The Jogja Notify - Kisah gambaran kaum Muslimin zaman dulu, tidak minta-minta meski miskin. Mereka menjaga harga dirinya meski mereka membutuhkan.
DALAM kitab Shifatush-shafwah, Imam Ibnul Jauzi menukil sebuah kisah tentang orang miskin zaman dulu. Mereka miskin, namun masih punya harga diri yang tinggi sehingga tidak meminta-minta.
Bahkan ketika ada orang yang memberinya, masih tetap mendahulukan orang lain. Padahal dia sendiri membutuhkannya. Ada seorang lelaki dari Baghdad yang bernama Abdullah. Ketika itu dia hendak menunaikan ibadah haji.
Pamannya menitipkan uang agar kelak di Madinah diberikan kepada orang yang paling miskin. Pamannya berpesan, “Jika kamu telah sampai di kota Madinah, carilah keluarga yang paling miskin di sana, lalu berikanlah uang ini kepada mereka sebagai sedekah.”
Berangkatlah Abdullah ke kota suci itu. Sampai di Madinah, ia bertanya kepada masyarakat setempat siapa orang yang paling miskin di kota tersebut. Seseorang menunjukkan ke sebuah rumah di pinggiran kota. Katanya itu dihuni oleh orang miskin. Abdullah bergegas menuju rumah yang dimaksud. Ia mengetuk pintu. Keluarlah seorang perempuan.
Usai menjawab salam, perempuan itu bertanya, “Siapakah Anda?”
Jawab Abdullah, “Aku seorang yang datang dari Baghdad. Aku dititipi uang sebesar sepuluh ribu dirham untuk diberikan kepada orang yang paling miskin di Madinah. Orang-orang telah menceritakan keadaan Anda kepadaku. Maka ambillah uang ini!”
Perempuan itu menjawab, “Wahai Abdullah, orang yang menitipkan uang itu kepadamu mensyaratkan keluarga yang paling miskin yang berhak menerimanya. Keluarga yang tinggal di depan rumah kami lebih miskin daripada kami, berikanlah uang itu pada mereka!”
Abdullah pun meninggalkan rumah itu lalu mendatangi rumah keluarga di depannya. Setelah mengetuk pintu, keluar juga seorang perempuan.
Kemudian Abdullah mengatakan seperti yang dikatakan kepada perempuan miskin sebelumnya. Dengan seksama perempuan itu mendengarkan, lalu menjawab, “Wahai Abdullah, kami dan tetangga kami itu sama-sama miskin, maka bagilah uang itu untuk kami dan mereka.”
Begitulah gambaran kaum Muslimin yang miskin pada zaman dulu. Mereka tidak meminta-minta. Begitu menjaga harga dirinya dan tidak lupa dengan orang lain meski mereka membutuhkannya.*
/Bahrul Ulum
Tidak ada komentar
Posting Komentar