaknya tidak bersetubuh atau mendekati istrinya saat sedang haid sampai sang istri suci kembali.

Cara bersetubuh yang benar dalam Islam mengutamakan aspek etika dan estetika dengan tidak melupakan aspek indrawi seperti posisi bercinta dan teknik lainnya. Seks yang benar adalah ibadah dan akan mendapat pahala dari Allah, sementara seks yang tidak benar akan mendapat dosa dan kemalangan di hari akhir nanti.

Demikian beberapa informasi mengenai cara bersetubuh dan teknik bercinta yang benar dalam Islam. Semoga bermanfaat.

8 Hal Ini Bisa Membunuh Gairah Anda

Tidak ada komentar


Gairah seks adalah salah satu hal penting dalam kehidupan seseorang. Dan ternyata urusan yang satu ini tak hanya bergantung pada kondisi fisik  seseorang tetapi juga gaya hidup dan kondisi mental mereka. 


Dan berikut delapan hal yang bisa membunuh gairah seseorang: 

1. Pola makan yang buruk

Ini bukan jumlah makanan yang Anda telan, tetapi jenis makanan Anda setor ke dalam perut. Sering mengonsumsi makanan instan bisa mematikan gairah. Jadi mulai kini makanlah makanan sehat untuk mendongkrak gairah Anda.

2. Kurang olahraga

Gairah seks seseorang dipengaruhi hormon, ototbdan sistem sirkulasi darah. Jika tiga hal ini berjalan ideal maka akan berbanding lurus dengan gairah seks seseorang. Jadi, jika ingin kehidupan seks Anda menjadi sehat, salah satunya adalah dengan rajin berolah raga. 

3. Kurang tidur

Kurang tidur akan membuat seseorang merasa lelah, dia juga tidak memiliki cukup neergi agar badannya berfungsi secara optimal. Hal ini juga berlaku pada gairah seks, bagaimana seseorang bisa bergairah jika ia terus menerus merasa lelah. 

4. Stres

Sedikit stres memang bisa memicu gairah, tetapi stres yang kronik bisa mematikan gairah seseorang. Jadi rawat kesehatan seks Anda dengan mengelola stres, salah satunya dengan mengambil kelas meditasi. 

5. Banyak mengeluh

Siapa yang ingin tidur dengan orang yang suka mengeluh. Mengungkapkan uneg-uneg memang normal, jadi jika berlebihan bisa membunuh gairah pasangan. 

6. Main terlalu aman

Mungkin cara ini membuat Anda nyaman, tetapi terlalu aman kadang menimbulkan kebosanan. Jadi sesekali bertingkahlah nakal untuk selingan. 

7. Berpikir negatif tentang diri sendiri

gairah seks tak hanya masalah fisik, tetapi juga mental. Jika Anda mengatakan pada diri Anda sendiri tak seksi maka itu akan mempengaruhi gairah Anda di atas tempat tidur. Jadi mulai sekarang, selalu berpikir positif tentang diri Anda. 

8. Malas belajar

Kita perlu untuk merasa terlibat dan tumbuh dalam hidup kita. Jika Anda tak belajar mengenal tubuh dan pikiran Anda, jangan harap gairah Anda akan tumbuh. (bodyandsoul.com.au)

Doa Agar Suami Makin Sayang dan Tidak Selingkuh

Tidak ada komentar

 


Istri mana yang ingin diselingkuhi oleh suaminya? Bisa dipastikan bahwa tidak ada satu pun perempuan yang ingin suami tercintanya selingkuh dan berkhianat padanya. Bagi sebagian besar perempuan, kesetiaan pasangan adalah hal yang paling berarti di hidupnya. Kesetiaan dari pasangan juga sebuah kunci langgengnya hubungan terutama pernikahan. 

Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kesetiaan suami padamu Sahabat Fimela. Selain sikap dan perlakuanmu padanya, kamu juga penting mendoakan suami. 

Mengutip dari laman sumber Islam, ada doa yang dianjurkan untuk dibaca agar suami makin setia. Doa ini bisa mencegah suami tergoda rayuan perempuan lain di luar sana. Doa ini juga menguatkan keteguhan suami agar menghindari perselingkuhan. 

Doa Agar Suami Setia

Inilah doa agar suami makin mencintaimu dan menundukkan pandangannya atas perempuan lain di luar sana. 

“Allahumma anta khasbi 'ala zauji 'aththif qolbahu 'alayya wa sakhkhirli qolbahu wa dzallilhu li wa khabbibni ilaihi khatta ya'ti ilayya khodli'atan dzalilatan min ghoiri mahlatin wasyghulhu bi mahabbati innaka 'ala kulli syaiin qodir.”


Artinya: Ya Allah, Engkau cukup bagiku sebagai penolong atas suamiku, lembutkan hatinya padaku, palingkan hatinya padaku, tundukkan hatinya padaku, dan jadikan aku mencintainya sehingga dia datang padaku dengan tunduk tanpa menunda-nunda, sibukkanlah dia dengan mencintaiku, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Sementara itu, ini merupakan doa agar suami setia  atas kuasa Allah SWT. 

“Walqoytu a’laika mahabbatam minii wa litusna’a ‘alaa ‘aini.”

Artinya: Aku telah memberikan kepadamu sebuah kasih dan sayang yang datang dari-Ku, dan agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku. (QS Thaha ayat 39).

Mengenai doa di atas, istri bisa membacanya setiap selesai salat lima waktu. Doa-doa di atas juga bisa dibaca saat istri mendirikan salat tahajud atau salat sunah lainnya. Semoga informasi ini bermanfaat. 


Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde