Hey kamu, Pria yang menyapa hatiku secara sederhana namun pergi meninggalkan luka yang sulit untuk dibilang sederhana. Ingatlah ini, aku memilih pergi menjauh bukan untuk menyerah, bukan untuk sebuah kata rela, bukan pula memberi doa seperti yang pernah kau pinta ketika memamerkan fotomu dengan si dia
Aku pergi karena aku punya harga diri yang megah. Aku pergi karena aku tidak sudi melihat dia menjadi yang teristimewa. Bukankah tidak ada yang namanya istimewa kalau tidak ada yang lebih tidak istimewa?
Aku pergi karena aku sadar kualitasku melebihi dia. Dan aku tidak ingin kau perlakukan diriku tidak sesuai harga. Padahal masalahnya begitu sederhana, kita hanya tidak lagi berada di jalur yang sama.
Walau bukan sepenuhnya salahku jika aku meminta cinta dan memintal asa. Bukankah kau yang lebih dulu menawarkannya. Lalu ketika aku tlah menjadi terbiasa. Kenapa kau malah beralih dan mengakhirinya dengan tega?
Hey kamu, Pria sederhana dengan sejuta luka. Jujur kamu bukanlah yang terhebat, tertampan atau paling berharta tapi entah mengapa denganmulah aku merasa semuanya begitu nyata. Mungkin karena itulah dari semua yang pernah hadir memberi romansa. Sosokmulah yang paling aku inginkan untuk menua bersama.
Namun sayangnya takdir kurang baik menyapa. Kebersamaan kita ternyata tidak mampu menumbuhkan cinta abadi di hati yang lainnya. Sekalipun aku terus berusaha. Tapi rupanya aku terus dipaksa mengalah dan menerima bahwa sudah tidak ada lagi rasa dan hasrat yang sama
Meski kuakui bukan sepenuhnya salahmu juga jika aku terluka berdarah. Sah sah saja memang. Andai saja tidak pernah ada harap yang kau sebar antara kita.
Hey kamu, Pria sederhana dengan sejuta luka. Hatiku dan terminal tidaklah serupa. Dimana kau bisa datang dan pergi seenaknya. Hati jikalau sudah kau tanam cinta, kau cabut pun, ia akan meninggalkan luka yang menganga. Dan kini kau paksa aku menggelepar sendiri berupaya menambalnya
Untuk kamu. Pria sederhana yang sedang ku hapus jejaknya. Percayalah lupa itu bukan sebuah hal yang susah. Aku sudah pernah melakukannya. Tapi ingat saja, jika suatu saat aku sudah terbiasa melangkah. Jangankan untuk berbalik, menengok pun rasanya tidak akan mudah.
Pria Sederhana dengan sejuta luka. Terima kasih ya... Setiap kau ganti foto profil mesra. Memacuku mengisi otak dengan ilmu ilmu berguna. Memacuku berpenampilan lebih prima. Memacuku lebih rajin berolahraga.
Memacuku menambah 5 lembar karya. Memacuku bekerja lebih efektif kumpulkan rupiah. Dan tentunya juga semakin memacuku lebih mendekat pada yang Maha Kuasa.
Hey kamu, Pria sederhana dengan sejuta luka. Walau bagaimanapun terima kasih ya. Jikalau aku sudah sukses nanti menggapai cita. Kamulah manusia yang paling berperan, iya betul KAMU, Pria sederhana yang datang menwarkan akhir bahagia tapi pergi meninggalkan sejuta luka.
Hey kamu, pria sederhana dengan sejuta luka bolehkah aku berkata :
Karma itu ada dan Tuhan selalu bersama mereka yang teraniaya.
Ahhhhh... sudahlah seperti kata seorang sahabat. Saat aku sudah berhasil menjadi pribadi yang lebih baik karenamu. Aku mungkin tidak akan ingat lagi tentang kamu dan si dia. Maaf, tidak peduli tepatnya. Bahkan malah tidak sudi lagi. Memandangmu walau hanya dengan sebelah mata. Dan lagi.... lagi.... itu bukanlah hal yang mustahil dan susah.
Hey kamu, pria sederhana dengan sejuta luka. Terima kasih ya atas semilyar motivasi dan tawa bahagia yang akan menyapa. Semua berkat dirimu dan dirinya.
Author:
Indarti Fareninda | Lonelyness writer
Tidak ada komentar
Posting Komentar