- Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mempertanyakan dimana tugas kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat ketika terjadi tindakan represif dalam membubarkan massa demonstrasi yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat Air Bangis dan mahasiswa di kantor Gubernur Sumatra Barat (Sumbar).
“Dalam kasus tersebut, alasan penegakan hukum itu untuk apa? Apakah untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat?,” kata Bambang saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Minggu (6/8/2023).
Menurutnya, sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
“Sesuai UU 2 tahun 2002 tugas kepolisian adalah mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat melalui penegakan hukum sebagai alat,” ujar Bambang.
Akan tetapi, apa yang tertuang dalam konstitusi dengan implementasinya berbanding terbalik. Penangkapan yang dilakukan aparat terhadap masyarakat, mahasiswa dan pendamping hukum dalam demonstrasi tersebut nyatanya justru membuat melanggar amanat yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan kepolisian bertujuan mewujudkan keamanan dalam negeri dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
“Masyarakat yang mana kalau ternyata pemilik hak malah tidak terlindungi dan terayomi,” pungkas Bambang.
Diketahui, PT Abaco Pasifik Indonesia akan menanamkan modal sebesar Rp150 triliun untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Air Bangis. Nantinya akan dibangun kilang minyak di lokasi tersebut. Jika proyek ini berjalan akan menjadi kilang minyak terbesar di Indonesia dan banyak membuka lapangan kerja.
Akan tetapi PSN ini membutuhkan lahan sekitar 30 ribu hektare maka lahan-lahan sawit yang selama ini mereka tanam akan termasuk dalam bagian proyek tersebut. Kabarnya, warga sudah dilarang untuk memanen hasil lahannya, sehingga terdampak pada ekonomi keluarga mereka. Oleh karena itu mereka menuntut agar proyek itu dihentikan, dengan berdemonstrasi.
Total ada 1.500 massa yang ikut dalam aksi tersebut. Demonstrasi ini dilakukan sejak Senin (31/7/2023). Namun, hingga Jumat (4/8/2023), Gubernur Sumbar tak pernah menemui pedemo, justru menemui massa tandingan dan bersilaturahmi di saat salat subuh.
Puncaknya, pada Sabtu (5/8/2023), warga dan mahasiswa melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar di Kantor Gubernur Sumbar. Belum selesai dialog antara perwakilan masyarakat, mahasiswa dan Pemprov Sumbar, anggota Kepolisian Polda Sumbar melakukan tindakan represif untuk membubarkan secara paksa masyarakat dan pendamping yang berada didalam Masjid Raya. Aparat, tidak hanya melakukan pembubaran secara paksa, tetapi juga melakukan penangkapan terhadap masyarakat, mahasiswa dan pendampingan hukum.
Tidak ada komentar
Posting Komentar