SANGAT dianjurkan agar kedua calon pengantin dan atau sanak keluarganya untuk mewaspadai massa kritis tersebut. Bukan bermaksud menebarkan rasa takut, tetapi sangat disarankan agar kedua calon pengantin maupun sanak saudaranya selalu waspada dan tidak bertindak gegabah. Tidak ada salahnya untuk tetap menjaga kewaspadaan agar proses pernikahan yang sudah direncanakan dapat berjalan lancar. Selain itu, rasa takut bukanlah jawaban terhadap masalah ini. Bahkan, kadang-kadang, memelihara rasa takut atau khawatir saat mempersiapkan pesta pernikahan justru akan menambah beban psikologis yang merupakan katalisator timbulnya sawan manten.
Memang sudah seharusnya ada pihak-pihak yang mengingatkan pada orang-orang yang berkepentingan dengan hal ini, yakni pada mereka yang sedang dan akan melangsungkan pernikahan. Tidak saja bagi pasangan calon pengantin, namun juga pada orang tua dan keluarga yang bersangkutan. Hal ini mendesak dilakukan agar fenomena sawan manten tidak berulang-ulang terjadi pada kita atau kerabat kita. Adapun kasus yang terjadi berulang kali antara lain godaan dari lawan jenis, pertengkaran yang mengarah pada putusnya hubungan kekasih, kecelakaan lalu lintas yang melibatkan keluarga calon pengantin, kejadian memalukan saat berlangsungnya pernikahan, anak kecil yang rewel, keracunan saat berlangsungnya pesta pernikahan.
Keenam kasus diatas adalah bentuk-bentuk kasus yang berkaitan erat dengan fenomena sawan manten. Namun, keenam peristiwa itulah yang paling sering terjadi dalam sebuah pernikahan. Ada baiknya kita mengenali bentuk-bentuk sawan manten itu agar dapat mengambil pelajaran darinya.
Meski bentuk-bentuk kasus tersebut bervariasi, tetapi hasil akhirnya tetap sama, yakni terputusnya hubungan fisik maupun psikologis (silaturahim) diantara pihak-pihak yang terlibat dalam masalah tersebut. Sebagai contoh, seorang calon suami berpisah, baik secara fisik maupun psikologis, dengan calon isterinya; seorang ayah mengalami keretakan hubungan dengan anaknya; retaknya hubungan kekerabatan kedua calon besan; dan sebagainya.
Renggangnya hubungan psikologis (atau bahkan putusnya hubungan kekerabatan) antara pihak-pihak yang terlibat dalam fenomena sawan manten ini disebabkan oleh dampak psikologis dan atau pengaruh fisik yang ditimbulkan. Sebab, pada hakekatnya manusia sulit sekali melupakan peristiwa memalukan atau menyedihkan pada saat-saat bersejarah dalam hidupnya. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat saja menimbulkan ingatan traumatik pada yang bersangkutan.
Sebagai contoh, dalam kasus-kasus kecelakaan lalu lintas yang, anehnya, mengambil korban jiwa pengiring pengantin yang terdiri dari kerabat dekat maupun tetangga calon pengantin pria, sudah tentu hubungan fisik pihak–pihak yang mengalami musibah terputus oleh karena perpindahan alam (meski mungkin saja hubungan psikologis justru semakin erat karena keterlibatan emosi). Para korban telah berpindah alam dan tidak memungkinkan adanya kontak fisik dengan kerabat atau sanak famili.
Sementara itu, pada kasus lain mungkin terjadi peristiwa yang bisa dianggap memalukan sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam sawan manten akan terpisah secara psikologis karena tidak mampu menanggung beban rasa malu. Peristiwa memalukan saat berlangsungnya suatu pernikahan bermacam-macam bentuknya, tetapi yang paling sering terjadi adalah timbulnya pertengkaran antar anggota keluarga. Selain itu ada juga bentuk-bentuk lain dari peristiwa memalukan, misalnya hidangan yang tidak mencukupi jumlah tamu yang menghadiri upacara pernikahan, keracunan yang menimpa tamu undangan saat resepsi pernikahan dan sebagainya.
Apapun bentuknya atau seberapa kecil intensitas sawan manten, tetapi hal itu tetap membekas dan memiliki pengaruh dalam perjalanan hidup pihak-pihak yang terlibat, khususnya bagi kedua calon pengantin. Bayang-bayang peristiwa memalukan saat berlangsungnya pesta pernikahan akan terus teringat sampai kapan saja. Setiap kali sanak saudara bertemu dengan kedua pengantin yang sudah menjadi suami isteri itu, akan terlintas dalam benak mereka peristiwa memilukan atau memalukan itu.
Pernahkah anda bertemu dengan sepasang suami isteri yang belum lama melangsungkan pernikahan dan terbersit dalam benak anda, “Ini dia pasangan suami isteri yang saat pesta pernikahannya terjadi keracunan massal.” Atau, pernahkah suatu ketika isteri anda berbisik pada anda, sambil menunjuk sepasang suami isteri, “Pak, itu kan si Fulan dan si Fulanah yang saat pesta pernikahannya hidangan pestanya kurang?” Singkatnya, suatu kejadian yang berkaitan dengan sawan manten disaat paling monumental bagi sepasang anak manusia pasti akan teringat selamanya.
Demikianlah, kasus-kasus seputar sawan manten terus berulang dari hari ke hari. Kadang suatu kasus hanya meninggalkan sedikit pengaruh psikologis pada pasangan calon pengantin yang telah disahkan menjadi sepasang suami-isteri, tetapi ada juga yang meninggalkan kesan mendalam dari suatu rasa malu atau rasa sedih yang sulit dihapuskan sepanjang hidup.
Untuk itu, seharusnyalah kita mulai waspada dan bersikap hati-hati saat menghadapi sebuah pernikahan. Sebab dalam sebuah pernikahan, terdapat ancaman dari kekuatan-kekuatan internal dan eksternal yang berusaha tanpa kenal lelah memanfaatkan celah-celah kelemahan manusia untuk menggagalkan usaha anak manusia membentuk keluarga baru. Lebih jauh tentang kekuatan-kekuatan internal dan eksternal ini akan dibahas pada bagian lain dari buku ini.
Tidak ada komentar
Posting Komentar