Responsive Ad Slot

Kisah Ashabul Kahfi, Keagungan Allah SWT Atas Hambanya Yang Beriman

Tidak ada komentar

Selasa, 06 Juni 2023

iLustrasi Goa

Dalam surat Al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khaidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.

Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.

Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-’Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).

Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya. Penulis kitab Fadha’ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:

“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS al-Kahfi:10)

Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:

Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: “Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.”

“Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.
“Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. “Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin!

Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?”

Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: “Bagi Umar, jika ia menjawab ‘tidak tahu’ atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!” Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: “Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!”

Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: “Kalian tunggu sebentar!”

Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: “Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!”

Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: “Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!”

Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!”

Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!”

“Ya baik!” jawab mereka.
“Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib.

Mereka mulai bertanya: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?”
“Induk kunci itu,” jawab Ali bin Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!”

Para pendeta Yahudi bertanya lagi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”

Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu benar juga!” Mereka bertanya lebih lanjut: “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!”

“Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!”

Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!”

Ali bin Abi Thalib menjawab: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: “Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!”

Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!”

Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”

Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”

Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.”

“Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali.

“Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?” Tanya pendeta tadi.

Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”

Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”

Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki).

Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”

Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!”

Ali bin Abi Thalib menerangkan: “Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi.

Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.”

Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?”

“Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam.

Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja.

Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.”

Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!”

Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.

Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni.

Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.

Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.

Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.

Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.

Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala.

Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.”

Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: “Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?”

“Teman-teman,” sahut Tamlikha, “hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.”

Teman-temannya mengejar: “Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?”

“Sudah lama aku memikirkan soal langit,” ujar Tamlikha menjelaskan.”

Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: ‘siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah?

Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu?

Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini: ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala?

Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius’…”

Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: “Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!”

“Saudara-saudara,” jawab Tamlikha, “baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!”

“Kami setuju dengan pendapatmu,” sahut teman-temannya.

Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.

Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: “Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar.”

Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.

Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?”

“Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!”

“Ah…, susahnya orang ini,” jawab mereka. “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?”

“Ya,” jawab penggembala itu.

Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.”

Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.”

Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?”

“Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir.

Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.

Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: ”Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t.” Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi.

Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”

Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: “Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!”

Imam Ali menjelaskan: “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!”

Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua.

Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.

Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.

Kepada para pengikutnya ia berkata: “Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!”

Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.”

Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.

Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!”

Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.”

Tamlikha kemudian berkata: “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!”

Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.”

Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: “Kusangka aku ini masih tidur!” Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?”

“Aphesus,” sahut penjual roti itu.

“Siapakah nama raja kalian?” tanya Tamlikha lagi. “Abdurrahman,” jawab penjual roti.

“Kalau yang kau katakan itu benar,” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!”

Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.

Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!”

Imam Ali menerangkan: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!”

Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: “Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!”

“Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!”

Penjual roti itu marah. Lalu berkata: “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?”

Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: “Bagaimana cerita tentang orang ini?”
“Dia menemukan harta karun,” jawab orang-orang yang membawanya.

Kepada Tamlikha, raja berkata: “Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.”

Tamlikha menjawab: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!”
Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?”

“Ya. Benar,” sahut Tamlikha.

“Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.

“Ya, ada,” jawab Tamlikha.

“Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.

Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”

“Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!”

Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “Inilah rumahku!”

Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?”

Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!”

Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?”
“Aku Tamlikha anak Filistin!”

Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!”

Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.”

Kemudian diteruskannya dengan suara haru: “Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!”

Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?”
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.

“Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.

Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!”

Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!”

Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?”
“Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka.

“Tidak!” sangkal Tamlikha. “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!”

Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?”

“Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya.

“Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab mereka.

Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!”

Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua.

Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.

Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.”

Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.”

Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:

“Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbantahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, “Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.” Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, “Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.”

Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?”

Pendeta Yahudi itu menjawab: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!”



Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.

Wallahu a'lam bishshawab.........

Sakit Hati Karena Cinta? Move On Saja Dengan 4 Langkah Ini!

Tidak ada komentar

Pemirsa, mari kita buka-bukaan. Pengalaman cinta apa yang pernah membuat Anda menjadi orang paling menderita dan tersiksa di dunia? Apakah itu karena cinta yang bertepuk sebelah tangan? Atau karena cinta Anda baru saja ditolak? Diselingkuhi? Sering menjadi korban dan disalahkan atas hal-hal sepele?

Rasa sakit karena cinta memang bisa hilang seiring dengan berjalannya waktu. Tapi bisa jadi proses itu memakan waktu yang sangat lama. Belum lagi dengan perasaan yang biasanya malah jadi hampa karena terlalu sering disakiti. Dan perasaan hampa itu dapat membuat kita seolah mati rasa, tak diinginkan, dan takut untuk memulai sebuah hubungan yang  baru lagi.

Tapi, hei, dunia masih berputar. Hidup terus berjalan. Jadi, kenapa harus menenggelamkan diri dalam rasa sakit itu. Saatnya move on, saatnya menjalani hidup baru dengan semangat dan perasaan yang lebih positif. Caranya? Ikuti saja 4 langkah-langkah berikut ini.

1.  Kenali Betapa Berharganya Diri Kita

Kita masih punya orang tua yang menyayangi kita. Teman dan sahabat juga masih ada di dekat kita. Coba tuliskan lagi beberapa pencapaian dan penghargaan yang pernah Anda dapatkan. Gali lagi lebih dalam tentang potensi yang kita miliki. Ingat lagi impian-impian besar yang ingin Anda capai di kehidupan ini.

Kalau kita langsung menghentikan  impian dan kehilangan semangat hanya karena pernah tersakiti karena cinta, apa nggak sayang tuh? Kita dilahirkan di dunia ini karena ada hal-hal penting yang harus kita lakukan, ada makna yang perlu kita ciptakan. Kalau kita kehilangan harapan hanya karena seseorang yang telah begitu menyakiti perasaan dan hati kita, pastinya sayang banget kan? Hidup kita ini bukan hanya untuk satu orang saja. Banyak orang lain yang perlu kita bahagiakan dan banyak hal penting lain yang perlu kita kerjakan.

2.  Bangun Kembali Impian-Impian Baru

Kekecewaan dan kesedihan yang didapat karena disakiti oleh seseorang yang tadinya Anda cinta memang memberikan luka yang dalam. Tapi itu tak akan menjadi halangan bagi Anda untuk memulai kembali membangun dan merajut impian-impian baru. Setidaknya Anda harus memperlihatkan bahwa Anda adalah seseorang yang kuat dan berani untuk menghadapi tantangan berat lainnya.

Ciptakan lagi impian-impian besar. Rancang strategi khusus untuk mewujudkannya. Manfaatkan waktu Anda untuk hal-hal yang lebih besar dan penting lainnya. Menghabiskan waktu hanya untuk menangisi si dia yang nyatanya sudah melukai perasaan kita? Duh, buang-buang waktu aja nggak sih. Buat hidup kita jadi lebih berwarna dengan menghadirkan kembali impian-impian kita. Nanti di saat yang tepat, akan ada seseorang yang bisa mengiringi langkah kita untuk mewujudkan impian kita.

3.  Tantangan Akan Jadi Makin Berat di Depan Sana

Patah hati, ugh, dunia rasanya mau runtuh. Segala sesuatunya terasa buram. Tapi hei, akan masih ada banyak tantangan baru di depan sana. Saat kita semakin melangkah ke depan, masalah baru akan terus bermunculan. Jadi kalau hari ini saja kita sudah dikalahkan oleh rasa sakit hati karena cinta, bagaimana kita bisa menjalani masa depan kita?

Baiklah-baiklah, kita boleh menangis sepuasnya karena rasa sakit hati yang sudah tak tertahankan. Tapi sesudah itu, angkat wajah kita, usap air mata kita. Saatnya untuk bangkit kembali. Sakit karena cinta itu ibaratnya sebuah mimpi buruk. Ia bisa mengganggu pikiran dan perasaan kita, tapi kita juga harus bangun agar bisa keluar dari mimpi buruk itu. Ingat kembali kewajiban kita yang lainnya, seperti menuntaskan pendidikan atau membahagiakan orang tua

4.  Sosok Sempurna Akan Hadir di Saat yang Tepat

 Mengapa dia yang begitu kita cintai ternyata malah memberikan rasa sakit dan perih di dada? Kemungkinannya ada dua: dia bukan sosok yang sempurna atau dia datang di saat yang tak tepat. Jodoh kita nantinya pasti akan datang di saat yang tepat, di saat kita sudah siap. Jadikanlah rasa sakit karena cinta itu sebagai “amunisi” baru untuk membuat kita jadi orang yang lebih menghargai makna cinta sejati. Jadi ketika sosok yang sempurna itu akhirnya hadir dalam kehidupan kita, kita bisa menghadirkan cinta sejati yang lebih dalam dan sempurna.

Mengasuh Anak Adalah The Best Job Ever Bagi Seorang Ibu

Tidak ada komentar

Pemirsa ! Banyak yang bilang, mengurus anak lebih melelahkan daripada menjadi wanita karir. Yup, memang, menjaga, mengurus rumah dan anak merupakan tantangan besar bagi seorang ibu. Pasalnya, saat bekerja, seorang wanita hanya dituntut dengan  beberapa tanggung jawab. Sementara jika di rumah, seorang ibu harus bisa multitasking.

Multitasking bukanlah pekerjaan yang mudah. Anda harus bisa membagi waktu dan management agar semua tanggung jawab terselesaikan. Seperti halnya mengurus anak yang katanya ribet dan melelahkan.

Namun, pada dasarnya, mengasuh anak sendiri merupakan the best job yang akan dimiliki bagi seorang wanita, terutama seorang ibu. Alasannya sebagai berikut, dilansir dari elitedaily.com.

Anda sebagai CEO. 
Dalam mengasuh anak, tentu Anda sendiri lah yang mengatur dan melakukan management. Dari sini Anda belajar untuk menjadi koordinator secara pribadi.

Hari terberat saat bermain. 
Jika di kantor Anda dihadapkan dengan hal terberat berupa proyek, mengasuh anak ketika Anda harus dituntut berlarian sambil bermain dengan anak.

Ikutan nyamil. 
Seraya mengasuh anak, tanpa disadari kadang Anda juga suka memakan apa yang dimakan anak bukan? Seperti nyemil biskuit atau makanan anak lainnya.

Pengetahuan Anda seputar Disney. 
Karena anak identik dengan fans dari Disney, secara tidak langsung Anda akan menambah pengetahuan tentang Disney. Dan tentu, hal ini membuat Anda update dengan film terbaru Disney.

Menambah kedekatan dengan anak. 
Anak yang diasuh sendiri oleh orang tuanya tentu memiliki kedekatan dengan orang tua lebih dari mereka yang diasuh oleh babysitter.

Selain kelima hal di atas, tentu akan banyak hal seru lainnya dari mengasuh anak yang tidak bisa Anda dapatkan dari kantor. Makanya Ladies, mengejar karir memang penting, namun mengasuh anak juga bagian dari karir seorang ibu lho.

Pria Dengan Keterbatasan Ini Akhirnya Berhasil Diterima Kerja

Tidak ada komentar

Keterbatasan atau cacat yang dialami Nick tidak dapat menghambatnya untuk dapat bekerja dan tidak lagi menjadi beban bagi kedua orangtuanya seperti yang selama ini dia rasakan sebagai orang yang memiliki keterbatasan. Nick mengikuti program online training selama 7 bulan yang melatihnya untuk dapat terjun di dunia kerja.

Kerja keras dan semangat yang dimiliki Nick tidak sia-sia. Setelah mengikuti training secara keseluruhan, akhirnya mendapat kesempatan wawancara pada perusahaan supermarket besar, Walmart, sebagai petugas yang menyapa pengunjung. Mentor dari Nick, Josh, merekam kejadian mengharukan saat akhirnya Walmart menelpon Nick dan memintanya untuk datang dan bekerja di sana.

 Kebahagiaan dan kelegaan terlihat dari wajah Nick. Beban yang selama ini dipikulnya sebagai orang yang cacat dan tidak sama dengan orang lainnya seakan terangkat pada saat dia berhasil mendapatkan pekerjaan itu.

Apa yang dicapai Nick cukup fenomenal. Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang dia dapatkan tidaklah mudah. Beruntung Walmart telah membolehkan orang-orang dengan keterbatasan untuk bekerja di tempatnya.

Orang yang memiliki keterbatasan fisik ataupun mental memang masih terpinggirkan. Sebagian besar mereka menggantungkan hidup pada keluarganya karena tidak ada yang mau menerima mereka untuk bekerja.

Semangat pantang menyerah dan keyakinan seperti yang dimiliki Nick membuatnya dapat bekerja pada akhirnya. Untuk itu, Ladies, Anda juga harus memiliki semangat seperti yang dimiliki Nick dalam menghadapi masalah hidup. Ingatlah, banyak orang yang tidak seberuntung Anda di luar sana.

Apa Yang Terjadi ? Belasan Armada Perang Asing Berlabuh di Makassar

Tidak ada komentar


Tidak kurang dari 17 arrmada kapal perang asing (KPA) berlabuh di laut Makassar untuk memeriahkan kegiatan Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2023 yang diikuti 36 negara di Kota Makassar.

"Berbagai rangkaian acara disajikan salah satunya International Fleet Review (IFR) dan simposium internasional tentang kemaritiman," kata Wali Kota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto di Makassar, Senin (5/6).

Para delegasi dari 36 negara itu menyusuri lautan Kota Makassar untuk menyapa dan melihat langsung 17 armada kapal perang yang berjejer di atas laut.

Moment ini sangat berkesan. Pasalnya, pasukan-pasukan dari kapal perang asing ini saling menerima penghormatan dari sailing pass seluruh armada kapal perang peserta MNEK 2023 kepada rombongan Danny dan Panglima di kapal KRI Bung Karno.

Sailing pass sendiri salah satu tradisi Angkatan Laut dari seluruh personel KRI TNI AL terhadap para tamu negara dan delegasi negara sahabat ketika menghadiri kegiatan berskala international.

“Ini jadi momen yang sangat berkesan. Kehadiran MNEK 2023 ini membuat Makassar semakin kuat dan memiliki posisi tersendiri di mata dunia. Kapal-kapal perang ini berjejer di laut Makassar. Saya bangga,” ujar Danny.

Pada kesempatan yang sama, dia juga melihat adanya momen mempererat hubungan antar negara.

“Di Kota Makassar ini menjadi sebuah sejarah telah terjalin hubungan yang lebih erat antara negara-negara dari penjuru dunia. Membentuk sebuah komitmen untuk meningkatkan kerjasama yang lebih baik kedepannya dengan TNI AL,” terangnya seperti dilansir dari Antara.

MNEK adalah latihan non tempur yang mengutamakan kerja sama maritim di kawasan, penanggulangan bencana, dan operasi kemanusiaan dalam rangka mempererat kerja sama TNI AL dengan negara sekutu.

Kegiatan ini menghadirkan 36 negara. Diantaranya, Amerika Serikat, Australia, Brazil, Brunei Darussalam, Bangladesh, Cambodia, Canada, China, Chili, Fiji, India, Inggris, Jepang, Kenya, Korea Selatan, Malaysia, Myanmar, New Zealand, Netherlands, Oman, Philippina, Pakistan, Perancis, Papua Nugini, Qatar, Singapura, Srilanka, Spanyol, Rusia, Thailand, Turki, Timor Leste, United Kingdom, dan Vietnam. [fik]

Ujian Nasional dan Ancaman Siswa ‘Siluman’

Tidak ada komentar


Keberadaan siswa ‘jadi-jadian’, oleh para praktisi pendidikan, dianggap lebih parah mudharatnya daripada siswa ‘siluman’ yang pernah menghebohkan masyarakat beberapa tahun lalu.

Hidayatullah.com | UJIAN akhir nasional  (UNAS) di berbagai tingkatan sekolah biasanya dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni. Selain diikuti oleh para siswa sungguhan, pada beberapa sekolah tertentu, ujian nasional juga diikuti oleh siswa ‘jadi-jadian’.

Keberadaan siswa ‘jadi-jadian’ telah menjadi rahasia umum, dan diperbincangkan masyarakat selama bertahun-tahun. Siswa ‘jadi-jadian’ memang ada, namun sulit dibuktikan oleh masyarakat yang kurang memiliki akses pada administrasi dan manajemen sekolah.

Seperti halnya siswa sungguhan, identitas siswa ‘jadi-jadian’ secara administratif dicatat pada data pokok pendidikan (Dapodik) sebuah sekolah. Sehingga siswa seperti ini juga diberi Nomor Induk Siswa Nasional (NISN).

Bedanya, siswa ‘jadi-jadian’ tidak pernah mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) maupun aktivitas kesiswaan lainnya (seperti ekstrakurikuler) yang diselenggarakan sekolah. Mereka juga tidak pernah mengikuti ujian semesteran, apalagi ulangan serta tugas-tugas harian yang diberikan para guru mata pelajaran.

Untuk pelaporan online ke dinas pendidikan, setiap semesternya, oknum operator dapodik sekolah tertentu, akan membuatkan raport online siswa ‘jadi-jadian’, yang tentu saja nilainya ‘ditembak’.

Siswa ‘jadi-jadian’ akan datang ke sekolah ketika ujian nasional dilaksanakan. Mereka akan mengikuti ujian nasional, sebagaimana yang dilakukan oleh para siswa sungguhan.

Selanjutnya siswa ‘jadi-jadian’ diberi ijasah ‘aspal’ (asli tapi palsu) oleh sekolah tertentu, yang bersedia menjadi sekolah ‘induk’ mereka. Ijasah tersebut dikatakan asli, karena fisik dan nomor registrasinya memang asli. Sementara itu, ijasah siswa ‘jadi-jadian’ disebut palsu, karena diperoleh dengan cara tidak benar. tidak seperti para siswa sungguhan, yang berjuang mati-matian belajar setiap hari, selama bertahun-tahun, untuk mrndapatkan ijasah.


Lebih Parah dari Siswa ‘Siluman’

Keberadaan siswa ‘jadi-jadian’, oleh para praktisi pendidikan, dianggap lebih parah mudharatnya daripada siswa ‘siluman’ yang pernah menghebohkan masyarakat beberapa tahun lalu.

Sebab siswa ‘siluman’ hanya melakukan satu kesalahan saja (meskipun kesalahan tersebut tidak  bisa dianggap kecil). Mereka menjadi siswa sekolah tertentu (umumnya sekolah negeri) yang dipandang bergengsi, tanpa melalui prosedur PPDB yang legal.

Siswa ‘siluman’  atau orangtua mereka diduga melakukan praktik kolusi dengan oknum pimpinan sekolah, agar bisa terdaftar pada sekolah tersebut. Dan pejabat sekolah ysng terbukti berkolusi dalam praktik ilegal tersebut bisa dijerat hukuman pidana.

Selanjutnya, siswa ‘siluman’ berbaur dengan para siswa sungguhan, untuk mengikuti KBM maupun kegiatan kesiswaan lainnya yang diselenggarakan sekolah. Mereka juga mati-matian belajar setiap hari selama beberapa tahun, hingga mengikuti ujian nasional, hingga layak diberi ijasah.

Sedangkan siswa ‘jadi-jadian’ tidak pernah mati-matian datang ke sekolah setiap hari, dan mereka pun tidak dikenal oleh sebagian besar siswa sungguhan maupun guru sekolah tersebut. Malah di beberapa sekolah tertentu, siswa ‘jadi-jadian’ tak jarang dicibir oleh para siswa sungguhan. Mereka kerap disebut tidak sekolah, tapi bisa ‘membeli’ ijasah.

Pada umumnya, siswa ‘jadi-jadian’ ditampung oleh sekolah swasta bermasalah dan tidak standar, mengingat sekolah negeri maupun sekolah swasta standar (memiliki sertifikat penjamin mutu seperti ISO) sulit melakukannya.

Anak-anak dan remaja yang karena alasan tertentu tidak mau belajar di sekolah formal, jangan diberi ijasah sekolah formal. Sesuai regulasi pendidikan, mereka hanya bisa diberi ijasah penyetaraan atau paket. (Rasmin, 2021).

Tidak perlu malu memiliki ijasah paket, karena disetarakan dengan ijasah sekolah formal. Ijasah paket juga bisa dipakai untuk melanjutkan studi hingga di perguruan tinggi, maupun untuk melamar kerja. Justru mereka (siswa ‘jadi-jadian’) akan malu berijasah sekolah formal, namun di kemudian hari ketahuan tidak bersekolah formal. (Rasmin, 2021).


Ancaman Korupsi

Keberadaan siswa ‘jadi-jadian’ membawa ancaman terjadinya perilaku korupsi, yang seharusnya dihindari oleh para praktisi pendidikan. Sebab dunia pendidikan sangat diharapkan masyarakat sebagai salah satu benteng utama dalam pemberantasan korupsi.

Jika dunia pendidikan ‘kebobolan’ oleh praktik korupsi, maka bidang lainnya akan semakin mudah digeroti oleh tindakan yang melanggar norma hukum dan agama tersebut. (Fatah, 1998). Karena dunia pendidikan dikenal memiliki tingkat idealisme yang sangat tinggi. (Semma, 2006).

Sebenarnya ada banyak praktis korupsi yang ditimbulkan oleh keberadaan siswa ‘jadi-jadian’. Namun pada tulisan ini disebutkan dua saja.

Pertama, korupsi dana BOS. Karena tercatat secara resmi pada dapodik, siswa ‘jadi-jadian’ juga diberi bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah, yang setiap tahunnya berkisar antara Rp 1 juta hingga Ro 1,5 juta per anak.

Karena siswa ‘jadi-jadian’ ini tidak aktif brrsekolah, maka dana BOS mereka bisa disalahgunakan oleh oknum pimpinan maupun pengelola sekolah lainnya, untuk kepentingan pribadi. Padahal seseorang yang menyalahgunakan dana BOS dapat dijerat pidana korupsi, karena merugikan negara dan masyarakat.

Kedua, korupsi pungli ujian nasional. Sudah menjadi rahasia umum di masyarakat, bahwa siswa ‘jadi-jadian’ dibebankan biaya pungli sangat besar untuk bisa mengikuti ujian nasional dan memperoleh ijasah. Bagi orangtua siswa ‘jadi-jadian’, pungli semacam itu biasanya dianggap wajar, sebagai ‘uang kopi’ oknum pimpinan dan pengelola yang msu berkolusi dalsm kecurangan tersebut.

Padahal kolusi dalam kasus siswa ‘jadi-jadian’ merupakan tindak pidana, sehingga pelakunya, dari pihak sekolah maupun pihak orangtua / keluarga siswa ‘jadi-jadian’ bisa dipidana. (Ma’ruf, 2023). Penyelenggara sekolah hendaknya menghindari praktek kecurangan melalui penerimaan siswa ‘jadi-jadian’, karens hal tersebut dilarang agama Islam.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda,  yang artinya; “Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR. Bukhari).

Dengan demikian, marwah dunia pendidikan nasional kita perlu dibebaskan dari berbagai kecurangan, termasuk kasus siswa ‘jadi-jadian’. Jika mengetahui adanya dugaan kasus siswa ‘jadi-jadian’, maka perlu dilaporkan ke kantor dinas pendidikan setempat. Dan ketika dinas pendidikan nenemukan bukti adanya tindak pidana, maka kasus tersebut akan dilaporkannya kepada pihak kepolisian. Wallahua’lam.


oleh: Muh. Nurhidayat

Penulis guru, da’I, kini menjadi pengurus Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah DPP Wahdah Islamiyah


Kisah Sepanjang Perjalanan Cintaku

Tidak ada komentar


Ternyata perjalanan hidup itu begitu berliku. Saudara pembaca.. kutulis kisah cintaku ini untuk meringankan beban perasaan dalam diriku, semoga ceritaku ini juga berguna bagi rekan pembaca..
 

Aku adalah seorang wanita yang bisa dikatakan berpenghasilan lumayan untuk sekedar membantu biaya masa depan sebuah keluarga. Masalahku adalah,,, pasangan hidupku.

Cerita cintaku mulai berawal ketika aku kuliah di sebuah universitas, tahun pertama aku kuliah aku menjalin kasih dengan seorang pria yang tak lain adalah senior di kampusku. Dua tahun kami pacaran, semuanya berjalan indah. Bukan hanya terlihat sebagai pasangan yang romantis tapi juga penuh canda, sering aku membayangakan kehidupanku kelak akan bahagia bersamanya.

Setelah wisuda, dia melamar pekerjaan diluar kota, dengan berat hati aku mengantar kepergianya, berbekal janjinya yang akan setia, aku selalu merindunya. Setahun berlalu, komunikasi kami berangsur memburuk, berawal dari alasanya yang sibuk di tempat kerja, sampai akhirnya aku kehilangan kontak. Aku mulai putus asa dan sangsi dengan janji setianya, tapi aku masih tetap berharap suatu saat dia akan pulang, kembali ke pelukanku.

Harapan hanya tinggal harapan, tepat di hari jadi kami, aku menerima undangan pernikahannya. Bagai disambar petir, aku tak mampu berucap, hanya air mata yang mengalir, mewakili betapa kecewa dan marahnya aku. Kehidupanku terasa hampa, sakit dan yang lebih menusukku, kulihat namanya bersanding dengan nama yang tak asing ditelingaku, nama adik kelasku semasa SMA.

Aku hanya bisa terisak, namun aku sadar,, aku tak boleh mati percuma hanya karena satu orang lelaki,,, akupun bangkit melihat luasnya dunia yang belum aku jelajahi. Cukup lama aku menutup hatiku, sampai aku menemukan perkerjaanku yang sekarang, sekaligus lembaran baru pahitnya perjalananku. Setelah tiga bulan aku bekerja di kantorku, rekan kerjaku mengenalkanku dengan rekan kerjanya di perusahaan lain.

Kuterima masukan rekanku yang mengatakan “sudah cukup kau menyiksa dirimu sendiri, kini saatnya kamu mencari kebahagiaan, karna ia tak akan datang jika kamu tak meraihnya”.

Dwi, begitulah lelaki itu mengenalkan dirinya, awal kenalan kami hanya berkomunikasi lewat telpon, sampai kami sepakat untuk bertemu di sebuah restoran. Awal pertemuan, kunilai orangnya lumayan ganteng, dengan postur yang tidak mengecewakan, pribadinya kalem, bawaanya tenang dan sopan. Dan tanpa aku bisa mengelak, aku mulai menyukainya.

Setelah pertemuan itu, kami makin sering bertemu dan diapun rajin menelpon untuk sekedar memastikan telah makan siang atau sekedar menanyakan keadaanku. Sungguh lelaki yang sempurna, bathinku. Tiga bulan berlalu, kamipun resmi pacaran. Masa itu berjalan dengan indah, bawaanya yang tenang membuatku yang cepat emosi menjadi lebih tenang. Pantai adalah tempat favoritnya, dan dengan segera juga menjadi tempat favoritku. Kami banyak menghabiskan waktu di pantai, menikmati sepoian angin pantai yang menemani kebersamaanku.

Enam bulan menjalin hubungan ini, dia berniat mengajakku ke hubungan yang bukan hanya sekedar untuk pacaran. Akupun setuju, dengan pertimbangan yang matang, kamipun memutuskan untuk bertunangan. Aku dikenalkan dengan orang tuanya. Kedatanganku di sambut ramah, keluarganya begitu hangat. 

Aku merasa bahagia berada di tengah keluarganya, orangtuanya menganggap aku ini anak mereka sendiri, begitupun adik perempuanya, dengan cepat ia akrab denganku. Obrolan demi obrolanpun mengalir, tentang diriku dan keluargaku. Pilupun ternyata belum melepasku, manakala aku menangkap tatapan yang aneh dari calon ibu mertuaku saat aku menyebutkan tanggal lahirku. Aku mulai merasa ada yang aneh, seketika aku gugup lalu melirik ke arah Dwi, namun aku tak menemukan jawabannya.

Dengan pandangan mata yang tak melepaskanku, ibunya berkata kalau aku tak bisa dan tak boleh menikah dengan putra satu-satunya. Aku yang masih kebingungan, menatap ke arah ayahnya, ayahnyapun mulai menjelaskan dengan suara yang tegas. Kehangatan yang aku terima sedari tadi berubah menjadi hujan badai yang membasahi pipiku. Setiap kata dari ayahnya bagai petir yang memekakkan telingaku.

Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya bisa terisak di punggung pacarku, aku mulai mencaci Tuhan dengan hidupku yang aku rasa tak adil. Sebelum aku masuk ke rumah, kupeluk erat pacarku, seakan aku tak ingin dia pergi dari sisiku. Dan kecupan hangat di dahiku sebagai bekalku malam ini. Kasur tempat badanku rebah serasa tebuat dari duri, duri yang mencabikku,membuatku berdarah. Perkataan ayahnya yang mengatakan tanggal lahirku akan menjadi angka sial untuk anaknya terngiang keras ditelingaku.

Runtuh semua harapan yang aku bangun. Pilu yang telah terkubur lama, seakan bangkit lagi, mengikat hatiku dan memerasnya, hingga yang tersisa hanya puing. Mengingat semua tentangnya, masaku dengannya, candaku dengannya, manjaku, dan tenang nasehatnya membuatku merasa kehilangan segalanya. 

Terngiang di telingaku “suatu saat, jika kau merindukanku, datanglah ke pantai,, aku akan memelukmu dalam setiap sepoi angin, mengahangatkan dengan segenap mentari dan menopangmu bagai batu karang “.

Hanya air mata yang menemani sepanjang malam itu. Setelah malam itu, kami makin jarang bertemu, komunikasipun makin tipis. “sungguh aku tak sanggup hidup dengan kehampaan kita ini” jelasku pada suatu malam saat kami makan malam bersama.

“Aku pun tak pernah bisa memilih antara cinta dan keluargaku, dua hal yang takkan perbah bisa kupilih”, jawabnya.

“Aku takkan pernah memintamu memilih, aku juga tak mau dipilih, aku mencintaimu, aku ingin kamu bahagia, aku relakan kau untuk keluargamu, aku hanya berpesan, carilah seorang wanita yang jauh lebih baik dari aku, agar aku tak merasa kecewa telah melepasmu“ kataku sambil terisak

“Aku tak pernah menyangka kita akan berakhir seperti ini, mungkin aku lelaki yang lemah karena tak bisa memperjuangkan cintaku, tapi aku juga tak mau mengecewakan ibuku. Aku sangan mencintaimu, satu janjiku padamu, aku takkan pernah meninggalkanmu. Aku akan menikah setelah kamu menikah.”

Tanpa bisa lagi kubendung, air mataku meluncur deras. Tangan halusnya untuk terakhir kalinya menyapu pipiku, dengan penuh arti dia kecup keningku, aku merasakan keningku basah, dia menangis,,,, dia menangis,,,” aku akan merindukan kecupan ini” bathinku,, kosong sudah hatiku sekarang,, dua kali kepiluan telak melukaiku dan membuatku ambruk.

Tapi hidup terus berjalan, sejak perpisahan kami,, Dwi masih sering menghubungiku, sekedar menanyakan kabarku, hubungan kami berlanjut layaknya kakak dan adik. Setahun aku belajar bahagia dengan kesendirianku, sampai akhirnya seorang teman mengenalkan temannya kepadaku, akupun mencoba membuka hatiku. Vicky, itu nama pemuda itu,walau kami hanya berkomunisi jarak jauh, tapi aku mulai nyaman dengan sikapnya.

Vicky yang seorang anggota polri tengah berdinas disuatu provinsi terpencil. Sebulan berlalu, aku dan Vicky, mulai memulai hubungan kami. Walau hanya lewat telpon dan video call, kami bisa saling mengerti. Dwi yang tau tentang hal ini turut bahagia, walau ku tahu sampai sekarang dia masih belum membuka hatinya untuk orang lain.

Enam bulan aku dan Vicky pacaran, tiba saatnya dia cuti dan mengunjungiku. Kami akan bertemu untuk yang pertama kalinya, setelah enam bulan pacaran. Cukuran cepak , perawakan tegap dan baju dinasnya membuatku kikuk dan grogi, namun semua luntur oleh senyum dan candanya sepanjang perjalan dari bandara kerumahnya.

“Ternyata polisi itu juga bisa pacaran dan bercanda”gumamku dalam hati.

Kepulangan saat cuti ini dia manfaatkan untuk mengenalkan aku dengan keluarganya. Keluarganyapun tak kalah hangatnya dengan keluarga Dwi. Dua adik laki-laki dan kakak perempuanya menerimaku dengan ramah. Tepat di hari ulang tahunku, kami resmi bertungangan. Masa cutinyapun habis tanpa terasa, dan saatnya dia harus kembali ke tugasnya. 

Dengan berat hati aku mengantarnya ke bandara. Hubungan kami berjalan baik, namun aku merasa tidak nyaman dengan sikap cemburunya yang berlebihan. Banyak larangan yang aku terima darinya, termasuk keluar bersama dengan rekan sekantorku yang biasanya untuk merayakan sesuatu. Pertama-tama aku masih bisa mengalah, namun lama kelamaan dia semakin mengekangku, aku mulai tak tahan.

Dalam kekalutanku datanglah sosok rekan kantor, Beni. Dia prihatin dengan nasibku saat aku ceritakan tentang pacarku. Entah dari mana hembusan itu datang, sikap prihatin Beni membuatku nyaman, dan mulailah aku sering mengeluh kepadanya dibarengi seringnya aku mulai jalan berdua dengan Beni yang tentunya dengan kebohongan kepada Vicky.

Aku memberi seribu alasan kepada Vicky saat aku sedang bersama Beni. Namun benar kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melonpat, pasti akan jatuh juga. Di suatu malam, saat aku sedang asyik makan malam bersama beni, aku dikejutkan dengan sapaan seorang lelaki.

Kupandangi wajah lelaki itu dan serasa menelan beling, aku ingat,,, lelaki ini adalah adik dari Vicky. Berusaha tenang aku mengenalkan Beni dengan dia sebagai klien di kantorku.

“Ya memang aku keluar dengan lelaki lain, memang kenapa? Tidak trima? Ya sudah,, putuskan saja aku,, kita berakhir disini..!”Bentakku saat dia menelpon dan menanyakan tentang pengaduan adiknya.

“Hey,, kenapa kamu ini,, mudah sekali kamu berucap,, apa kamu tidak berfikir betapa aku memujamu? betapa aku memanjakanmu? betapa aku menyayangimu?” Sahutnya di seberang

“Sayang?? Sayang apa?? Kalau kau benar-benar sayang, kenapa kau selalu mengekangku?melarangku ini itu, kau tak pernah yakin padaku” jawabku emosi. “Aku begitu karena ingin menjagamu aku tak mau kamu berpaling kepada orang lain hanya karena aku jauh darimu,,” jelasnya.

“Tidak,, kamu tidak sayang, tapi egois, dan tidak percaya padaku. Aku mencintaimu,, tapi aku tidak pernah melakukan hal bodoh seperti yang kamu lakukan, pokoknya saya minta kita putus, berakhir kita disini,,,” dan akupun memutuskan telponya.

Dia menelpon berkali-kali serta mengirimiku sms,, tapi tidak pernah aku balas. Sekian lama aku bertahan, akhirnya tiba saatnya aku berontak. Bersamaan dengan itu, aku juga memutuskan hubungan dengan Beni dan mulai menghindarinya. Enam bulan berlalu, tanpa sengaja aku bertemu lagi dengan Vicky di sebuah tempat makan, tanpa bisa mengelak, dia mengajakku makan bersama.

Jujur, aku mulai merasakan cintaku tumbuh kembali, dan belakangan aku tahu kalau dia sudah pindah tugas ke kotaku. Pertemuan malam itu ternyata berlanjut ke malam berikutnya, tanpa terelakkan kami berpacaran kembali. Aku mulai terbiasa dengan sikap cemburunya, dan sikap egoisnya.

Terkadang aku sadar, kalau aku mencintainya, aku harus mengalah, tapi terkadang aku tak bisa mengontrol emosiku dan kamipun sering bertengkar. Nasib baik kemudian menyapaku, perusahaan tempat aku berkerja memilihku sebagai salah satu orang yang akan berangkat ke luar negeri untuk urusan perusahaan selama 4 bulan.

Awalnya Vicky tidak setuju dengan ini, tapi karena aku berkeras, dia akhirnya mengalah. Satu bulan pertama hubunganku berjalan baik, dua hari sekali aku menelpon dia, dan di setiap malamnya kami berbincang melalui salah satu fasilitas web. Masih tetap dengan sikap cemburunya, tak terhindarkan kami makin sering bertengkar. Makin runcing dan makin rapuh kurasa hubungan kami.

Awalnya hubunganku dengan rekan kerja berlangsung baik sampai akhirnya aku terperosok ke lubang gelap. Aku mulai akrab seorang karwayan dari perusahaan lain yang juga tergabung dalam program perusahaanku. Alan, itu namanya. Kedekatan yang berawal dari masalah kerjaan itu berlanjut tumbuh di hati. Entah bagaimana awalnya, kamipun mulai menjalin kasih. Meski aku tahu dia sudah beristri dan ayah dari seorang balita, tapi aku tak bisa melarang hatiku.

Tanpa terasa dua bulan kami lalui dengan manis, kami sepakat untuk menjadikan masa kami disini hanya milik kami, tanpa saling mengungkit tentang pasangan masing-masing. Sia yang tahu sikap Vicky yang cemburuan menyayangkan kenapa aku tak bertemu dengan dirinya sebelum ia menikah.

Dia juga menceritakan perihal istrinya yang selalu bersikap dingin dan cuek kepadanya, seolah-olah suami istri hanya sebatas ikatan resmi. Namun Alan bertahan dengan sabar terhadap istrinya demi sang buah hati, ia tak pernah menyangka pilihannya kepada wanita pendiam yang tidak banyak menuntut mendatangkan petaka bagi dirinya sendiri.

Dia merasa jenuh dengan kehidupan berumah tangganya sekarang yang dingin. Sebulan sebelum kepulanganku, aku mulai dilanda kebingungan. Aku sadar Alan bukanlah pilihan terbaik dalam hidupku, termasuk bukan jalan yang baik untuk keluarganya. Aku berniat mengakhiri ini semua.

“Alan, terimakasih atas semua waktu yang kamu berikan,tapi kita tidak bisa terus terusan begini. Aku tak pernah bisa membayangkan bagaimana kalau aku yang di posisi istrimu.pasti aku hatiku akan sangat hancur.”

“Maafkan aku yang datang pada saat dan waktu yang tidak tepat ke dalam hidupmu, meski kau hanya kumiliki dalam cermin,tapi kau tahu betapa aku mencintaimu melebihi istriku sendiri.”

“Aku tak mau lebih banyak lagi menyakiti hati istrimu. Kita akhiri saja ini semua.“

“Kalau itu memang keputusanmu, aku terima. Tapi kalau suatu saat kamu berubah pikiran dan menginginkan aku, datanglah, aku akan menceraikan istriku. Sekarang hidupku sama sekali tak ada artinya. Istriku hanya hiasan rumah yang tiada memberi kehangatan. Aku tak kuat lagi membohongi diriku dan dirinya dengan cinta palsuku.”

“Walaupun demikian, kau telah memilkiki seorang putra dari hubunganmu. Kau pernah berucap cinta padanya, berjanji tuk setiapadanya.”

“Iya,aku akui itu,tapi itu hanya kekhilafanku karena patah hati dengan perempuan lain”

“sudahlah,,aku tak mau berdebat, sudah malam aku mau istirahat” jawabku sambil berlalu dari hadapannya.

Sejak malam itu, hubungan kami terjaga hanya sebatas rekan kerja. Meski terkadang aku mendapatinya sedang menatap ke arahku dengan penuh makna, aku berusaha menampiknya. Sementara hubunganku dengan Vicky masih tidak berubah, sikapnya yang cemburu tiada pernah berubah.

Dua minggu sebelum pulang ke tanah air, aku pergi ke sebuah tempat wisata yang lumayan terkenal saat musim panas. Kuhela nafasku, mencoba berbagi beban dengan hembusan angin sore. Riuh ombak di pinggir pantai ini membawa kembali ingatanku pada Dwi. Ku ambil ponselku lalu kutumpahkan segala tangisku di sela nasehat teduhnya.

“oh,, Tuhan,, kapan ini akan berakhir” ***

Seperti yang diceritakan kawan Sinyo kepada redaksi .

WoW ! “Abad Türkiye telah Dimulai”, Erdogan Berjanji Merangkul Semua Elemen

Tidak ada komentar


Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan saat ini adalah awal dari ‘Abad Turki’ yang akan terus merintis kebangkitan negeri ini. Erdoğan mengulangi slogan kampanyenya, bahwa ‘Abad Türkiye’ telah dimulai sambil menjanjikan pembaruan, pembangunan, dan perdamaian.

Presiden Recep Tayyip Erdoğan pada hari Sabtu menyoroti pentingnya persatuan dan persaudaraan di antara semua warga negara di negara itu, saat ia berjanji untuk merangkul semua orang di era baru yang mengantar masa jabatan presiden ketiganya.

“Türkiye memasuki jalur baru setelah pemungutan suara berakhir dan hasilnya diumumkan. ‘Abad Türkiye’ telah dimulai, dan pintu pertumbuhan negara kita telah dibuka,” kata Erdogan pada upacara pelantikannya di Kompleks Kepresidenan, dengan kehadiran pejabat tinggi dari puluhan negara.

Presiden menambahkan bahwa dia tidak akan melupakan curahan dukungan yang dia rasakan di Türkiye dan sekitarnya pada 28 Mei lalu. “Kami akan merangkul semua 85 juta orang, terlepas dari pandangan politik, asal-usul, kepercayaan atau sekte mereka,” katanya dikutip Dailysabah, berharap seruannya dibalas juga oleh lawan-lawannya. 

Ia mengatakan Türkiye membutuhkan persatuan dan solidaritas lebih dari sebelumnya. “Türkiye membutuhkan persatuan dan solidaritas lebih dari sebelumnya,” katanya.

“Kami ingin semua segmen oposisi, termasuk jurnalis, penulis, masyarakat sipil, seniman, dan politisi, berdamai dengan keinginan nasional.”

“Jika ada kebencian, jika hati hancur, mari cari cara untuk berdamai,” ujarnya.

Turki mengadakan pemilihan presiden yang menentukan pada 28 Mei setelah tidak ada kandidat yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara yang dibutuhkan untuk kemenangan di putaran pertama pada 14 Mei.

Erdogan menang dengan 52,18 persen suara mengalahkan penantangnya Kemal Kilicdaroglu yang mendapat 47,82 persen, menurut hasil resmi. Sebelumnya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) pimpinan Erdogan dan sekutunya juga memenangkan mayoritas kursi parlemen.

“Saya berharap misi mulia ini akan membawa kebaikan bagi negara saya yang telah saya abadikan hidup saya untuk melayani negara dan rakyat. Saya berharap kami tidak mengecewakan negara tercinta dan orang-orang yang telah memberikan kepercayaan kepada saya, partai kami dan aliansi kami,” kata Erdogan.

Erdogan pun berjanji akan mengabdi dan mencurahkan seluruh pengabdiannya selama lima tahun ke depan sebagai tanda penghargaan kepada Turki. Upacara pengambilan sumpah juga dihadiri oleh pejabat senior pemerintah, termasuk 50 kepala negara, 13 perdana menteri, pejabat parlemen dan menteri serta perwakilan organisasi internasional, termasuk NATO, Organisasi Bangsa-Bangsa Turki, dan Organisasi Kerjasama Islam.

Presiden juga mengucapkan terima kasih kepada anggota Aliansi Rakyat yang terdiri dari Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK), Partai Gerakan Nasionalis (MHP), Partai Kesejahteraan Baru (YRF), dan Partai Persatuan Besar (BBP), serta ketua Free Cause Party (HÜDA PAR), Zekeriya Yapıcıoğlu, dan calon presiden putaran pertama, Sinan Oğan yang mendukung Erdoğan di putaran kedua.

Erdoğan berjanji untuk memperkuat tangan diplomatik Türkiye di seluruh dunia, sementara di dalam negeri, dia menjanjikan konstitusi baru yang inklusif dan perbaikan ekonomi.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinian, Presiden Republik Turki Utara Siprus Ersin Tatar, Presiden Venezuela Nicolas Maduro, Wakil Presiden Iran Mohammad Mokhber, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban dan ketua majelis rendah Parlemen Rusia, Vyacheslav Volodin, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan termasuk di antara tamu asing yang hadir pada upacara tersebut.*

Al Ghazali: Inilah Tanda Kecintaan kepada Allah SWT

Tidak ada komentar


Sebab-sebab timbulnya rasa cinta adalah adanya beragam kenikmatan yang datang dari orang yang kita cintai. Dan cinta sejak kecil senantiasa tumbuh di dalam hati. Dan tidak mungkin kita menemukan pemberi beragam kenikmatan kepada kita seperti apa yang Allah anugrahkan kepada kita. Sehingga siapa yang mencintai penciptanya ia akan cinta untuk membersamainya.

Sebagaimana pecinta bersama kekasihnya, ia dengan suka rela akan duduk bersamanya, tanpa ada rasa berat hati. Oleh karena itulah Allah SWT mewajibkan kita shalat fardhu di mana seorang pecinta bisa senantiasa dekat dengan kekasihnya. Dalam QS. Thaha: 14 Allah SWT berfiman:

(وأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِيَ)

Artinya: “Dan dirikanlah selalu shalat, agar kamu senantiasa mengingat-Ku”.

Tapi justru kita sibuk dengan dunia. Kita lebih mencintai dagangan kita, keturunan kita, dan pasangan kita dibanding Allah SWT. Oleh karena itu ketahuilah bahwa sejatinya Allah SWT hanya menginginkan dari kita waktu khusus untuknya, agar kita bisa senantiasa bermunajat kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda:

((إِنّ المُصَلِّي يُنَاجِي رَبَّهُ -عَزَ وَجَلَّ-))

Artinya: “Sesungguhnya orang yang shalat adalah orang yang sedang bermunajat dengan Rabb-nya sedang bermunajat kepada tuhannya ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)

Orang yang hendak menunaikan solat, tatkala mengangkat kedua telapak tangannya seakan ia ingin mengatakan: “Persoalan dunia semuanya di belakangku, dan engkau di depanku, wahai tuhanku: ’Allahu Akbar’. Engkau wahai tuhanku lebih besar dariku. Dan engkaulah Dzat yang paling kucintai dari semuanya. Sungguh sudah aku tinggalkan itu semua, dan aku datang untuk berdiri di hadapan-Mu saja, tidak ada sekutu bagi-Mu. Dan sekarang aku ingin mengkhususkan-Mu dengan berdialog, berdzikir, dan beribadah. Dan tatkala bersujud, aku ingin berbisik-bisik kepada-Mu sepuasku.

Disebutkan dalam teks hadits yang panjang, Nabi Muhammad SAW bersabda:

(( الإِحْسَانُ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَم تَكُنْ تَرَاهُ فَإنَهُ يَرَاكَ))

“Ihsan: Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan Engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu”. (HR. Bukhari Muslim)

(Durus al-Jum’ah bi al-Azhar: 1/36)/Dzulfikar

Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde