Masyarakat Jawa-Suriname sedang hajatan |
Masyarakat Jawa di Suriname |
Wanita Jawa Suriname sedang jalan-jalan |
Masyarakat Jawa-Suriname sedang hajatan |
Masyarakat Jawa di Suriname |
Wanita Jawa Suriname sedang jalan-jalan |
Sales Promotion Girl |
Foto kenangan Whitney, ayah dan adiknya |
"Aku tidak paham, mengapa hal buruk selalu terjadi pada orang baik'', demikian tulisan Whitney saat memosting foto ini | Foto: copyright instagram.com/whitneey_m |
Di masa yang akan datang, aku akan mencintai seorang pria. Dan suatu saat, aku benar-benar akan menikah dengannya. Tapi pada akhirnya, apapun yang terjadi, aku akan selalu ingat bahwa aku menyayangi ayah, karena ayah akan selalu menjadi pria terbaik dalam hidupku. Aku berjanji padamu, ayah, aku akan selalu menjadi gadis kecilmu.
Proyek pelabuhan yang bakal dibangun di atas lahan reklamasi itu tentunya membutuhkan pasir dalam jumlah besar untuk menguruk kedalaman laut. Dikutip dari Harian Kompas, karena tingginya permintaan pasir laut, kala itu marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura. Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik, padahal seharusnya harga dapat ditingkatkan pada posisi tawar sekitar 4 dollar Singapura. Dengan selisih harga itu, Indonesia rugi sekitar 540 juta dollar Singapura atau Rp 2,7 triliun per tahun.
Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura saat ini sedang merencanakan dan merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasinya diharapkan akan selesai pada pertengahan 2030-an. Proyek pelabuhan yang bakal dibangun di atas lahan reklamasi itu tentunya membutuhkan pasir dalam jumlah besar untuk menguruk kedalaman laut.
Di sisi lain, Malaysia yang sempat jadi pemasok pasir laut sudah menghentikan ekspor galian C ini ke Singapura. Kembali ke tahun 2007 saat Indonesia menegaskan larangan ekspor pasir laut, pemerintah Singapura sempat meradang dan terpaksa mencari sumber pasokan pasir dari negara lain. Kala itu, pemerintah Singapura bahkan menuding Indonesia sengaja menghentikan ekspor pasir laut untuk menekan negaranya agar bersedia bernegosiasi terkait perjanjian ekstradisi dan penetapan garis perbatasan. Sementara itu dikutip dari Harian Kompas, karena tingginya permintaan pasir laut, kala itu marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau.
Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura. Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik, padahal seharusnya harga dapat ditingkatkan pada posisi tawar sekitar 4 dollar Singapura. Dengan selisih harga itu, Indonesia rugi sekitar 540 juta dollar Singapura atau Rp 2,7 triliun per tahun.