Greenpeace Indonesia mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo yang menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Greenpeace juga menilai PP hanya akan menguntungkan oligarki
Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah mengatakan, bahwa PP tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekologi serta berpotensi menghancurkan sumber daya laut. Menurutnya, bahwa PP tersebut tidak melibatkan masyarakat.
Greenpeace Indonesia pun menegaskan, menolak adanya PP tersebut dan meminta pemerintah Indonesia untuk mencabutnya. Selain itu, PP tersebut juga berpotensi menimbulkan banyak masalah di masa depan.
“Kami secara tegas menolak terlibat dalam tim kajian KKP untuk implementasi PP 26/2023. Sikap kami jelas, pemerintah harus membatalkan PP tersebut. Regulasi ini adalah upaya greenwashing atau akal-akalan pemerintah yang mengatasnamakan pengelolaan laut demi keberlanjutan,” kata Afdillah dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (2/6/2023).
Selain itu, Greenpeace menilai, PP tersebut berpeluang memunculkan oligarki dan hanya menguntungkan pengusaha. “Padahal, di balik itu semua, PP ini justru akan menjadi pelicin oligarki dan para pelaku bisnis untuk meraup keuntungan dari aktivitas ekspor pasir laut,” sambungnya.
Greenpeace menilai bahwa menjual pasir laut akan mengganggu kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang menggantungkan hidup pada laut di wilayah tambang tersebut.
Kebijakan tersebut juga berpotensi mempercepat dampak lain seperti bencana iklim, kelangkaan pangan. Karena, laut merupakan salah satu sumber pangan utama masyarakat indonesia yang hidup di pesisir.
Seperti diketahui, Indonesia sebelumnya telah menghentikan ekspor pasir melalui sejak Februari 2003. Alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil. Pasalnya, sejumlah pulau kecil di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau tenggelam akibat penambangan pasir.
Di sisi lain, pemerintah dinilai seringkali membuat keputusan tanpa kajian atau pertimbangan yang matang. Dalam membuat keputusan pun, menurut Afdillah, pemerintah kerap mengabaikan hak-hak ekosistem dan masyarakat akan terdampak.* (tvri/kcm)
Tidak ada komentar
Posting Komentar