Sekolah bukanlah satu-satunya akses pendidikan utama untuk membentuk dan mengembangkan keterampilan anak, keluarga juga berperan penting dalam tumbuh kembang kognitif serta mental anak. Memang, mendidik anak terkadang bisa menjadi hal yang sulit. Jika mendidiknya dengan cara yang salah, ini akan berdampak besar pada pembentukan kepribadian anak.
Sebagai orangtua, pasti selalu ingin memberikan yang terbaik untuk sang buah hati. Memfasilitasi mereka dengan berbagai macam mainan, membelikan gadget, hingga menyekolahkan di tempat yang mahal. Namun itu semua tidak cukup, perlu adanya dorongan emosional dari orangtua untuk memotivasi anak. Pasalnya, sebagian besar anak akan merasa cepat menyerah saat terlibat dalam aktivitas sehari-hari. Kondisi ini bisa disebabkan karena kurangnya motivasi atau tekanan hidup yang didapatkan dari rumah. Hal ini akan berdampak buruk pada tumbuh kembang pendirian anak. Mereka akan mudah menyerah hingga malas melakukan aktivitas yang bermanfaat. Melihat permasalahan ini, penting untuk memilih strategi mendidik anak yang benar.
Mendidik anak sering dikaitkan dengan pola asuh orangtua. Berkat strategi mendidik anak yang benar, terbentuklah pola pikir optimis dan menciptakan tujuan yang nyata. Sehingga sang anak mampu untuk bersaing dengan teman-teman sebayanya tanpa adanya keinginan untuk menyerah. Lantas bagaimana strategi mendidik anak yang benar?
Tetapkan cita-cita yang tinggi
Saat kecil, pasti seringkali kita ditanya apa cita-cita kamu? Kalau sudah besar ingin jadi apa? ataupun kamu mau jadi dokter? Ternyata pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa membuat anak terinspirasi, Lho! Berbicara mengenai karir, hobi, dan minat akan menarik perhatian anak. Sebagai orangtua hasil menjadi contoh yang baik. Anak-anak cenderung mengikuti apa yang orangtuanya lakukan atau katakan. Ceritakan kisah orang-orang berprofesi, seperti dokter, polisi, pilot, guru, ataupun pengusaha.
Walaupun cita-cita bisa berubah seiring berjalannya waktu, justru ini akan memberikan anak waktu untuk bereksplor lebih luas tentang apa yang sebenarnya mereka inginkan. Sifat optimis anak akan terbentuk dengan adanya cita-cita yang tinggi. Dengan menetapkan cita-cita yang tinggi, mereka bisa lebih termotivasi dan gigih untuk mencapai impian tersebut.
Biarkan mereka bergaul
Banyak yang beranggapan bahwa orang yang mudah bergaul pasti akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Mereka cenderung memiliki keterampilan komunikasi yang lebih baik. Banyak bergaul juga bisa mendapatkan teman dan relasi yang banyak. Ini akan mempermudah dalam hal pekerjaan di kemudian hari. Sama halnya seperti orang dewasa, anak-anak lebih semangat jika melakukan aktivitas yang mereka suka. Membiarkan anak bermain dan bereksplor dunia secara luas akan memberikan mereka inspirasi dan motivasi. Hal ini akan memicu minat dan bakat sang anak, sehingga mereka tak mudah merasa menyerah. Namun perlu diperhatikan pula untuk selalu memantau ke mana dan bersama siapa mereka bermain.
Jangan berikan anak tekanan, kasih mereka waktu untuk istirahat
Setiap orangtua pasti memiliki harapan yang tinggi untuk anaknya. Berharap mereka menjadi dokter, pilot, ataupun mendapatkan prestasi juara umum. Tidak sedikit pula orangtua yang memaksakan anak untuk terus belajar tanpa memerhatikan kondisi dan kemampuan anak. Pasalnya, anak akan mudah menyerah jika diberikan tekanan seperti itu. Alih-alih merealisasikan harapan orangtua, justru akan membentuk pribadi yang menyimpang. Ini termasuk suka membantah, mudah emosi, takut memberikan pendapat, hingga menutup diri.
Berikan anak jeda selama 10 sampai 15 menit ketika sedang belajar. Jangan takut merasa tertinggal atau kehabisan waktu, sebab memberikan otak sedikit istirahat bisa membantu untuk mengembalikkan fokus dan tenaga anak. Sehingga mereka akan lebih termotivasi dan tidak mudah menyerah akibat kelelahan.
Berikan anak pujian dan dorongan emosional
Biasanya orang memberikan pujian ketika berhasil mendapatkan suatu pencapaian. Dimaksudkan untuk memberikan rasa bangga dan berbesar hati. Anak yang diberi pujian dari orangtuanya akan merasa bahwa dirinya memiliki dukungan emosional dan terlindungi. Ini juga akan meningkatkan kepercayaan diri anak, sehingga mereka akan lebih termotivasi dan berusaha lebih baik lagi dalam mengerjakan segala aktivitas. Terbukti juga ketika anak dipuji atas kerja keras yang telah mereka lakukan, ini akan membuat mereka tidak mudah menyerah dalam mencari tantangan yang lebih sulit.
Ajari anak untuk mengendalikan emosi
Jangka umur anak balita hingga remaja cenderung masih memiliki tingkat emosi yang tidak stabil. Mereka belum mampu untuk mengendalikan emosi tanpa bantuan orang dewasa. Tak heran mengapa anak-anak seringkali menangis, kesal, marah, bahkan hingga melempar barang tanpa alasan yang jelas. Itu karena kemampuan komunikasi mereka yang belum matang. Mereka tak bisa mengungkapkan masalah yang sedang dialami. Maka dari itu, mengajari anak mengendalikan emosi sangat penting dilakukan sedari dini. Bagaimana mengelola emosi dan perasaan akan terbawa hingga masa dewasanya nanti. Sementara Anak-anak yang tidak diajari cara untuk mengendalikan emosi sedari dini, cenderung akan tumbuh besar dengan pribadi yang mudah marah.
Bagi sahabat The Jogja yang sedang berjuang untuk mendidik anak, cobalah untuk menerapkan beberapa tips di atas agar anak tidak mudah putus asa. Jangan lupakan untuk beri anak perhatian dan kasih sayang seperlunya. Sebab ikatan emosional orangtua dengan anak akan berpengaruh pada pertumbuhan mental anak. ***