Responsive Ad Slot

Tampilkan postingan dengan label Seni dan Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seni dan Budaya. Tampilkan semua postingan

Ngelmu Urip : Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Tidak ada komentar

Kamis, 07 September 2023

Ada sebuah tantangan ultim yang dihadapi dan harus dijawab oleh bangsa ini, dalam pusaran arus globalisasi, manusia Indonesia makin kehilangan jati dirinya digerus pragmatisme budaya popular yang menghilangkan ‘ruh’ kemanusiaannya. Menjadikan  manusia tak lebih dari nilai kegunaan saja yang mudah dimobilisasi menjadi pengabdi  berbagai kepentingan.

Dan ketika berbicara tentang budaya sendiri kita merasa inferior. Kearifan budaya bangsa hasil olah cipta, rasa dan karsa leluhur yang adiluhung dianggap sebagai suatu yang ketinggalan jaman. Sehingga tonggak pegangan dalam menghadapi gempuran budaya dan ideology global tersebut malah terpinggirkan dan ditinggalkan.
Keprihatinan ini yang oleh para leluhur waskitha jaman dulu telah di’jangka’ dalam bentuk kidungan Wecan Sabdopalon :
Rakyat Nusa Sedarum nampi panodhining Hyang Widhi, Kalambangnya wong nyabrang, Prapteng tengah katempuh santering kali kang bena,
Rakyat Nusantara diibaratkan orang yang sedang menyeberang sungai, sesampai di tengah diterjang banjir bandang, sehingga dalam kedaaan yang sangat sulit dengan tiadanya pegangan.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, menjawab tantangan jaman, Ki Sondong Mandali, tokoh budayawan Jawa, menggagas ‘Gerakan Renaisance Jawa’, kebangkitan budaya Jawa sebagai suatu falsafah pandangan hidup bangsa. Diharapkan wacana ‘Gerakan Renaisance Jawa’ ini dapat terus bergulir menjadi gerakan masif kebangkitan budaya dan kearifan local di seluruh Nusantara.

Kerja  nyatanya adalah sebagai narasumber di berbagai sarasehan budaya dan berbagai website dan milis ke-Jawa-an, juga sebagai salah satu pendiri dan ketua umum Yayasan Sekar Jagad, yang telah banyak dikenal kiprahnya dalam penyebaran ide dan wacana kebangkitan budaya Jawa.

Dalam buku dari Ki Sondong Mandali, tulisan-tulisan beliau yang tersusun dalam empat buah buku: ‘Kawruh Kejawen-Bawarasa Kanggo Kekadangan’ versi Bahasa Jawa, ‘Bawarasa Kawruh Kejawen’ versi Bahasa Indonesia, ‘Piwulang kautaman’ dan ‘Penanggalan dan Pawukon’ dikumpulkan,  diringkas  dan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul: ‘Ngelmu Urip – Bawarasa Kawruh Kejawen’.

Sebuah buku yang mencoba menghadirkan bahasan (bawarasa) tentang Jawa dan ke-Jawa-an dari sudut pandang orang Jawa. Sebagai falsafah tuntunan hidup (Ngelmu Urip) orang Jawa, yang sarat dengan kearifan pencapaian budaya yang adiluhung, yang merupakan hasil cipta, rasa dan karsa yang bisa diselisik dan dirunut secara rasional untuk mudah dipahami.

Diharapkan pengertian Kejawen yang sering dikonotasikan negatif, dianggap tahayul atau klenik ini bisa dimengerti dan dipahami dengan benar sampai ke dasar falsafahnya. Sehingga Ngelmu Urip Orang Jawa bisa menjadi tonggak pegangan dalam mengarungi era globalisasi tanpa harus kehilangan jati diri dan karakter ke-Jawa-annya (Jawan).

Ngelmu Urip adalah hasil pemikiran dan olah rasa orang Jawa yang berkesadaran ’ketuhanan, kesemestaan, dan keberadaban’ yang menjadi dasar yang melandasi budaya dan peradaban Jawa:
  1. Landasan peri kehidupan berdasar ‘Falsafah Panunggalan’, suatu pandangan hakiki bersatunya manusia dengan alam semesta yang dalam istilah Jawa dinyatakan sebagai ‘jumbuhing jagad cilik lan jagad gedhe’.
  2. Landasan peri kehidupan ‘Agraris Paradesa’, suatu kehidupan social yang berdasarkan kerukunan dan keselarasan. Mulai komunitas kecil (desa) sampai kepada bentuk negara.
  3. Landasan peri kehidupan ’Spiritual Magis’, merupakan karakter umum insan Jawa yang spiritualis dan mempercayai adanya kekuatan-kekuatan magis dari alam semesta dan jagad raya.
  4. Landasan peri kehidupan ’Kalangwan’ (Mempersembahkan Keindahan), merupakan implementasi melaksanakan misi ’Memayu Hayuning Bawana’.
  5. Landasan peri kehidupan ’Kejawen’, merupakan piwulang Jawa dalam menyikapi berbagai perbedaan-perbedaan keyakinan dan kepercayaan umat manusia.

Arti, Makna dan Falsafah Yang Terkandung Dalam Huruf Jawa

Tidak ada komentar

Jumat, 18 Agustus 2023

Lomba menulis Huruf Jawa untuk Sekolah Dasar


Pemirsa, setiap negara mempunyai budaya  yang macam-macam dan berbeda. Dan setiap Negara yang berbudaya tinggi mempunyai seni untuk berkomunikasi dengan sesama komunitasnya termasuk bahasa dan huruf untuk menyampaikan pesan dalam bentuk lambang atau tulisan.


Seperti di China, Arab, Jepang, India, Thailand, Mesir kuno, Yunani dan sebagainya, mempunyai ciri khas dalam penulisan huruf bahasanya. Bahasa Arab dengan huruf arabnya, bahasa Jepang dengan huruf kanji, sayangnya bahasa Indonesia tidak mempunyai huruf khas. Dan menggunakan huruf latin yang konvensional seperti yang digunakan Inggris, Amerika, dan lainnya.

Sesungguhnya Indonesia mempunyai huruf abjad , namun dalam bahasa Jawa ( Jawa Kuno ). Tulisan Jawa ini konon dibikin jauh banget sebelum masehi oleh pujangga yang sakti bernama Ajisaka, serta mempunyai makna yang luar biasa.




Pada abad 19 Paku Buwana IX memberikan ajaran ( filsafat hidup ) berdasarkan aksara ha-na-ca-ra-ka dan seterusnya, yang dimulai dengan tembang kinanthi, sebagai berikut:


Nora kurang wulang wuruk Tumrape wong tanah Jawi Laku-lakune ngagesang Lamun gelem anglakoni Tegese aksara JawaIku guru kang sejati
(tak kurang piwulang dan ajaran bagi orang tanah Jawa perilaku dalam kehidupan maknanya aksara Jaw yaitu guru yang sejati)


Ajaran filsafat hidup berdasarkan aksara Jawa itu sebagai berikut :

Ha-Na-Ca-Ra-Ka

berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan).•

Da-Ta-Sa-Wa-La

berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.

Pa-Dha-Ja-Ya-Nya

berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga

berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
Urutan dasar aksara Jawa banyak dikenal orang karena berisi suatu “cerita”:

– Hana Caraka (ana 2 utusan/ ada utusan) – Data Sawala (pada bertengkar) – Padha Jayanya (Sama kuat/saktinya) – Maga Bathanga (Keduanya mati menjadi bangkai).

Bagi mereka yang kurang mengenal bahasa Jawa, diperlukan sedikit catatan.
/d/, /É–/, /j/, /b/, dan /g/ pada bahasa Jawa selalu dibunyikan meletup (ada hembusan h); ini memberikan kesan “berat” pada aksen Jawa.

ha, mewakili fonem /a/ dan /ha/. Bila aksara ini terletak di depan suatu kata, akan dibaca /a/. Aturan ini tidak berlaku untuk nama atau kata bahasa asing (selain bahasa Jawa).

Da dalam penulisan latin dipakai untuk /d/ dental dan meletup (lidah di belakang pangkal gigi seri atas dan diletupkan). /d/ ini berbeda dari bahasa Indonesia/Melayu.
dha dalam penulisan Jawa latin dipakai untuk /É–/ (d-retrofleks). Posisi lidah sama dengan /d/ bahasa Melayu/Indonesia tetapi bunyinya diletupkan.

tha dalam penulisan Jawa latin dipakai untuk /ʈ/ (t-retrofleks). Posisi lidah sama seperti /d/ tetapi tidak diberatkan. Bunyi ini mirip dengan bila orang beraksen Bali menyuarakan ‘t’.

Makna Huruf Dalam Hanacaraka
         Ha Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci

         Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi

         Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal

         Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani

         Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam

         Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya

         Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup

         Sa Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan

         Wa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas

         La Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi

         Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah

         Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar

         Ja Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya

         Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah/kodrat Illahi

         Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan

         Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah Ilahi

         Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani

         Ba Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam

         Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan

         Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi manusia


Wah, maknanya dalem banget ya pemirsa…..tapi bikin puyeng hahhahaa. Memang generasi sekarang sudah lupa atau tidak peduli dengan budaya asli yang mempunyai makna luhur dan tinggi falsafahnya. Pada hal di Suriname benua Amerika sana, huruf Jawa makin berkembang, kita aja yang sok kebarat-baratan nggak mau pake bahasa daerah yang katanya kurang gaul.....termasuk saya ! xixixixi




Sekelumit Cerita Tentang Huruf Jawa Diciptakan

Tidak ada komentar
Ajisaka palsu


Saya tidak tahu Ajisaka itu siapa, anaknya siapa, pegawai apa…kalau bisnis, bisnisnya apa….( sambil garuk2 kepala ). Tetapi konon katanya Ajisaka ini yang menciptakan tulisan atau huruf Jawa. 

Identitasnya masih misterius menurut saya, atau saya yang belum tahu sejarahnya ? Please kasih petunjuk ke saya kalau sobat pembaca sudah tahu. Masih ingat sedikit cerita pak guru SD bercerita kisah tentang Ajisaka yang sakti mandraguna ini mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang sakti dan hobi makan manusia.

Sekarang saya tidak bercerita petualangan hidup Ajisaka, karena literaturnya belum lengkap, namun hanya sekedar cerita tentang asal mula huruf Jawa diciptakan.

ha na ca ra ka, Dikisahkanlah tentang dua orang abdi yang setia
da ta sa wa la, Keduanya terlibat perselisihan dan akhirnya berkelahi
pa dha ja ya nya, Mereka sama-sama kuat dan tangguh
ma ga ba tha nga, Akhirnya kedua abdi itu pun tewas bersama

Aksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili spiritualitas orang Jawa yang terdalam: yaitu kerinduannya akan harmoni dan ketakutannya akan segala sesuatu yang dapat memecah-belah harmoni.

Konon aksara Jawa ini diciptakan oleh Ajisaka untuk mengenang kedua abdinya yang setia.Dikisahkan Ajisaka hendak pergi mengembara, dan ia berpesan pada seorang abdinya yang setia agar menjaga keris pusakanya dan mewanti-wanti ( berpesan ) : janganlah memberikan keris itu pada orang lain, kecuali dirinya sendiri ( Ajisaka )

Setelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka teringat akan pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya. Maka ia pun mengutus seorang abdinya yang lain, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris pusaka itu di tanah leluhur.

Kepada abdi yang setia ini dia mewanti-wanti: jangan sekali-kali kembali ke hadapannya kecuali membawa keris pusakanya. Ironisnya, kedua abdi yang sama-sama setia dan militan itu, akhirnya harus berkelahi dan tewas bersama: hanya karena tidak ada dialog di antara mereka.

Bukankah sebenarnya keduanya mengemban misi yang sama: yaitu memegang teguh amanat junjungannya? Dan lebih ironis lagi, kisah tragis tentang dua abdi yang setia ini selalu berulang dari jaman ke jaman, bahkan dari generasi ke generasi yaitu perbedaan pendapat membuat saling baku hantam.





4 Jenis Permainan Tradisonal Indonesia Yang Digemari Orang Barat

Tidak ada komentar

Bangsa Indonesia diberi anugerah tak ternilai dari Allah S.W.T. Hal itu adalah keberagaman budaya. Sabang sampai Merauke, banyak suku bangsa membangun peradaban mereka.

Salah satu produk kebudayaan adalah permainan tradisional. Sudah tak terhitung berapa banyak permainan dihasilkan dan mengisi kehidupan kita, sebelum akhirnya permainan elektronik populer.

Permainan tradisional pun mencoba bertahan dari gempuran teknologi. Setidaknya kita sebagai bangsa Indonesia turut melestarikan permainan itu. Sebab, bangsa lain pun ternyata bisa dan senang memainkan permainan tradisional. 

Hal itu seharusnya melecut kita tidak menganggap permainan tradisional ketinggalan zaman. Berikut ini adalah video beberapa permainan tradisional Indonesia dimainkan oleh warga asing.

1. Sasalimpetan
Sasalimpetan merupakan permainan tradisional dari tanah Pasundan sembari diiringi tembang. Lagu itu dinyanyikan oleh anak-anak sambil bermain saling berpegangan tangan, lantas mereka mesti berpindah dari sisi kiri ke kanan dan sebaliknya. Caranya adalah mereka mesti melintas masuk melalui bawah tangan rekan sebelahnya, tanpa melepaskan pegangan.

Lirik lagu didendangkan selama permainan itu adalah:

Sasalimpetan
Jajahan aing nu panjang hy! hy!
Saha nu panjang.


2. Ular naga


Permainan ular naga salah satu yang tenar di Indonesia. Cara bermainnya pun mudah. Permainan ini bisa dimainkan banyak orang. Caranya, beberapa pemain membuat barisan, lantas dua orang membentangkan dan menjalin tangan seraya agak diangkat ke atas, menyerupai gerbang.

Kemudian, barisan yang sudah dibentuk berjalan melalui gerbang. Kemudian pada suatu saat, sang penjaga gerbang menurunkan tangannya dan akan menangkap 'mangsa'. Pemain yang tertangkap akan berdiri di belakang penjaga gerbang. Permainan akan terus berjalan hingga barisan semakin pendek.



3. Engklekan


Permainan ini minimal mesti dilakukan tiga orang. Cara permainannya adalah salah satu kaki setiap peserta mesti dijalin dengan sesamanya. Kemudian, mereka berputar searah atau berlawanan jarum jam. Semakin lama, putaran akan semakin cepat dan mereka harus bertahan. Bila ada salah satu kelompok jatuh, maka lawannya akan menang.



4. Segendulur Kangkung


Satu lagi sebuah permainan tradisional Indonesia yang dimainkan oleh para bule. Namanya segendulur kangkung.

Cara bermainnya cukup unik. Minimal mesti dimainkan empat orang. Caranya, satu orang dalam posisi tertelungkup dan mesti menutup mata. Sementara tiga rekannya duduk dan telapak tangan mereka dibuka dan diletakkan di punggung rekan yang telungkup.

Ketiga orang yang duduk tadi membawa sebuah benda, lantas menghitung sambil menyanyikan lagu. Pada hitungan terakhir, benda itu diletakkan ke salah satu tangan pemain yang dibuka. Setelah selesai, pemain yang telungkup bangun dan menebak di tangan siapa benda itu berada. Bila ketahuan, maka pemain berganti. Bila tidak, maka sang pemain yang menutup wajah harus mengulangi proses dari awal.




Menguak Filosofi SOSRO KARTONO (Bagian 2), Meramal Kebangkitan Sukarno

Tidak ada komentar

Selasa, 15 Agustus 2023


The Jogja - Berhubungan apakah beliau dengan Bung Karno? Cukup dekat. Pertama, keduanya berdiam di Bandung semasa pergerakan. Kedua, Sosrokartono bolehlah disebut sebagai salah satu guru spiritual Bung Karno.,
Alkisah, ketika 18 Agustus 1930 Bung Karno dihadapkan di depan pengadilan Hindia Belanda di Landraad Bandung, adalah para teman dan pembela Bung Karno yang sejenak terlintas nama Sosrokartono. Pembelaan Bung Karno yang monumental: “Indonesia Menggugat” tak juga meloloskannya dari jerat.
 penjara.

Perdebatan sengit Bung Karno dengan tuan-tuan hakim, tak juga melepaskannya dari jeruji besi.
Meski sejatinya, pasal-pasal yang dituduhkan kepada Bung Karno, sangat berlebihan. Bung Karno dijerat dengan Kitab Undang Undang Hukum Pidana Hindia Belanda, pasal 169. Selain pasal itu, Bung Karno juga dituding menyalahi pasal 161, 171 dan 153. Ini adalah pasal-pasal “de Haatzaai Artikelen”, yaitu pasal-pasal pencegah penyebaran rasa benci. Formalnya, ia dituduh “mengambil bagian dalam suatu organisasi yang mempunyai tujuan menjalankan kejahatan di samping… usaha menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda….”

Dalam suatu perdebatan di ruang sidang, Bung Karno menggeledek, “Pengadilan menuduh kami telah menjalankan kejahatan. Kenapa? Dengan apa kami menjalankan kejahatan, Tuan-tuan Hakim yang terhormat? Dengan pedang? Dengan bedil? Dengan bom? Senjata kami hanyalah rencana….”

Selanjutnya Bung Karno berteriak, “Tujuan kami adalah exorbitante rechten, hak-hak luar biasa Gubernur Jenderal, yang secara peri-kemanusiaan tidak lain adalah pengacauan yang dihalalkan. Satu-satunya dinamit yang pernah kami tanamkan adalah suara jeritan penderitaan kami. Medan perjuangan kami tak lain daripada gedung-gedung pertemuan dan suratkabar-suratkabar umum.”

Berikutnya, Bung Karno makin berani menyuarakan suara hati rakyat Indonesia, “Ya, kami memang kaum revolusioner. Kata ‘revolusioner’ dalam pengertian kami adalah ‘radikal’, mau mengadakan perubahan dengan lekas. Tuan-tuan Hakim yang terhormat, sedangkan seekor cacing kalau disakiti, dia akan menggeliat dan berbalik-balik. Begitu pun kami. Tidak berbeda daripada itu!”

Hakim dan seluruh hadirin di ruang sidang bungkam. Hening. Suara yang membahana di ruang itu hanya suara Sukarno. “Golok. Bom. Dinamit. Keterlaluan! Seperti tidak ada senjata yang lebih tajam lagi daripada golok, bom, dan dinamit. Semangat perjuangan rakyat yang berkobar-kobar akan dapat menghancurkan manusia lebih cepat daripada ribuan armada perang yang dipersenjatai lengkap. Suatu negara dapat berdiri tanpa tank dan meriam. Akan tetapi suatu bangsa tidak mungkin bertahan tanpa kepercayaan. Ya, kepercayaan, dan itulah yang kami punyai. Itulah senjata rahasia kami.”

Masih mengalun dan bergelombang-gelombang pernyataan-pernyataan Sukarno di persidangan itu. Ia menutupnya dengan kalimat, “Saya menolak tuduhan mengadakan rencana rahasia mengadakan pemberontakan bersenjata. Sungguhpun begitu, jikalau sudah menjadi Kehendak Yang Maha Kuasa, bahwa gerakan yang saya pimpin akan memperoleh kemajuan pesat dengan penderitaan saya, maka saya menyerahkan diri dengan pengabdian yang setinggi-tingginya ke hadapan Ibu Indonesia, dan mudah-mudahan ia menerima nasib saya sebagai pengorbanan yang harum semerbak di atas pangkuan persadanya. Tuan-tuan hakim, saya, bersama-sama dengan rakyat dari bangsa ini, siap sedia mendengarkan putusan tuan-tuan Hakim.”

Nah, di malam sebelum majelis hakim mengetukkan palu putusan, enam orang pembela Bung Karno, diam-diam pergi ke kediaman Dr. R. Sosrokartono. Selain kakak kandung RA. Kartini, lelaki ningrat ini juga dikenal sebagai ahli kebatinan yang sangat dihormati di Kota Kembang. Kisah itu baru diceritakakan kepada Bung Karno kemudian hari.

Malam itu, sekalipun malam telah jauh terbenam, keenam orang itu tetap menuju kediaman Sosrokartono, sekalipun tidak ada janji-temu sebelumnya. Ajaib! Sesampai di depan pintu, belum lagi tangan mengetuk daun pintu, seorang pembantu membukakan pintu dan menyampaikan, “Pak Sosro sudah menunggu….”
Ajaib yang kedua. Di dalam, sudah ada enam kursi setengah melingkar menghadap Raden Sosrokartono. Mata batin Sosrokartono begitu tajam, sehingga ia bisa mengetahui bahwa tengah malam akan datang enam orang kawan-kasan Sukarno. Makin takjub saja keenam orang tadi demi melihat dan merasakan semua yang dialaminya malam itu. Dan… belum lagi ada yang mengucap kata, Sosrokartono langsung membuka kalimat, “Sukarno adalah seorang satria. Pejuang seperti satria boleh saja jatuh, tetapi ia akan bangkit kembali. Waktunya tidak lama lagi.”

Apa yang terjadi keesokan harinya? Sukarno dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Paling berat. Sementara tiga kawan seperjuangan, Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata diganjar penjara separuh waktu Sukarno. Upaya banding ke Raud van Justitie gagal. Hukuman Sukarno pun dikukuhkan.

Catatan-catatan yang lain dari RMP Sosro Kartono:

“Kula dermi ngelampahi kemawon.”
Maksudnya, “Saya hanya menjalankan saja.”

“Namung madosi barang ingkang sae, sedaya kula sumanggaken dhateng Gusti.”
Maksudnya, “Saya hanya mencari sesuatu yang baik, semuanya saya serahkan kepada Tuhan.”

“Kula saged nindhakaken ibadat inggih punika kuwajiban bakti lan suwita kula dhateng sesami.”
Maksudnya, “Saya bisa menjalankan ibadah, yaitu kewajiban berbakti dan pengabdian saya kepada sesama.”

“Pring padha pring Weruh padha weruh Eling tanpa nyanding.”
Artinya, “Bambu sama-sama bambu, tahu sama-sama tahu, ingat tanpa mendekat.”
Versi lain berbunyi:

“Susah padha susah; seneng padha seneng; eling padha eling; pring padha pring.”
Artinya, “Susah sama-sama susah; senang sama-sama senang; ingat sama-sama ingat; bambu sama- sama bambu.”

“Kula dermi ngelampahi kemawon.”
Maksudnya, “Saya hanya menjalankan saja.”

“Namung madosi barang ingkang sae, sedaya kula sumanggaken dhateng Gusti.”
Maksudnya, “Saya hanya mencari sesuatu yang baik, semuanya saya serahkan kepada Tuhan.”

“Kula saged nindhakaken ibadat inggih punika kuwajiban bakti lan suwita kula dhateng sesami.”
Maksudnya, “Saya bisa menjalankan ibadah, yaitu kewajiban berbakti dan pengabdian saya kepada sesama.”

“Pring padha pring Weruh padha weruh Eling tanpa nyanding.”

Artinya, “Bambu sama-sama bambu, tahu sama-sama tahu, ingat tanpa mendekat.”
Versi lain berbunyi:

“Susah padha susah; seneng padha seneng; eling padha eling; pring padha pring.”
Artinya, “Susah sama-sama susah; senang sama-sama senang; ingat sama-sama ingat; bambu sama- sama bambu.”

Jaka adalah jejaka/laki-laki yang belum (tidak) menikah dan Pring adalah bambu. Pohon bambu adalah pohon yang sekujur tubuhnya dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang berkepentingan dengannya. Pohon Bambu dapat dimanfaatkan untuk membuat rumah, mulai dari tiang, atap, dinding, pagar, sampai atap-atapnya. Bukankah orang-orang dahulu menjadikan daun bambu sebagai genteng rumah mereka? Ranting-rantingnya dapat dijadikan kayu bakar atau pagar. Bambu dapat digunakan untuk membuat balai-balai, sangkar, keranjang, tempayan, tembikar, kursi, dan lainnya.

Cikal bakal dari pohon bambu dapat dimanfaatkan untuk sayur/dimakan. Yang jelas, semuanya dapat dimanfaatkan, semuanya dapat difungsikan atau dibutuhkan sesuai kehendak orang yang bersangkutan. Satu hal lagi, jenis bambu itu bermacam-macam. Sesuai dengan hajat seseorang dalam memfungsikan bambu, maka ia mempunyai pilihan terhadap jenis bambu yang mana ia butuhkan. Apakah bambu pethung, bambu ori, bambu wuluh, bambu apus dan lain sebagainya.

Kutipan di atas juga mengutarakan bahwa, apapun jenis kita, bangsa kita, agama kita, ras, warna kulit, perbedaan bahasa dan suku kita, kita tetap sama, sama-sama tahu, sama-sama manusia. Apapun jenis, warna dan bentuknya bambu, tetap bambu. Tak ada perbedaan, semua sama belaka. Manusia yang satu dengan manusia yang lain adalah sama. Seperti ketika beliau melakukan perjalanan ke luar Jawa, kemudian beliau bertemu oleh sekian jenis manusia dengan status sosial yang berbeda. Bagi beliau, semua manusia disejajarkan. Sikap egalitarisme tetap dijaga dan dilestarikan. Dalam kondisi dan situasi bagaimanapun dan di manapun, ingat akan keterciptaan, teringat akan sesama, saling mengingatkan dan ingat kepada ALLAH SWT, Yang Maha Pemurah. Ketika manusia itu ingat kepada ALLAH SWT, maka ALLAH SWT akan ingat kepadanya.

Trimah Mawi Pasrah
“Trimah mawi pasrah. Suwung pamrih, tebih ajrih. Langgeng tan ana susah, tan ana seneng. Antheng mantheng sugeng jeneng.”
Artinya, “Menerima dengan pasrah. Tiada pamrih, jauh dari takut. Abadi tiada duka, tiada suka. Tenang memusat, bahagia bertakhta.”

Konsep “trimah mawi Pasrah”
“Ikhlas marang apa sing wes kelakon. Trimah apa kang dilakoni. Pasrah marang apa bakal ana.”
Artinya, “Ikhlas terhadap apa yang telah terjadi. Menerima apa yang dijalani. Pasrah terhadap apa yang akan ada.”

Jadi, selain bergandengan dengan ilmu sabar, ilmu pasrah dan ilmu trimah juga bergandengan dengan ilmu ikhlas, tidak mencari pamrih, tidak karena ingin dipuji, tidak pamer kepada orang lain. Apa yang telah terjadi, biarlah terjadi, karena kepasrahan akan membawa keridhaan, dan keridhaan akan membawa keikhlasan, dan itulah sabar, sebuah sifat yang sangat disukai oleh Tuhan.

“Trimah mawi Pasrah” juga dapat diartikan bahwa manusia hanya dapat berusaha, sedangkan Tuhanlah yang menentukan segalanya. Oleh karena itu, janganlah terlalu menyesali nasib, karena dibalik derita ada bahagia, dibalik kesusahan ada kemudahan. Yang pasrah akan mendapat kemudahan, yang ridha akan mendapatkan ganti, yang sabar akan mendapatkan kemuliaan dan yang ikhlas akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan hati.

” Ing donya mung kebak kangelan, sing ora gelem kangelan aja ing donya. “
” Di dunia penuh dengan kesusahan, yang tidak mau susah jangan di dunia. ”
Mandor Klungsu
“… para Pangeran ingkang sesami rawuh perlu manggihi pun Klungsu, …”
“… para pangeran yang berdatangan perlu menemui si Klungsu, …”
“Salam alaikum, Kula pun Mandor Klungsu.”
“Salam alaikum, Saya si Mandor Klungsu.”
“Taklim’ipun Mandhor … Pak Klungsu.”
“Taklimnya Mandhor … Pak Klungsu.”
“Salam taklimipun lan padonganipun. Pak Klungsu.”
“Salam taklimnya dan do’anya. Pak Klungsu.”
Kutipan- kutipan di atas menunjukkan bahwa Drs. R.M.P. Sosrokartono menyebut dirinya sebagai “Mandor Klungsu”.

Klungsu artinya biji asam, bentuknya kecil tapi keras (kuat) yang ketika ditanam dan dirawat sebaik-baiknya, maka akan menjelma sebuah pohon yang besar-kekar, berdaun rimbun dan berbuah lebat.
Bukan sekedar biji buah asam, melainkan kepala/pimpinannya.
Pohon asam mulai dari pohon sampai bijinya, semua dapat dimanfaatkan. Selain itu, mempunyai sifat kokoh dan tegar.

Ketika melihat kiprahnya sehari-hari, maka beliau hanya seorang Mandor, Mandor Klungsu, yang harus menjalankan perintah Sang Pimpinan (Tuhan), serta mempertanggungjawabkan semua karyanya selama itu kepada Tuhannya.
Suwung Pamrih Tebih Ajrih

” … Suwung pamrih, suwung ajrih, namung madosi barang ingkang sae, sedaya kula sumanggaken dhateng Gusti … “

Artinya, ” … Tiada pamrih, tiada takut, hanya mencari sesuatu yang baik, semua saya serahkan kepada Tuhan … ”

“Yen kula ajrih, kenging dipun wastani ngandut pamrih utawi ancas ingkang boten sae.”
Artinya, “Jika saya takut, boleh dikatakan (bahwa saya) menyimpan pamrih atau niat yang tidak baik.”
“Luh ingkang medal sangking manah punika, dede luh ipun tangis pamrih, nanging luh peresanipun manah suwung pamrih.”
Artinya, “Air mata yang keluar dari hati ini, bukanlah air matanya tangis pamrih, tetapi air mata perasan hati yang kosong pamrih.”

Ketika anda menangis, menangislah karena syukur dan ikhlas, bukan karena menginginkan imbalan yang tak kunjung tiba. Apalah artinya menantikan imbalan, jika semua yang ada tak mengizinkan. Apalah artinya tangisan hanya gara-gara ingin dipuji, dibalas atau diberi, jika kemuliaan jauh dari kita. Yang terpenting adalah kedamaian, ketentraman, aman, kebahagiaan dan kemuliaan.
Pamrih itu hanya membuat seseorang menjadi penakut, picik, menderita, menjenuhkan, bahkan dapat membuat orang menjadi hina.

Apalah artinya berpegang kepada kesementaraan, jika di alam baka kita dicambuk derita ?!
Padhang Ing Petheng
” … Wosipun inggih punika ngupadosi padhang ing peteng; seneng ing sengsara, tunggaling sewu yuta … “
Artinya, “Yang jelas adalah mencari terang di dalam gelap; senang dalam kesengsaraan, ribuan juta contohnya.”
Apa saja yang ada di dunia ini relatif. Di bumi ini selalu ada dualisme, seperti padhang-peteng; seneng-sengsara; sehat-sakit; hujan-panas dan lain sebagainya. Demikianlah yang namanya kehidupan. Peteng terus itu tidak ada. Padhang terus juga tidak ada. Seneng terus itu juga tidak ada. Sengsara terus itupun tidak ada. Oleh karena itu, yang bertentangan itu dibutuhkan dalam kehidupan ini. Dengan adanya panjang, kita tahu pendek; dengan adanya sakit, kita bisa merasakan sehat. Dengan mengetahui baik, maka kita tahu apa itu buruk.

Hujan dan panas, keduanya dibutuhkan dalam kehidupan ini. Kalau orang tidak mau peteng dan selalu ingin yang padhang saja, apa jadinya dunia ini? Kapan kita istirahat, kapan kita tidur? Kalau peteng terus, apa saja yang semula tumbuh pasti mati. Sebab tidak terkena sinarnya matahari. Kalau panas terus, bumi ini akan kering kerontang, kematian akan tersebar di muka bumi. Kalau hujan terus, pasti terjadi banjir di mana-mana. Daratan akan tenggelam, kelaparan melanda dunia disertai kematian umat manusia. Dimana-mana yang ada cuma air! Apa jadinya bumi ini?

Senang dan sengsara harus diterima seperti apa adanya, karena kedua-duanya membawa manfaat dan didalamnya ada hikmah yang tersembunyi. Janganlah kita terikat atau terbelenggu oleh senang dan susah. Jika kesengsaraan datang, terimalah. Jika kesenangan datang, sambutlah. Mengapa? Supaya hidup ini dapat dijalani dengan tenang.

Di manapun anda temukan kegelapan, maka terangilah. Di manapun anda temukan kesengsaraan, maka berilah kesenangan. Janganlah berhenti melakukan tugas itu, karena berjuta-juta yang membutuhkan cahaya terang dan sinar kebahagiaan.
Mutiara-mutiara

“… Kula badhe nyobi prabotanipun wong lanang, inggih punika: bares, mantep, wani. …”

“… Saya akan mencoba identitas seorang lelaki, yaitu: jujur, mantab, wani …”

“Boten kenging tiyang jaler ngunduri utawi nyingkiri bebaya utami, saha cidra dhateng pengajeng-ajeng lan kepercadosipun sesami.”

Intinya, seorang pemberani jangan takut menghadapi apapun..
“Yen kapergok aja mlayu.”
..dan jika bertemu suatu bahaya, jangan lari. (Bertanggungjawab)

“Ing donya mung kebak kangelan, seng ora gelem kangelan aja ing donya.”
“Di dunia penuh dengan kesusahan, yang tidak mau susah jangan di dunia.”

“Ajinipun inggih boten sanes naming aji tekad, ilmunipun ilmu pasrah, rapalipun adiling Gusti.”
Intinya, tak perlu mempelajari ajian-ajian, cukup dengan tekad yang baik, dengan kepasrahan yang benar dan selalu berlindung di bawah sifat adil tuhan.

“Kula bade ngukur dedeg kula, nimbang botin kamantepan, njajagi gayuhanipun budi.”
Intinya, di dalam sebuah pengembaraan, sebaiknya seseorang juga perlu mempertimbangkan keyakinan yang dimilikinya dan mendalami raihan budi. Sejauh mana keyakinan dan raihan budinya, dapat dilihat setelah seseorang menjalani pengembaraan, karena di sanalah kedua hal tersebut dapat teruji dan terbukti.

“Pakerti asor numusi anak putu lan mbekta kasengsarane tiyang katah.”
Intinya, harus tahu bahwa perbuatan atau akhlak yang buruk dapat terwarisi oleh sang anak dan dapat mendatangkan kesengsaraan orang lain.

“Aja dumeh, tepa slira, ngerti kuwalat.”
Intinya, janganlah merasa hebat. Terhadap siapapun harus tenggang rasa. Dan harus tahu kena tuah (semisal hukum karma).

“Wani mengku: anteping ati, kencenging pikir, boboting kekuatane.”
Intinya, kemantapan dan kekuatan hati, pikiran yang kuat atau teguh dan bobotnya kekuatan harus dimiliki.

“Nekad: Kekendelan, ngluwihi kekuatan.”
Intinya, bertekad bahwa kepastian (di dalam diri) itu melebihi kekuatan.

“Dede tekad pamrih, nanging tekad asih.”
Intinya, berdasarkan pada tekad asih, bukan tekad pamrih.

“Tiyang mlampah punika, sangunipun lan gembolanipun satunggal, inggih punika : “maksudipun”.”
Intinya, orang berjalan hanya mempunyai satu bekal, yaitu niat.

“Barang sanesipun saged dipun wastani ngriribedi lan ngrawati lampah, kenging dipun wastani ugi : Ngendoni niyat utawi “ngeker ancas lan tujuning lampah”.”
Intinya, barang lainnya selain niat yang baik, hanya akan menjadi penghalang dan memperberat langkah, dapat juga dinamakan sesuatu yang bisa mengendorkan niat, bisa memutar tujuan perjalanan. Gara-gara mencari sesuatu yang tak jelas, niat seseorang dapat berubah.

“Ingkang tansah dados ancasipun lampah kula mboten sanes namung sunyi pamrih, puji kula mboten sanes namung sugih, senengipun sesami.”
Intinya, dalam menjalankan tugasnya niat beliau tak lain adalah sunyi pamrih, tidak mencari imbalan, sedangkan puji beliau adalah puji cukup, selamat dan kesenangan orang lain.

“Prabot kula boten sanes badan lan budi.”
Intinya, atribut yang hanya bisa dibawa kapan saja adalah badan dan budi.

“Nyebar wiji sederekan lan wiji utamining kejawen ing manca negari.”
Intinya, benih-benih persaudaraan dan keutamaan orang Jawa-lah yang harus diperjuangkan. Itu jika anda orang Jawa. Jika bukan, ya keutamaan bangsa anda yang harus anda perjuangkan, sebarkan ke mana saja anda berada. Namun yang terpenting disini ialah persaudaraan bukan permusuhan. (Perlu diingat bahwa sewaktu beliau menulis mutiara-mutiara ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia belum berdiri.)

“Tumraping kula piyambak, kejawi urun batos, raos, kula kedah wani urun badan, urun dada, urun bahu.”
Intinya, memberikan pertolongan kepada sesama, bahkan dalam sebuah pengembaraan, selain menyumbangkan batin dan rasa, juga harus berani menyumbangkan badan, dada dan bahu. Sekujur tubuh, lahir dan batin harus bersedia disumbangkan demi kebahagiaan bersama.

“Ngawula dateng kawulaning Gusti lan memayu ayuning urip, tanpa pamrih tanpa ajrih, jejeg mantep, mawi pasrah. Sebab payung kula Gusti kula, tameng kula inggih Gusti kula.”
Intinya, dalam menjalani kehidupan disarankan mengabdikan diri kepada abdinya ALLAH SWT, menyempurnakan kebahagiaan hidup, tanpa pamrih tanpa takut, tegak, mantap dengan jalan tawakkal. Sebab, yang patut dijadikan tempat berlindung dan bergantung hanyalah ALLAH SWT.

“Yen kula mundur sebab ajrih, kula kenging dipun wastani kirang dhateng Gusti.”
Intinya, seseorang yang mundur dari sebuah pertempuran (perjalanan dalam hidupan) karena takut, itu dapat dinilai sebagai orang yang kurang pasrah kepada ALLAH.
“Angungkup kabeh, anyandak siji.
Intinya, semuanya harus diraih, tapi hanya satu yang menjadi sumbernya, yaitu ridha Ilahi.

“Ambuka netra, tegesipun anutup netra. Anggelar pemandeng, tegesipun angringkes pemantheng.”
Intinya, mata yang dibuka adalah mata yang ditutup. Meluaskan pandangan adalah konsentrasi. Mata bathinlah yang harus diutamakan, agar tidak mudah tergiur oleh gemerlap dunia yang hanyalah semu.

“Perlunipun lan maksudipun inggih punika nyukani urunan piwulang, pitedah lan tulada dhateng para sederek ing ngriki, ingkang asor inggih ingkang luhur, ingkang mlarat ingkang sugih.”
Intinya, semua yang dilakukan itu dijadikan pelajaran untuk diri sendiri dan orang lain, sebagai petunjuk bersama, bahwa sesungguhnya yang hina itulah yang luhur, yang miskin itulah yang kaya. Penampilan seseorang tidak dapat dijadikan pertanda, melainkan apakah ada yang baik dibalik penampilan yang baik, atau mungkin orang yang seakan baik tapi berhati jahat.

” Je moet leren om te doorvoelen. dat het leven een is, Ti. Alles is in dat ene. En dat leven is juist in jou. Onthou dat. Alles is in jou. En jij, je ben in alles. . . . . ”
“Kamu harus belajar untuk merasakan. bahwa kehidupan itu adalah satu, Ti Semuanya ada didalam satuan itu. Dan kehidupan itu justru ada di dalam mu. Ingatlah. Semuanya ada didalam mu Dan kamu, kamu adalah semuanya”

“Ikhlas marang apa sing wis kelakon. Trimah apa kang dilakoni. Pasrah marang apa kang bakal ana. “
Artinya, ikhlas terhadap apa yang telah dijalani. Menerima apa yang sedang dialami. Pasrah terhadap apa yang akan dihadapi.

“Jen kersa njangoni, sampun njangoni uwas, nanging njangoni mantep lan pasrah. Punika sangunipun wong lanang.”

Sang Alif

“… Ping kalihipun perlu babat lan ngatur papan kangge masang Alif. (Masang Alif punika inggih kedah mawi sarana lampah. Boten kenging kok lajeng dipun canthelaken kemawon, lajeng dipun tilar kados mepe rasukan).”
Artinya, “Yang keduanya perlu membuka dan mengatur tempat untuk memasang Alif. (Memasang Alif itu harus dengan sarana penghayatan. Tidak boleh hanya dicantolkan begitu saja, lalu ditinggal layaknya menjemur pakaian.)

“Ngawula dateng kawulaning Gusti lan memayu ayuning urip, …”
Maksudnya adalah mengabdi kepada abdinya Tuhan dan memperbaiki keindahan hidup.

Diungkapkan bahwa Drs. R.M.P. Sosrokartono memiliki tiga buah Alif, yaitu :
1. Sang Alif warna hitam, dengan dasar putih.
2. Sang Alif warna putih, dengan dasar biru muda.
3. Sand Alif warna putih, dengan dasar merah.

Ketika melayani dan mengobati orang-orang yang sakit, Drs. R.M.P. Sosrokartono selalu berdiri. Beilau kuat sekali berdiri berjam-jam atau berhari-hari. Setelah mengobati orang-orang sampai pukul 12 malam, Dar-Oes-Salam ditutup. Namun beliau tidak langsung tidur, beliau seringkali bermain catur sampai jam 3, 4 pagi, itupun beliau lakukan sambil berdiri.

Catur Murti
Catur itu empat, sedangkan Murti itu penjelmaan. Jadi yang dimaksudkan adalah empat yang dijelmakan menjadi satu. Menurut Aksan, Catur Murti adalah bersatunya empat faal, yaitu pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan.

Berawal dari keinginan atau kehendak (perasaan), itulah yang menyebabkan berpikir dan tindak lanjutnya adalah berkata, terakhir berbuat. Pikiranlah yang mendorong kita untuk berkata maupun berbuat. Sekarang tergantung kepada pikirannya. Kalau pikirannya baik/benar, maka akan mengeluarkan kata-kata yang baik/benar. Kalau pikirannya baik/benar, akan mendorong untuk berbuat baik/benar. Jika pikirannya jahat/tidak benar, akan mendorong orang untuk berkata yang jahat dan berbuat jahat.

Kebencian jangan diberi kesempatan untuk merajalela di alam pikiran kita. Kita harus menjinakkan kebencian yang ada di dalam pikiran kita, kemudian kita pudarkan atau kita kecilkan, agar pikiran jahat itu dapat kita hilangkan. Kalau sudah begitu, jangan diingat-ingat lagi orang yang pernah membuat anda jadi benci. KAta-katanya, perilakunya, jangan diingat lagi. Dengan berjalannya waktu, anda akan melupakan itu semuanya. Berterima kasihlah kepada Tuhan, karena anda dikaruniai sifat lupa, kalau anda tidak diberi lupa, maka anda akan ingat segala-galanya, apakah anda tidak bertambah pusing?

Ada kalanya kita menggunakan pikiran yang baik, namun masih dianggap kurang cukup. Menggunakan perasaan yang baik pun masih ada kekurangannya.

Sebagai contoh : Anda sedang berjalan dengan seorang teman. Kebetulan teman itu tidak punya uang sama sekali. Dan sama-sama lapar, tetapi uang anda hanya Rp 2000. Anda mampir di warung, nasi satu piring Rp 2000. jadi yang makan hanya anda sendiri. Sebab, uang itu adalah uang anda sendiri dan anda sangat lapar. Teman anda menunggu sambil berdiri, di luar warung. Sampai hatikah anda berbuat begitu?

Contoh lainnya : Uang Rp 2000 anda berikan kepada teman anda, teman anda yang makan. Anda hanya duduk saja di dalam warung, sambil mengamati teman anda yang sedang menikmati makanannya.
Pada contoh yang pertama, anda egoistis. Sekalipun berpikir benar. Pada contoh yang kedua, anda adalah orang gila yang baik hati. Sekalipun berperasaan benar. Nah, coba anda mencari makanan yang harganya Rp 1000 saja. Anda dan teman anda sama-sama dapat makan. Anda makan tidak kenyang, tetapi sudah makan. Teman anda tidak kelaparan. Jadi sebelum anda berbuat, pikiran yang benar harus diselaraskan dengan perasaan yang benar. Artinya, ada unsur penyelarasan. Dengan begitu, dalam konteks tersebut, perbuatan anda adalah “Perbuatan benar”.

Dengan demikian, Catur Murti itu merupakan kesatuan, tidak boleh dipisahkan, jangan ambil protholannya saja, ambillah kesatuannya, keseluruhannya. itu baru namanya Catur Murti. Selain itu, Catur Murti bukan hanya sekedar dihafalkan, tapi harus dihayati dan diamalkan. Berlatih Catur murti tanpa berhenti, baru ada manfaatnya. Sehingga menyatu dengan jiwa kita, sehingga kita terbiasakan untuk berpikir benar, berperasaan benar, berkata benar dan berbuat benar. Dalam situai dan kondisi apapun reaksi kita jadi cepat dan dalam mengambil keputusan bisa dengan tepat dan benar.

Tuhan telah memberi kita 2 buah mata, 2 buah telinga dan 1 mulut. 2 buah mata, artinya banyak-banyaklah melihat. 2 buah telinga, artinya banyak-banyaklah mendengar. 1 buah mulut, kalau tidak perlu sebaiknya ditutup. Sebab mulut adalah pintu gerbang yang mendatangkan bahaya.

Benci (kebencian)
Hidup ini jadi tegang dan gelisah. Kebencian dapat melahirkan dendam. Dendam dapat melahirkan ketidaktenangan. Gelisah dan gundah gulana itu juga akibat dari sebuah kebencian.

Serakah
Keserakahan menyebabkan hati kita tertutup. Hati yang tertutup tidak dapat melihat kepentingan orang lain, tidak dapat merasakan penderitaan orang lain. Yang dipikirkan hanya kepentingan, kesenangan dan keselamatan dirinya sendiri.

Iri Hati
Orang yang iri hati selalu merasa tidak senang, jika orang lain senang. Ia tidak merasa bahagia kalau orang lain bahagia. Ia merasa kecil hati melihat orang lain sukses. Orang yang iri hati itu hatinya kerdil, karena ia tidak mau menerima kenyataan dengan lapang dada atau mengakui kesuksesan orang lain, kegembiraan orang lain, kebahagiaan orang lain. Orang iri hati cepat sekali untuk memfitnah orang, menggunjing atau menjelekkan orang lain yang sukses.

Fitnah
Selama kita benar, jangan takut terhadap fitnah. Kalau kita tak berbuat yang neko-neko, kita merasa benar, tak perlu memikirkan fitnah itu. Biarkan saja, diamkan saja dan hadapi dengan kesabaran.

Bodoh (kebodohan)
Bilamana kita sedang marah, sedang membenci, sedang iri hati, sedang serakah, pada saat itu kita dalam keadaan bodoh, yang artinya tidak punya kemampuan untuk mengendalikan diri/lepas kontrol. Saat itu pikiran kita jadi gelap, tidak sadar, tidak bijaksana, kita jadi bodoh (tidak seperti biasanya, cerdas, bijaksana). Karena bodoh, ada kemungkinan kita memukul atau membunuh tanpa kesadaran. Melakukan hal-hal membahayakan untuk diri sendiri dan orang lain, dan kita pun menderita lahir batin. Kita baru sadar, setelah itu semua terjadi. Kesadaran yang datangnya terlambat.

Tulisan ini semoga menjadikan bahan renungan kita semua, dan membuka mata kita semua bahwa sejak Republik ini belum lahir sudah ada anak bangsa yang berperan vital dalam sebuah organisasi Dunia. Konon redaksional tulisan RA. Kartini yg berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” berasal dari tulisan beliau, sayang tdk banyak orang tahu betul akan siapa sebenarnya beliau.

Memang penulisan sejarah di negara kita di masa lampau sarat dengan kepentingan politis dan kekuasaan. Lebih dari itu karakter masyarakat Jawa yang sangat hiperbolis dalam memandang ketokohan beliau, secara tidak disadari turut berperan dalam mengaburkan riwayat karier beliau yang sangat spektakuler di luar negeri. Banyak masyarakat Jawa memandang beliau sbg tokoh sakti mandraguna yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit, sampai sekarang masih banyak kalangan masyarakat KEJAWEN menganggap beliau sebagai tokoh panutan.

Semoga tulisan ini juga mampu mengembalikan sejarah beliau yang sudah ter-distorsi-kan sedemikian rupa, sehingga kita sebagai generasi penerus bangsa mampu mengambil nilai-nilai positif dari ajaran beliau untuk kita jadikan cambuk bagi diri kita masing-masing agar kita bisa mencontoh beliau untuk berperan aktif di dunia International. Bukan sekedar menjadi bangsa kacung. JAZAKALLAH…

Kepustakaan :
• Indy G. Hakim, Tafsir Surat-surat & Mutiara-mutiara Drs. R.M.P. Sosrokartono, (Pustaka Kaona, April 2008)
• Pa’ Roesno, Karena Panggilan Ibu Sejati : Riwayat Hidup dari Drs. R.M.P. Sosrokartono, (Djakarta : 1954)
• Panitya Buku Riwayat Drs. R.M.P. Sosrokartono, Kempalan Serat-serat : Drs. Sosrokartono, (Surabaya : Panitya Buku Riwayat Drs. R.M.P. Sosrokartono, 1992)
• Serat Saking Medan, 12 Mei 1931 dalam Suxmantojo, Kempalan Serat-serat Drs. R.M.P. Sosrokartono
• Serat Saking Binjei, 5 Juli 1931
• Serat Saking Binjei, 9 Juli 1931
• Serat Saking Tanjung Pura (Langkat), 26 Oct. 1931
• Serat Saking Tanjung Pura, 11 Oct. 1931
• Djoko Pring, “Aji Pring”, (Binjei, 12 Nov. 1931)
• Djoko Pring, Omong Kosong, (Binjei, 12 Nov. 1931)
• R. Mohammad Ali, Ilmu Kantong Bolong, Ilmu Kantong Kosong, Ilmu Sunji Drs. R.M.P. Sosrokartono
• Djoko Pring, Lampah lan Maksudipun, (Binjei 12 Nov. 1931)
• Blog Inggra @ http://parandaru.multiply.com/journal/item/1/Coba_direnungkan_saja
• Artikel Ir. Budi Setiaji di Kedaulatan Rakyat

-


Musik Keroncong Lahir Dari Perpaduan Budaya Barat dan Timur

Tidak ada komentar

Kamis, 10 Agustus 2023

Grup musik keroncong dari Jogja Tjongpick merilis lagu baru berjudul Ngatidjem.




- Musik keroncong merupakan salah satu genre musik yang memiliki banyak penggemar di Indonesia. Meski saat ini mulai tekikis dengan musik pop, musik keroncong tidak pernah gagal mengajak para penikmatnya untuk bernostalgia.

Musik keroncong lahir dari perpaduan budaya Barat dan Timur. Genre musik jenis ini mulai populer pada awal abad ke-20.

Dikutip dari laman indonesia.go.id, musik keroncong berkembang sebelum industri rekaman belum di mulai di Indonesia. Keroncong populer lewat berbagai pentas yang diselenggarakan.

Saat itu, musik keroncong dikenal sebagai musik rakyat yang berasal dari Kampung Tugu. Musik yang khas dan unik berhasil menarik para penonton dari berbagai daerah untuk menyaksikan pentas keroncong di Kampung Tugu.

Pada awal penemuannya, musik keroncong menjadi primadona masyarakat peranakan Indo-Eropa kelas bawah. Musik yang dibawakan dengan gitar besar, gitar kecil, seruling, piul, dan rebana berhasil memikat hati mereka.

Ada beberapa versi sejarah mengenai bagaimana musik keroncong sampai ke tanah Betawi. Namun, versi paling populer menyebutkan musik keroncong dibawa oleh orang Mestizos ke Batavia.

Orang Mestizos merupakan para keturunan pelaut Portugis yang akhirnya menikah dengan penduduk lokal dan menjadi koloni. Orang Mestizos kala itu membuat tradisi musik khas yang membuat mereka bernostalgia akan kehidupan mereka di kapal.

Lambat laun musik khas orang Mestizos ini diadaptasi oleh masyarakat Kampung Tugu menjadi cikal musik keroncong. Kreativitas warga Kampung Tugu saat membuat tradisi musik khas, akhirnya menciptakan tiga jenis gitar yang diberi nama Jitera, Prunga serta Macina.

Jitera adalah sebutan untuk gitar yang besar, Prunga sebutan untuk gitar yang sedang dan Macina sebutan untuk gitar yang kecil. Ketika memainkan ketiga gitar tersebut akan muncul suara 'krong-krong' serta 'crong-crong'.

Bunyi gitar inilah yang menjadi awal mula penamaan musik keroncong. Tradisi musik khas dan penciptaan tiga alat musik ini memunculkan pertunjukan ansambel yang menjadi cikal bakal lahirnya musik keroncong, yang saat itu dinamai Krontjong Toegoe.

Memasuki abad ke-20, musik keroncong mulai menyebar dari Batavia hingga ke Surabaya. Musik keroncong saat itu digunakan sebagai lagu pengiring dalam pentas teater komedi yang membawakan kisah dari Timur Tengah.

Musik keroncong juga menjadi instrumen tradisional pengiring pertunjukan Sandiwara Komedi para bangsawan bernama Komedie Stamboel. Musik keroncong juga diadaptasi dalam berbagai bentuk, seperti langgam Jawa.

Kemudian berkembang menjadi campursari. Keroncong koes-plus yang berirama rock dan keroncong dangdut yang kemudian menjadi congdut.


KITAB PAMBUKANING NALAR Bag. 2

Tidak ada komentar

Minggu, 06 Agustus 2023




- V. DUMADINE BADAN WADAG.

1. Bumi iki kejaba munyer nganakake Rina lan Wengi, uga nglayang ngubengi Srengenge temugelang nganakake mangsa setaun.

2. Sarehne Srengenge iku asung pepadang, mulane saweneh ana kang ngarani “Pangeran”, tegese : kang diturut dadi patakon.

3. Srengenge iku nduweni daya kakuwatan kang sumebar nurut sorote.

(Saben atoom Jasmani 6 iji kalebon daya 1, campurane iku dadi atoome Swasana utawa Aether).

Sarehne Bumi iki tansah kasorotan saparoning lumahe, dadi iya tansah kataman daya mau.

4.   Si Bumi dewe nduweni daya kakuwatan. Campuhe Dayaning Srengenge lan Dayaning Bumi mau nganakake daya panguwasa kang bisa nguripi dat-dat liyane ing sawatara mangsa (dadi mung urip-uripan bae).

Moerih ringkese, DAYA PANGUWASA mau ing kene disalini aran “KI URIP” bae.

5. Mungguh dat-Jasmani iku kang katon (kasat mata) mung kang kasar bae yaiku wujud barang atos-cuwe lan kang wujud bangsane kukus. Dene dat-Jasmani kang alus, yaiku kang ora kasat-mata, iku wujud cahya kang diarani …… Swasana (aether) (sarining hawa?), kang kasar lan aluse ana patang warna. Dadi yen mangkono dat-Jasmani iku kasar-alus ana 7 warna. (Mangkono uga siji-sijing Alam Alus iya uga ana 7 perangan).

6. Date-Bumi iki wujud : lemah – banyu – geni lan angin (hawa). Mungguh Sarine Lemah – Angin – Geni – Banyu mau isih pada wujud cahya ….. dadi ing Bumi kene ana Sari 4 warna.

Sari 4 warna mau bareng klebon “KI URIP”  banjur pada rebut daya – tarik – tinarik wekasan kumpul dadi siji ….. sakbanjure, saiki “KI URIP” minangka isine ngiras nguripi wadahe utawa bungkuse, yaiku campurane Ssari 4 warna mau.

Wadah (bungkus)  iku tumrap Manungsa dadi wadag iki, dene tumrap sato-kewan dadi endog, wekasan bisa netes dadi piyik, kutuk sapanunggalane.

Yen mangkono, si wadag iki sanajan kasar-kasara, iya asal saka cahya.

Sampurnane apa bisa dadi cahya maneh ? Wallahu alam !!!!

7. “KI URUP” nguripi buntele (wadag) kalawan nganggo pawakan gaweyane dewe, yaiku Badan Rabani (Latif) kang asale saka dat-Jasmani-alus (Swasana) mau. Dene wujude si wadag miturut wujude si Badan Rabani (latif).

Mungguh tumrap ing wadag iki telenging daya Urip iku dumunung ing : mbun-mbunan – Pasu (saantarane mripat loro) led-ledan-Jantung-Ati-Puser lan ing Sulbi (silit kodok).

8. Ing saiki Uripe-wadag iki saka telung prakara.

a.  saka “KI URIP” (Prana) kang nganggo pawakan Latif.

b.  saka Napas, minangka dadi tataining-urip lan kanggo ngresiki getih.

c.  saka Panganan sarta omben-omben kanggo nguwatake awak lan kanggo nglironi dat-dat kang ilang utawa kalong ing sadina-dina marga saka ngising, nguyuh, kringeten, lan sapanunggalane.

9. Bapa lan Biyung wis pada kanggonan :

Sapisan …… “KI URIP”.

Kapindo …… Sari 4 prakara kang kasebut ing duwur.

Mulane, kala sacumbana bisa nganakake “KI URIP” karo Buntelane pisan, yaiku calon bayi.

Sari 4 warna kang saka Bapa dadi : kulit-otot-balung-utek.

Sari 4 warna kang saka Biyung dadi : daging-getih-sungsum-jeroan.

Mangkono keterangan sawatara bab dumadining Badan Wadah iki lan Uripe, sarta Badan latif. Lan uga dumadine Kewan warna-warna.

VI. PRAPRINCENING ANGEN-ANGEN.

Mungguh badan angen-angen iku ringkese kadadeyan saka : 1. Badan Kewani = Badan Penpinginan = Badan Nafsu = Badan Astraal.

NAFSU iku ana 4 warna :

a.    Aluamah; nuwuhaken anggranyah seneng turu.

b.    Amarah; nuwuhake brangasan, drengki, ewan, panasten, meri, lsp.

c.    Supiyah; nuwuhake seneng kaplesiran, nyenyawang kang sarwa asri ngrungokake swara kang kapenak, lsp.

d.    Mutmainah; nuwuhake……

………..hal 7 s.d 8 hilang…………

Yen pirantine tetelu mau wis mati, mangka celengane durung cukup, iya kapeksa nggawe bekakas anyar maneh ……….. dadi bayi maneh. Mangkono sakbanjure, kongsi Kawruh lan Kasuciane cukup kanggo munggah marang Alam-alam kang luwih alus.

Bekakas telung warna iku uga diarani TRI-GUNA, kang pada nduweni karep lan watak dewe-dewe kaya kang wis kacaritakake ing nduwur. Dene watake Badan Cipto luhur iku kudu siji, mulane karepe iya mung mligi tumuju marang Kasucuian (gembleng), sarta marang panggawe becik kalawan sepi ing pamrih.

Sarehning TRI-GUNA kang akeh-akeh iku karepe mung tumuju marang kadonyan, dadi kang diudi iya mung Kawruh lahir ana ing sajroning triloka, dene Ciptane Luhur kang karepe ngupaya Kawruh batin, kasucian kalawan rasa jati tansah kasoran bebasane : Manungsa Sejati tansah kalah karo tunggangan sagedonge, mulane iya bola-bali tuMoerun bae.

Dadi kang diarani Badan angen-angen iku :

1.    Badan Kewani;

2.    Badan Rochani;

3.    Badan Ilafi (Badan Cipta Luhur) kabantu dening pancaindriya.

 VII. BADAN-BADAN LAN ALAM-ALAM.

Mungguh Badan kasar alus iku trape samad-sinamadan, limput-linimputan, tegese : kang kasar dumunung ing sajrone kang alus nanging kang alus uga dumunung ing sajrone kang kasar, kaya upama kapuk karemdem ing banyu.

Mangkono uga alam kasar alus, trape aja kokira sap-sapan sangsaya menduwur sangsaya alus-alus. Sarehne limput-linimputan, dadi kang diarani Alam Akhir iku uga ana ing kene bae ….. aja kosengguh yen dumunung ing langit kang katon biru kana.

Badan Jasmani (Wadag) iku kadadeyan saka Dat-ing Alam Jasmani. Badan Kewani kadadeyan saka Dat-ing Alam Kewani. Mangkono uga Badan-badan alus liyane pada kadadekake saka Dat-ing Alame dewe-dewe. ###

Sarehne manungsa pirantine luwih alus sarta luwih sampurna tinimbang liyane, dadi kamajuwaning Jiwane uga luwih rikat. Apa dene Cipta lan Rasa kamanungsane iku nuwuhake pangerti (kawruh) tata cara, tata krama (ontwikkeling en beschaving).

Manungsa Sejati iku ana kang nom lan ana kang wis tuwa unda-usuk, jalaran celengane beda-beda.

Sarehne nom tuwane beda-beda, dadi kakuwataning kamajuwane iya ora pada, mulane : Drajating Kamanungsane, range-iya beda-beda : Bangsa Eropa lan Amirika iku kawilang rang kang luhur, dene Bangsa Papuwa, Dayak lsp., kawilang asor, dadi ana unda usuk warna-warna.

Para Nabi, Wali, Aulia iku pawakane iya ora beda karo wong kang akeh-akeh, nanging Drajating Kamanungsane, budine, jiwane wis luhur …… Manungsa Sejatine wis tuwa, ora mikir marang duwit, ora ngarep-arep narik lotre, nanging ngetohake banda, sarira lan jiwa kanggo nenuntun marang para kang isih bodo lan kapetengan ing budi. ###

Mungguh kang isih asor banget iku dumunung ing pepelikan (delstoffen = Roh Ma’dani). Yen wis sampurna ana ing kono mbanjur ngalih dadi tetuwuhan kang asor-asor (bangsane lumut-lumut), sakbanjure sangsaya lawas mundak-mundak klas, kongsi dadi wit-witan kang gede-gede : wringin, Jati, pelem lsp. Sawise sampurna ing witwitan, munggah rang maneh dadi kewan kang asor-asor (bangsane bacil, uget-uget) lsp.) sangsaya lawas sangsaya sampurna, kongsi dadi bangsane kewan kang nusoni (kebo, sapi, jaran, lsp.).

Yen sampurna ing kono, lagi wiwit dadi Manungsa kang isih nom banget. Manungsa Sejatine kang uripe …… wateke isih prasasat kewan bae. Manungsa kang isih kaya mangkono mau pirantine (bekakase) kang wis rada santosa ligi ana 3 prakara :

1.    Badan Jasmani-ne (wadag) ….. gedongan.

2.    Badan Pikira-ne.

3.    Badan Kewani-ne.

Nomer 1 lan 2 = Angen-angen-ne asor …… jaran.


Ing ngarep wis kacritakake yen siji-sijine Badan iku pada nduweni watek lan karep dewe-dewe kang pada gegayutan, yaiku :

a.Badan Jasmani; wateke kesed, doyanan, sungkanan, dadi kesenengane mung kudu mangan turu bae. Nanging watek utawa karep mangkono mau bisa sirna dening pameksaning angen-angen; tandane : sanajan sayaha, aripa, aras-arasen di kaya ngapa, yen atine karep iya mesti tumindak, mabnjur ora krasa sayah lan arip maneh. Kayata : karem main …… ora duwe duwit ditantang main, nanging diutangi pawitan ….. iku yen mung mandak lara sawatara bae, iya malah dadi tamba, sanalika mbanjur waras.

Badan Rabani (Latif) iku sarehne dadi pawakane Ki Urip, dadi iya nglantarake daya urip (prana) marang Badan Wadag iki lan uga dadi panyambunge Badan Kewani karo Wadag, nglantarake getering angen-angen (Kewani lan Rochani) marang Wadag iki.

Pancaindriya iku bekakase angen-angen kanggo magepokan karo kang kasar iki klawan piranti mata, kuping, irung, kulit lan ilat. ###

Mungguh wangune Badan Wadag iki wis kawruhan kaya mangkene, an dununge ana ing Alam Wadag, yaiku Alam Jasmani utawa ing donya.

Yen Badan Wadag iki wis mati, Manungsa Sejati banjur ngrasuk Badan Kewani, dumunung ing Alam kono :

b.Badan Kewani (Badan Pepinginan – Badan Nafsu – Badan Rasane Ati – Badan Astraal) iku wateke : aleman, panas-baran, angkara-Moerka, kuminter – karepe mung golek kasenengan ing Donya. Sajrone rumangsa kebeneran, ketekan kekarepane ……. Senenge kepati, ora eling yen kabungahane mau bisa tumuli sirna ….. temahan ngenes.

Wangune Badan Kewani iku kaya endog. Tumrap wong kang isih bodo, bunder lonjong, nanging perangan ing nduwur merit (luwih cilik) kosok bali karo wong kang wis akeh kesucian lan pangerttine. (Kira-kira kaya gambar ing ngisor iki).

Ing Badan Kewani-ne siji-sijining wong ana wawangunan kaya wadage. Mulane manungsa kang nganggo Badan Kewani (ninggal wadage), iya bisa weruh marang sapari polahing wong kang isih pada ana ing Donya iki kalawan ndeleng Badan Kewanine. Amarga saka iku wong kang banget susah, getun, ngenes jalaran kepaten, iku gawe sengsara banget marang kang wis mati (kang digetuni) kaya upama arep mbanjurake laku kapeksa mandeg-mayong.

Badan Kewani iku mawa cahya manca warna, kang nelakake wewatekane. Amarga saka iku, wong kang waskita bisa suMoerup marang wewatekaning wong liya sarana ndeleng Badan Kewanine wong mau.

Wong manggon ing Alam Kewani bisa ngliwati Wadage wong-wong iki kalawan ora krasa kedangan, ora nyenggol apa-apa. Mangkono uga kang manggon ing Alam luwih kasar.

Samubarang kang dumunung ing Alam Kewani iku pada mawa nyawa. Uripe luwih santosa tinimbang karo kang ana ing Alam Jasmani iki.

Bangsa pepelikan (delstoffen Ma’dani) iku ora nduweni Badan Kewani, mulane katone saka ing Alam Kewani mung kaya wewanyangan bae, mangkono uga Wadag kita iki. Ana ing Alam kono isih katara bedane Lanang lan Wadon.

Alam Kewani (arwah) perangan kang asor dewe iku Dat-e kasar banget. Mulane wong mati kang dumunung ing kono mau tansah nandang susah ngendeng, ora krasa satitik-titika, panggonan mau kena diarani Naraka. Mungguh kang dumunung ing kono iku mung wong kang kakehan dosa gede, anane ing kono nglakoni paukuman saka panggawe dewe-dewe dene lawase nandang sangsara mau timbang karo gedening dosane, nuli mbanjurake laku marang perangan utawa Alam kang luwih alus lan nyenegake. Dene tumrap wong kang ora kebangetan alane, perangane kang asor mau kaya mung kliwatan bae.

Wong mati iku ninggal Wadage mbanjur ngrasuk Badan Kewani-ne klawan dadakan. Yen nalika uripe ….. durung kulina ngrasuk Kewanine, anane ing Alam Arwah kono kaya wong turu bae, sadela ngimpi ala, krasa ruwed-renteng, sadela ngimpi becik, krasa seneng ….. dadi pangrasa, kaya kalane isih urip ana ing  Donya (bungah-susah). Nanging sarehning geter (trillingen) Alam kono iku rikat banget, dadi sakabehing rasa bungah –susah, was-kwatir, tumanjane mandes banget. Yen mangkono, wiwit saiki apa ora perlu banget sinau nganggo Badan Kewani-semadi (ngraga sukma), iktiyar supaya ing tembe yen wis mati ora gampang bingung yen kesasar …… sarta sinau mbengkas rasa susah, sumelang, was, lsp, saka satitik, dadi wosse : sinau tatag-tabah sabar-tawekal, Moerih ing mbesuk anane ing Alam Arwah aja kongsi kaya wong turu kang tansah ngimpi ala bae, balik dumununge ing kono bisaa klawan eling (met bewustzijn).

Wong semedi kang sakbanjure bisa ngraga sukma iku ora mati, jalaran isih ditunggoni dening KI URIP, iya iku isih bisa nama DAYA URIP (Prana) kang sumambung ing Badan Kewani lantaran tali-sutra (sorot-sorot alus mawa daya lan ora kasat mata).


Panca-driya-batin iku alus lan landep, mulane, sajrone ngraga-sukma : pandeleng, pangrungu, pangrasa iya luwih lepas, sarta nindakake sabarang prakara bisa klawan enteng lan gampang.

N.B : Mungguh arane Alam-Alam, Roh-Roh, Badan-Badan iku ing Kitab siji lan sijine sok ora pada. Moerih ora bingung, ngapek (nurut) salah siji bae disik. Elinga : kang perlu dudu aran, nanging pangerti.


Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde