Namaku Ayu, aku punya cerita yang ingin kubagi ke semua pembaca The Jogja, semoga ceritaku ini bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya.
Sebelumnya, aku adalah seorang wanita yang sangat beruntung. Aku berasal dari keluarga yang berkecukupan, karir yang memuaskan dan punya kekasih yang sangat mencintaiku.. mau melakukan semuanya untukku. Namanya Dean, dia adalah calon suamiku.
Bersama Dean, kekasihku itu, aku selalu merasa menjadi seorang wanita yang paling sempurna, aku diperlakukannya bagai seorang puteri. Namun satu hal dari Dean yang sangat membebaniku selama 2 tahun bersamanya, dia amat sangat pencemburu. Awalnya aku anggap biasa saja, wajar jika dia cemburu itu artinya dia sayang padaku. Tapi sekarang sikap cemburunya itu yang menjadi masalah besar dalam hidupku.
Di kantorku, aku mendapatkan karir yang lumayan bagus dan mendapatkan kepercayaan yang penuh dari bos untuk menyelesaikan proyek besar perusahaan. Bos ku sangat baik dan professional, tapi Dean sangat membencinya dan tidak menyukai pekerjaanku itu, alasannya karena aku sering kontak dengan bos ku.
Berkali-kali dia meminta ku untuk keluar dari perusahaan tempatku bekerja, dan sebagai gantinya aku akan di rekomendasikan ke perusahaannya. Aku menerimanya, meskipun keluarga tidak mendukung aku tetap menuruti saran kekasihku.
Seminggu, dua minggu, ku tunggu hingga sebulan belum ada kabar juga dari perusahaan tempat Dean bekerja. Aku mulai putus asa dan selalu disalahkan oleh pihak keluarga. Aku mengalah dan mencoba mencari pekerjaan di perusahaan lain. Dan alhamdulillah aku diterima disebuah perusahaan asing.
Di kantor baru ini aku mendapatkan suasana baru yang menyenangkan. Semua orang memperlakukanku dengan baik. Aku merasa nyaman berada disini. Terlebih saat aku menjadi bawahan seorang leader yang sangat ku kagumi sebelumnya. Dia sendiri yang mengajukan diri untuk menjadi leaderku. Seperti sedang bermimpi. Cowok yang sangat ganteng, keren, dewasa, dan smart seperti dia mau menjadi leader ku.
Namanya Evan, awalnya aku canggung terhadapnya, tapi seiring waktu kami mulai dekat. Mengobrol kesana kemari mengenai pribadi dan keluarga masing-masing. Evan berasal dari Bali, semakin menggoda ku, karena dulu aku pernah punya impian mendapat suami yang asli dari Bali tapi beragama Islam sama sepertiku.
Hari pertama bekerja rasanya sangat indah bersama Evan. Dia memperlakukan ku dengan sangat baik, seperti kekasihnya sendiri yang sudah lama tidak aku rasakan saat aku bersama dengan Dean. Perhatiannya membuat hatiku luluh, bahkan untuk duduk saja dia menyiapkan kursinya untukku, ke kamar mandi pun di antar dan di jaga dari luar olehnya. Perlakuannya sangat membuat hatiku jadi galau dan melupakan segala sesuatu tentang Dean, kekasihku.
Terlalu asik menikmati waktu berdua dengannya di kantor, aku telambat pulang. Tak ku sangka Dean ternyata menungguku di luar kantor, belum sempat pamit, Dean menarik paksa aku untuk segera pulang. Hal itu membuatku sangat malu dan kami bertengkar di sepanjang perjalanan pulang. Perasaanku begitu cepat hilang untuknya entah karena emosi atau sudah terpengaruh perasaanku pada Revan.
Aku memutuskan untuk berpisah dengan Dean. Tapi dia menangis sejadi-jadinya dan berlutut padaku meminta hubungan kami untuk tetap berlanjut, tak tega maka kuterima tawarannya. Keesokan harinya karena malu aku tak mau lagi berangkat ke kantor.
Aku mengundurkan diri, entah kenapa aku jadi pendiam dan sering menangis, hatiku tertinggal disana, aku sering membayangkan saat-saat bersama Evan, tak bisa terlupakan hingga kini, aku terlanjur memendam perasan pada Evan yang sangat lembut padaku.
Sedangkan pada Dean, perasaanku sudah sangat berbeda, setiap hari aku selalu memarahinya, selalu mencari alasan untuk menyalahkannya, tapi Dean tetap teguh pada pendiriannya untuk mempertahankan cintanya padaku.
Hari-hari aku lalui seperti itu. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah album foto yang jatuh di bawah rak buku. Ternyata itu adalah album fotoku bersama Dean saat kami masih sama-sama duduk di bangku sekolah. Air mataku menetes saat menatap wajahnya di foto yang terlihat lembut dan bahkan sebenarnya lebih tampan dari Evan.
Entah apa yang membuatku begitu tega menyia-nyiakan lelaki yang sangat mencintaiku yang selalu ada di sampingku hanya untuk lelaki yang baru saja aku kenal. Kini aku mengerti semuanya, aku adalah wanita terbodoh di dunia jika meninggalkan laki-laki yang sangat istimewa ini.
Lelaki yang bersedia ku maki setiap hari dan mau menuruti semua mau ku termasuk berlutut di kakiku untuk meminta hatiku saat masih duduk di bangku sekolah dulu. Tak akan pernah bisa kudapatkan laki-laki seperti dia.
Jadi, Alhamdulillah ada hikmah yang bisa kudapat setidaknya bagi diriku sendiri dan untuk pembaca, bahwa menghargai apa yang sudah kita miliki dan menjaganya itu lebih baik di bandingkan mengejar yang tidak pasti. ***
Tidak ada komentar
Posting Komentar