Responsive Ad Slot

Latest

Relationship

Mengapa Habib Rizieq Tak Diizinkan Umrah ? Ini Komentar Pakar Psikologi Forensik

Jumat, 04 Agustus 2023

/ by Jogjanesia



- Dulu, pasca keluar dari lapas, otoritas penegakan hukum menganggap napi tersebut tidak perlu diawasi. Kalau sudah bebas, ya lepas saja. Namun belakangan muncul tren baru di sejumlah negara. Bahwa, mantan napi terus dipantau keberadaannya.

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut pada sisi itu, sepintas lalu, pelarangan bagi Habib Rizieq Shihab (HRS) untuk berumrah seolah ada pembenaran. Alasan kemenkumham, tidak ada instrumen untuk mengawasi HRS. Tapi kalau ditelisik lebih jauh, sikap kemenkumham itu justru memantik rentetan pertanyaan.

”Pertama, kemenkumham tidak menyebutkan aspek apa pada diri HRS yang perlu diawasi sedemikian ketat sampai-sampai dia tidak diizinkan menjalankan ibadah ke Tanah Suci,” ujar Reza Indragiri Amriel yang juga anggota pusat kajian assessment pemasyarakatan Poltekip.

Jika pengawasan itu dimaksudkan untuk memonitor kemungkinan HRS mengulangi perbuatan pidana, menurut dia, negara semestinya bisa menunjukkan data spesifik tentang seberapa tinggi risiko residivisme HRS. Data tentang hal itu hanya bisa didapat dari risk assessment.

”Nah, apa iya kemenkumham pernah melakukan risk assessment terhadap HRS?” ucap Reza Indragiri Amriel.

Dia menjelaskan, Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman pidana HRS, itu pertanda MA tidak risau mempercepat masa reintegrasi HRS ke tengah-tengah masyarakat. Sebab, kalau HRS dianggap berbahaya bagi masyarakat, tak mungkin MA mengorting masa pidana HRS.

Kedua, menurut Reza, jika HRS dikhawatirkan melakukan tindak pidana kembali, lembaga-lembaga dalam sistem peradilan pidana seharusnya bisa memperlihatkan angka residivisme pada berbagai tindak pidana. Kalau data itu lengkap tersedia, negara perlu menjelaskan secara terukur apakah tindak pidana HRS punya tingkat residivisme lebih tinggi dibandingkan tindak-tindak pidana lain.

”Sekiranya ada tindak-tindak pidana lain yang tingkat residivismenya lebih tinggi, pertanyaan susulan adalah apakah negara juga melakukan pengawasan terhadap para eks napi yang memiliki riwayat pidana tersebut?” papar Reza Indragiri Amriel.

Dia menilai, tindak pidana yang mengantarkan HRS masuk bui, tidak memiliki kebahayaan sama sekali pada masa kini. Bahkan tidak pula beralasan untuk dikhawatirkan. Pasalnya, kasus Petamburan dan kasus Megamendung berlangsung terkait situasi pandemi. Sekarang, Pemerintah bahkan dunia sudah menyetop status pandemi.

”Sehingga, menurut saya tidak ada lagi alasan untuk waswas bahwa seandainya HRS kembali mengadakan keramaian, keramaian itu akan menyebarluaskan Covid-19,” ucap Reza Indragiri Amriel.

Begitu pula jika dikaitkan dengan kasus keonaran di media sosial, dia menambahkan, sangat gampang bagi negara memantau media sosial setiap warga negara. Di mana pun HRS berada, termasuk di Tanah Suci sekali pun, alat-alat negara punya teknologi agar selalu bisa memonitor (dari jauh namun melekat) kekacauan apa yang terjadi di media sosial akibat perbuatan HRS.

”Seandainya ada keonaran di media sosial, dan itu akibat kelakuan HRS, ya ringkus saja,” tandas Reza.

Dia mengatakan, penelitian menyimpulkan faktor-faktor utama yang menjauhkan seseorang dari perbuatan pidana berulang. Yaitu, ikatan keluarga yang erat, aktivitas yang mengaktualisasi diri si mantan napi, pengakuan dari publik, adanya harapan dan perasaan mampu menunjukkan kiprah produktif, serta perasaan memiliki makna dan tujuan dalam hidup. Itu semua diistilahkan sebagai faktor pelindung atau protective factors.

”Dari situ, saya bertanya lagi ke kemenkumham apakah pernah mengecek ada tidaknya lima faktor protektif tersebut pada diri HRS. Kalau ternyata tidak pernah dicek, alih-alih waswas terhadap HRS, saya justru menilai negaralah yang khawatir secara sangat berlebihan untuk tidak mengatakan paranoid terhadap HRS. Negaralah yang membuat risau karena tidak adil dalam menilai mantan napi,” ucap Reza.***

Artinya rejim ini sedang tidak baik-baik saja, jika rejim ini baik-baik saja tak mungkin warganya mau beribadah tidak boleh dan itu artinya melanggar UUD' 45 pasal 29 ayat 2.


Tidak ada komentar

Posting Komentar

Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde