Saudaraku, sehebat apa pun jagoan politik kita, kehidupan negeri tak akan banyak berubah selama kita tak bisa menghidupkan jiwa kepahlawanan dalam diri.
Bacalah buku Carl S. Pearson, “The Hero Within: Six Archetypes We Live By” (2015). Psikolog Pearson mengingatkan bahwa orang biasa bisa menghadirkan kehidupan luar biasa bila mampu mendayagunakan “the power of mythic archetypes“– mitos tentang pola dasar (archetype) kepahlawanan.
Menurut Pearson, ada enam model pola dasar kepahlawanan dalam diri. Model yatim piatu (orphan): memandang hidup sebagai penderitaan; tugas kepahlawanannya berjuang mengarungi kesulitan.
Model pengembara (wanderer): memandang hidup sebagai petualangan; tugas kepahlawanannya menemukan kesejatian diri. Model pendekar (warrior): memandang hidup sebagai pertarungan; tugas kepahlawanannya membuktikan harga diri.
Model murah hati (altruist): memandang hidup sebagai komitmen terhadap kebajikan luhur; tugas kepahlawanannya menunjukkan pertolongan (pelayanan). Model bersahaja (innocent): memandang hidup sbg keriangan; tugas kepahlawanan-nya meraih kebahagiaan. Model tukang sulap (magician): memandang hidup sebagai seni menciptakan dunia; tugas kepahlawanannya mentransformasikan diri.
Di tengah aji mumpung elite negeri yang melupakan rakyat sebagai yatim piatu, warga tak bisa terus meratapi penderitaan sambil melamunkan kedatangan ratu adil. Warga harus bangkit bertempur, menghidupkan jiwa warrior dalam dirinya.
Saat politik menjelma jadi seni memerintah dengan menipu rakyat demi kerakusan elitis, kepahlawanan yang harus dibangkitkan dalam diri adalah jiwa “murah hati” (altruist) yang rela melayani.
Akhirnya, di republik korup yang dirayakan maling teriak maling, ratusan undang-undang dibuat untuk dilanggar, diperlukan aktor politik yang mampu menghidupkan kekuatan magician. Magician menjalani hidup secara innocent, tetapi lebih aktif sebagai pembuat perubahan. Seorang magician bersedia bangkit berdiri, bahkan jika penuh risiko atau menuntut perubahan revolusioner.
Jika para warrior lebih mengandalkan kehendak dan kekerasan hati untuk membuat perubahan, para magician seperti Gandhi, Mandela dan Shariati percaya kekuatan visi akan menciptakan momentumnya tersendiri. [ ]
Di tengah aji mumpung elite negeri yang melupakan rakyat sebagai yatim piatu, warga tak bisa terus meratapi penderitaan sambil melamunkan kedatangan ratu adil. Warga harus bangkit bertempur, menghidupkan jiwa warrior dalam dirinya.
Oleh : Yudi Latif
Tidak ada komentar
Posting Komentar