- Aku adalah seorang single parents, aku memutuskan berpisah dengan suamiku karena dia pecandu narkoba dan selalu mengkonsumsinya dirumah. Memang sejak pacaran dulu, aku sudah tau kalau dia pecandu tapi karena sudah terlanjur cinta aku menerima lamarannya, lagian kata orang kalau sudah berumah tangga pria bisa berubah.
Dan memang benar, 1 tahun pertama dia sembuh total, tapi begitu anakku lahir dia kembali pada kebiasaannya dulu. Sudah berulang kali suamiku masuk panti rehabilitasi tapi dia selalu kembali menjadi pecandu dan sampai sekarang dia masih minum obat terlarang itu dan selalu konsultasi ke dokter spesialis jiwanya
Selalu kucoba bertahan demi anak hingga akhirnya diusia pernikahanku yang ke-4 aku menggugat cerai karena aku sudah tidak tahan lagi, aku takut melihat pertumbuhan anakku jika dia melihat ayahnya selalu seperti itu dirumah, belum lagi beban psikologiku. Memang dulu ketika menikah hanya papaku yang setuju yang lainnya ‘tidak’ dan ketika aku bercerai juga tidak ada yang setuju, sehingga aku sendiri yang mengurus hingga sidang selesai.
Dan ternyata menjadi single parents bukanlah hal yang mudah bagiku. Banyak sekali godaan yang kuhadapi terutama dari lelaki yang suka iseng namun aku hanya fokus bagaimana membuat anakku tidak trauma dengan perpisahan orang tuanya. Tapi terkadang aku menyesal atas pilihanku jika aku melihat anakku sakit dan selalu memanggil ayahnya hingga kini usianya 7 tahun.
Hanya selang 3 bulan dari perceraianku, aku sudah mempunyai kekasih baru yang baik, perhatian dan sayang padaku dan anakku dengan harapan bisa melupakan kesedihanku karena dia juga baru berpisah dengan calon isterinya yang ketahuan selingkuh menjelang hari pernikahan mereka.
Aku merasa dialah yang mampu membahagiakan kami. 6 bulan usia pacaran kami (Juli 2014), aku diterima kerja di sebuah Perusahaan yang khusus mencari nasabah untuk investasi di bursa. Hanya 2 bulan aku terima gaji sebesar 700 ribu belum lagi potongan-potongan yang harus kuterima sebagai syaratnya. Dan selebihnya hingga kini (Agustus 2015) aku masih belum mempunyai nasabah dan aku tetap bertahan karena aku yakin “Rezeki anak pasti ada”.
Aku ingin membuktikan pada keluargaku bahwa “Aku Bisa” membiayai hidupku dan anakku tanpa bergantung pada keluargaku, aku tidak ingin menjadi beban mereka. Tapi pastinya sekarang kondisi perekonomianku perlahan tapi pasti habis karena tidak ada pemasukan. Walaupun aku mempunyai pacar tapi aku tidak pernah mau menerima pemberiannya dan dia juga tidak pernah aku beri tahu masalah gajiku jika dia bertanya.
Terkadang aku sedih, menyerah, putus asa dan selalu bertanya, “apa yang salah dengan diriku ini?”. Apakah ini hukuman atas perceraianku? Aku merasa setiap langkah yang kubuat selalu gagal. Terkadang aku menyalahkan Tuhan sebab segala usaha dan doa sudah kulakukan tapi belum juga berhasil.
Aku juga merasa iri dengan teman-temanku yang sudah berhasil. Namun kembali lagi aku berpikir mungkin ini adalah cobaan dan belum rezekiku. Aku yakin bahwa aku bisa seperti teman-temanku yang sudah mendahuluiku. Aku yakin, Tuhan tidak akan memberikan cobaan jika Hamba-Nya tidak sanggup.
Meskipun begitu aku selalu merasa bahagia karena kekasihku selalu ada disisiku saat aku membutuhkannya. Hanya dialah yg selalu menghiburku dan selalu mencurahkan perhatiannya pada kami. Tapi keluargaku tidak ada yang setuju karena dia dari keluarga yang tidak mampu apalagi orang tuanya juga sudah meninggal. Kini 2,5 tahun sudah kami jalani dengan cara ‘BAKSTREET’ namun restu keluargaku tak kunjung datang walaupun sudah berulang kali dia berusaha melamarku.
Aku tidak kuasa melawan keluargaku seperti dulu lagi. Aku sekarang bukanlah seorang wonder woman seperti dulu yang bisa mewujudkan apa saja yang kuinginkan. Aku hanya seorang wanita lemah yang hanya bisa pasrah pada keadaan. Kini kembali aku bagai buah simalakama. Aku harus memilih mengorbankan kebahagiaanku atau kebahagiaan anakku karena sesungguhnya anakku tidak bisa menerima pria lain selain ayahnya.
Dan kini suamiku memintaku kembali padanya, bulan April 2012 nanti aku berniat kembali pada suamiku karena ternyata dia masih mengharapkanku dan aku ingin mengembalikan kebahagiaan keluargaku yang dulu hilang demi anakku satu-satunya apalagi keluargaku setuju.
Aku bingung karena hingga kini aku belum bisa meninggalkan kekasihku yang sangat kucintai yang selalu ada saat kubutuhkan dan selalu mencintaiku sepenuh hatinya. Namun yang pasti aku harus bisa meninggalkannya walaupun aku tidak tahu apakah aku bisa atau tidak karena aku sangat menyayanginya sepenuh hati.
Aku tidak ingin ada istilah “perselingkuhan” nantinya dalam keluargaku, karena aku juga membenci kata-kata itu. Aku tidak tahu apa pilihanku benar atau salah. Aku hanya berharap bisa meraih kebahagiaan dalam hidupku. ***
Tidak ada komentar
Posting Komentar