- Keputusan untuk menikah adalah hal yang serius. Kita tak bisa begitu saja main-main dengan keputusan menikah tersebut. Hanya saja terkadang kita harus rela mengorbankan perasaan kita sendiri untuk mendapatkan semua yang terbaik.
Berikut ini adalah kisah seorang sahabat dari jauh yang pada akhirnya harus mengorbankan perasaannya pada seorang pria yang begitu ia cintai. Dan, ia menikah dengan pria lain. It might seem like a sad story but we all know that there must be something valuable in every love story.
Kisah ini dimulai saat aku baru mulai mengenal yang namanya cinta. Sebelumnya aku sering berpacaran dengan pria tampan maupun pria kaya. Hal itu mungkin dikarenakan parasku yang lumayan cantik dan menarik bagi pria. Meskipun demikian, aku cukup selektif dalam memilih pria yang akan kujadikan pasanganku.
Setelah mengalami kurang lebih 4 tahun menjadi seorang “playgirl” akhirnya aku menemukan seseorang yang dengannya aku merasa nyaman menjadi diriku sendiri dan aku yang selalu tampil apa adanya diriku di depannya. “Ya! I've found him,” gumamku tiap kali aku jalan dengannya.
Pria itu usianya di bawahku 1 tahun, namun cara berpikirnya dewasa. Hal itu yang kucari selama ini. Sosok pria yang mampu menemaniku saat aku sedih, senang, dan susah.
Singkat cerita, hubungan kami semakin dekat dan aku pun tak mampu membendung perasaanku bahwa aku jatuh cinta padanya.
Waktu itu kita jalan berdua, menghabiskan waktu bersama saat libur kerja. Aku ingat sekali saat dia menyatakan cintanya padaku dengan malu-malu dan sekiranya dia gemetaran takut kutolak begitu ia bercerita waktu itu. Dia bilang padaku dia menginginkanku menemani hidupnya dan menjadi ibu bagi anaknya kelak.
ku tersentuh dan dalam hati aku senang. Hubungan kami berjalan baik seiring berjalannya waktu. Dia pun telah akrab dengan keluargaku juga adik-adikku. Dia mampu memposisikan dirinya saat di mana ia berada.
Hubungan kami awalnya disetujui oleh orangtuaku, sampai usia hubungan kami 1,5 tahun. Namun semua berubah saat Papa pulang ke Medan untuk urusan pekerjaan. Ia pun singgah di tempat bibiku yang juga satu kampung dengan pacarku itu.
Entah benar atau tidak, yang pasti sekembalinya Papa dari kampung, Papa melarangku menjalin hubungan dengannya dan menyuruhku mencari yang lain. Sontak saja air mataku mengalir deras dan aku bingung harus bilang apa pada pacarku itu. Di lain hal aku sayang padanya dan di sisi lain orangtuaku melarangku untuk berhubungan lagi dengannya.
Awalnya aku cuek dengan omongan Papa dan terus menjalani hubungan kami. Namun, suatu waktu Mama menceritakan padaku apa yang terjadi saat itu di kampung, sewaktu Papa menginap di rumah Bibiku.
Ternyata Papa disidang oleh keluarga besar Papa di Medan. Keluarga Papaku masih kental dengan adat Batak dan patuh terhadap wejangan keluarga. Saat itu Papa diberitahu oleh Kakekku bahwa pacarku itu anak dari dukun santet terkenal di sana dan diasingkan oleh warga desa setempat. Dan tak ada yang mau jika diajak komunikasi oleh keluarga mereka.
Karena katanya setiap warga yang habis ngobrol dengan mereka, pasti akan terkena musibah. Aku antara percaya atau tidak. Karena untuk zaman sekarang, buatku hal-hal seperti itu nggak mungkin lah.
Namun, hingga satu hari aku menyadarinya bahwa ada yang benar dari kata-kata orangtuaku, saudara-saudara di Medan bahwa keturunan yang terbaik adalah keturunan yang tidak percaya kepada mistis dan hal-hal sejenis. Ya aku yakin orangtua tak pernah salah dalam berbicara.
Mereka pasti memikirkan dengan baik apa yang menjadi kebahagiaan anak-anaknya kelak. Apalagi aku dan ketiga saudara perempuanku adalah wanita yang harus dilindungi oleh suaminya kelak.
Aku pun mencari cara untuk pergi menjauh dari pacarku, mulai dari jarang telepon dan sms serta mulai memberi jarak (maklum kami pacaran jarak jauh Bekasi-Sukabumi). Tapi aku tidak berani mengatakan kita harus putus. Intinya aku menggantung dia dan membuat dia selalu bertanya mengapa akhir-akhir ini aku berubah terhadapnya.
Hingga suatu waktu, aku bertemu kembali dengan mantan pacarku dulu yang dulu menduakan aku. Dia hadir seolah menjadi jawaban atas doa dan keinginan orangtuaku. Aku tidak menutup diri terhadapnya dan tidak menceritakan padanya tentang pacarku itu dan masalahku. Yang pasti mantanku ingin aku kembali dan menikah dengannya.
Dia mengharapkan aku dan ingin menebus kesalahannya dulu. Kami sama-sama dari suku Batak. Makin hari makin sering kami bertemu dan terlebih kami terlibat satu bisnis yang mengharuskan sering bertemu. Dia sayang padaku, keluargaku dan adik-adikku. Dan, dia melamarku! Deggg!Bagai disambar petir, aku pusing luar biasa memikirkan pacarku yang ada di Sukabumi. Aku merasa telah mengkhianatinya dan menyakiti hatinya.
Bahkan aku belum mampu mengatakan bahwa aku harus berpisah dengannya. Sampai hari itu tiba di mana aku akan menikah dengan pria yang belum aku sayang. Namun aku percaya bahwa suatu saat aku akan mencintainya sepenuh hatiku. Sampai saat ini aku melarikan diri dari pacarku itu dan menutup diri dari pengakuanku.
Jujur aku tak tahu harus bagaimana. Yang aku tahu kini ada seseorang yang menyayangiku, yaitu suamiku. Aku ingin minta maaf buat mantan pacarku di sana. Aku harap kamu mengerti dengan keputusanku! Aku mencintaimu, Dear!
Buat suamiku, terima kasih atas cintamu yang tulus.
Tidak ada komentar
Posting Komentar