Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (kusta) Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia Sri Linuwih S. W. Menaldi mengungkapkan perbedaan bercak putih panu dengan kusta. Salah satunya disertai mati rasa.
”Kusta itu kelainan kulit yang menyerupai banyak penyakit kulit yang lain dan mungkin kelainan itu tidak terasa atau mati rasa. Hal yang membedakannya dengan panu, (bercak putih) lebih banyak di area terbuka, itu mati rasa,” kata Sri Linuwih seperti dilansir dari Antara, Kamis (14/9).
Dokter yang mengajar di Departemen Kulit-Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, itu juga mengatakan, ada sedikit kemerahan di bagian pinggir bercak putih pada kusta. Walau begitu, ada kalanya seluruh bercak justru berwarna merah.
Berbicara lokasi bercak, dia menjelaskan, panu umumnya muncul di area yang tertutup pakaian. Sedangkan kusta biasanya dijumpai di bagian pipi, lengan atau siku. Sebagian pasien kusta mendapati bercak di punggung mereka.
”Kemudian kalau panu itu biasanya kecil-kecil ukurannya, tetapi kalau panunya luas banget bisa juga ya. Lalu, panu kan gatal dan bersisik, kelihatan sekali,” terang Sri.
Menurut Sri, ada kalanya kusta justru tak menunjukkan gejala atau terlihat mata. Ini karena bakteri penyebab kusta yakni Mycobacterium leprae tidak merusak saraf atau hanya merusak saraf tetapi di bagian ujung akhir.
Dia menyarankan, mereka yang menemukan bercak putih di tubuhnya dan tidak sembuh dengan pengobatan mandiri selama berbulan-bulan untuk segera berkonsultasi dengan dokter. Hal itu untuk mengetahui penyebabnya dan segera mendapatkan pengobatan apabila memang positif kusta.
”Kalau tidak sembuh-sembuh, tidak ada perubahan, dia harus berobat. Terutama kalau tidak merasa apa-apa, enggak gatal, enggak sakit. Ketika dia berusaha mengobati dalam beberapa bulan, begitu-begitu saja, segera harus berobat,” jelas Sri Linuwih.
Dia menambahkan, pasien kusta yang tak mendapatkan penanganan atau pengobatan berisiko mengalami disabilitas. Yakni merupakan komplikasi permanen kusta dan menyebabkan keterbatasan melakukan aktivitas serta partisipasi dalam kegiatan sosial.
Menurut Kementerian Kesehatan, pasien kusta cenderung memiliki derajat disabilitas fisik progresif dengan probabilitas 35 persen. Indonesia sebenarnya telah mencapai eliminasi kusta secara nasional dengan prevalensi kurang dari 1 per 10.000 penduduk pada 2020. Namun, pada 2022 ditemukan tujuh provinsi dan 113 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta.
Data Kementerian Kesehatan 2022 menunjukkan sebanyak 12.416 kasus baru ditemukan pada 2022 dengan proporsi kusta tanpa disabilitas sekitar 82,9 persen. ***
Tidak ada komentar
Posting Komentar