Responsive Ad Slot

Viral ! Finalis Miss Universe Indonesia 2023 Diminta Tampil Telanjang Saat Body Checking

Tidak ada komentar

Senin, 07 Agustus 2023




Finalis Miss Universe Indonesia (MUID) 2023 diminta tampil tanpa busana saat body checking atau pemeriksaan tubuh. Tak hanya itu, para finalis juga difoto di sebuah ruangan yang terdapat dua orang laki-laki.

Aksi tersebut viral setelah percakapan antara Sally Giovanny selaku Story National Director Miss Universe Indonesia Bali dan Rizky Ananda Musa selaku National Director Miss Universe Indonesia Jawa Barat diunggah melalui Instagram.

Dalam pesan tersebut terlihat Rizky Ananda kesal lantaran para finalis MUID 2023 diminta tampil tanpa busana dan di foto. Tentu itu telah melanggar privasi dan aturan yang berlaku dalam MUID. Ia juga menekankan pihaknya dari Jawa Barat juga telah melakukan pemeriksaan tubuh, tapi tidak diminta tanpa busana.

“Saya dapat kabar, anak-anak body checking disuruh telanjang, tapi difoto. Apa diperbolehkan? Ini melanggar aturan loh. Kalau ternyata disebarluaskan bagaimana?” ucapnya dalam percakapan tersebut.

Ia juga menjelaskan jika pihaknya saat body checking hanya menggunakan gambar, tidak memotretnya. Ia juga menyayangkan saat para finalis tanpa busana terdapat laki-laki di dalam ruangan.

“Body checking Jabar menggunakan gambar, tidak difoto telanjang di depan laki-laki juga,” ujarnya.

Para korban juga meminta agar foto mereka tanpa busana saat body checking agar segera dihapus. Mereka merasa tak nyaman, takut jika foto tersebut disebarluaskan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Buntut dari kejadian tersebut, CEO dari Miss Universe Indonesia Eldwen Wang mengundurkan diri dari jabatannya. Dalam tulisan yang ia unggah pada Instagram pribadinya,

Ia mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dari masyarakat terhadap dirinya. Ia juga meminta maaf karena harus berhenti di tengah jalan dan akan fokus pada karir sebelumnya yang ada di kampung halamannya.

Sebelumnya, acara Miss Universe Indonesia 2023 telah digelar di Beach City International Stadium (BCIS), Ancol pada Kamis lalu. Dengan terpilih Fabienne Nicole sebagai Miss Universe Indonesia tahun 2023. Kemudian, first runner up ada Vinna Anggi Sitorus dan Muthia Fatika Rachman sebagai second runner up.***

Anies Baswedan : Banyak Warga Datang ke Rumah Sakit Maunya Sembuh Tapi Malah Jadi Miskin

Tidak ada komentar



- Bakal calon presiden 2024 dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyebut ada empat gagasan perubahan penting yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat, salah satunya pelayanan kesehatan untuk semua. Ia menekankan bahwa sektor kesehatan yang seharusnya primer dan menjadi hak semua masyarakat belum bisa dinikmati seluruhnya.

“Betapa banyak warga kita yang datang ke rumah sakit bukannya jadi sembuh malah jadi miskin. Dalam hal ini, saya meyakini perubahan di 2024 harus segera dimulai. Sebab, kesehatan adalah hak mendasar,” kata Anies dalam pidato politiknya di Gedung Sabuga ITB, Bandung, Jawa Barat, Minggu sore (6/8/20230.

“Yang diperlukan datang ke rumah sakit menjadi sembuh bukan pulang menjadi miskin. PR-PR inilah yang kita ingin bereskan bersama-sama,” lanjut Anies yang didampingi Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di hadapan ribuan warga Bandung yang memadati Gedung Sabuga.

Anies menuturkan ada empat gagasan perubahan penting yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat, yaitu kebutuhan pokok yang mahal menjadi murah, lapangan pekerjaan yang terbatas menjadi luas, pendidikan berkualitas hingga tuntas, dan pelayanan kesehatan untuk semua.

“Bersama Partai Demokrat dan Mas AHY, kami menyampaikan gagasan tersebut. Mohon doa dan dukungan bagi koalisi perubahan untuk berjuang mewujudkannya,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Senada dengan Anies, AHY juga sempat menyoroti isu masalah pelayanan kesehatan. Menurut AHY, BPJS Kesehatan yang selama ini menjadi andalan belum sempurna.

“Layanan BPJS harus diperbaiki, jangan biarkan pasien mengantre berjam-jam di rumah sakit. Yang menyedihkan, seolah masyarakat kurang mampu tidak boleh sakit di negeri kita. Banyak pasien BPJS yang dipaksa keluar dari rumah sakit setelah tiga hari dirawat padahal belum sembuh,” jelas AHY.

Partai Demokrat, kata AHY, terpanggil dan bertekad untuk melakukan perubahan besar agar rakyat Indonesia kembali mendapatkan keadilan, kesejahteraan, kebebasan, dan kedamaian di masa depan. “Oleh karena itu, kami hadir di Gedung Sabuga untuk melaksanakan dialog rakyat dengan harapan agar kita bisa saling mendengar dan mencari solusi terbaik,” ujar AHY.

Selain para kader Partai Demokrat, dialog ini dihadiri pula oleh komunitas petani, nelayan, pekerja honorer, perawat, dan pelaku UMKM.

“Tujuan kita sama, yakni memperjuangkan perubahan dan perbaikan, untuk Indonesia yang lebih baik. Ada pihak yang khawatir dengan perubahan, seolah-olah akan mengganti total. Tentu ini tidak benar. Hakikat perubahan adalah apa yang sudah baik, kita apresiasi dan lanjutkan. Yang belum baik, kita evaluasi dan perbaiki,” kata AHY menjelaskan.***


Rocky Gerung Sampaikan Kritik Apa Adanya dan Tidak Menghina Personal

Tidak ada komentar



- Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya meminta semua pihak melihat secara utuh yang disampaikan ahli filsafat Rocky Gerung saat mengkritik Presiden Joko Widodo. Penggunaan diksi bajingan tolol tidak ujug-ujug muncul tanpa dasar.

"Saya kira Rocky Gerung sedang menyampaikan kritik secara lebih telanjang, apa adanya," kata Willy kepada Media Indonesia, Minggu, 6 Agustus 2023.

Dia berpendapat Rocky sedang melucuti sistem demokrasi liberal seperti yang terjadi saat ini, yaitu lembaga demokrasi yang seolah-olah demokratis, padahal sama sekali tidak.

Willy mengatakan kritik yang dilancarkan kepada Kepala Negara maupun pemimpin lain bukan datang dari Rocky saja. Selama ini, Presiden selalu tidak memberikan reaksi terhadap kritik sejenis. Kalaupun bereaksi, lanjut Willy, bentuknya adalah memaafkan.

"Tapi lihat kemudian siapa yang mengadili dan menghakimi? Massa, baik massa yang di jalanan maupun massa sebagai warga internet," ujar dia.

Sementara itu, politikus senior Partai NasDem, Ahmad Effendy Choirie menyebut Rocky sebagai manusia bebas yang merdeka. Terkait diksi yang dipilih Rocky, dia melihat karena Rocky bukan orang Jawa, khsususnya Solo.

Gus Choi juga mengatakan diksi Rocky untuk mengkritik Jokowi bukan tanpa alasan. Itu dilandasi dari akumulasi atas ucapan, tindakan, dan kebijakan Presiden menyangkut berbagai aspek kehidupan, termasuk cawe-cawe politik.

"Kritik Rocky cukup mewakili kegelisahan dan kemarahan jutaan rakyat yang tak berdaya. Buktinya, banyak rakyat yang ingin menurunkan Jokowi. Kalau kepemimpinannya baik, tidak mungkin rakyat demo berjilid-jilid," kata dia.

Terpisah, psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel berpendapat seharusnya pihak kepolisian berpedoman pada Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 dalam menangani laporan ujaran kebencian yang ditujukan kepada Rocky. Sebab, Rocky dinilai sudah lama menunjukkan sikap konfrontatifnya terhadap Presiden.

Dalam hal ini, Reza menyebut Polri dapat melakukan langkah preventif dengan mempertemukan Rocky dengan Presiden Jokowi agar dicari solusi perdamaian antarkeduanya.

"SE Kapolri itu sangat bagus, karena menunjukkan betapa Polri memprioritaskan restorative justice berupa mediasi antarpihak. Litigasi belakangan," jelas Reza.

Menurut dia, banyak manfaat yang dapat diambil jika Rocky dan Presiden dapat duduk bersama, termasuk kecerdasan publik dalam bernegara. ***


ARB: Pesan Perubahan ini Harus Dikirimkan ke Seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar



- Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyampaikan gagasan yang digaungkannya bersama KPP. Anies menginginkan kemajuan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Kita ingin agar kemajuan itu tidak hanya dirasakan oleh sekelompok orang, tapi keluarga-keluarga semua di Indonesia merasakan kemajuan untuk mereka,” kata Anies.
 
Hal tersebut diungkapkan saat Anies menghadiri jalan sehat yang digelar di Lapangan Asia, Padang, Sumatera Barat, Minggu, 6 Agustus 2023.

Anies menjelaskan, kesempatan harus dibuka. Yang dapat kesempatan tak boleh menutup kesempatan yang lainnya.

Karena itu, lanjut Anies, ia ingin mendorong perubahan. Pesan perubahan ini harus dikirimkan ke seluruh Indonesia.
 
“Ini ikhtiar untuk semua, bukan tentang satu partai, satu koalisi, tapi ikhtiar untuk kita semua,” katanya.



Anies Baswedan: Tujuan Besar Tak Dapat Dicapai Sendirian, Melainkan Harus Dilakukan Bersama-sama

Tidak ada komentar



- Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan menekankan pentingnya kebersamaan. Hal itu dia sampaikan di hadapan 700 relawan saat melakukan Kemah Relawan di Cikole, Lembang, Jawa Barat (Jabar) beberapa waktu lalu.

"Pentingnya persatuan dan kebersamaan dalam mencapai tujuan agar kita tidak lupa akan kepentingan masyarakat lainnya ketika sudah memiliki kesempatan," kata Anies seperti dikutip pada Minggu, 6 Agustus 2023.

Anies mencontohkan Partai NasDem yang mampu menyinkronkan dukungan dari relawan dan masyarakat dengan baik. Kemampuan itu penting guna mencapai target yang sudah dibikin.

"Tujuan besar tidak dapat dicapai sendirian, melainkan harus dilakukan bersama-sama. Seperti NasDem yang saling mendukung dengan relawan dan masyarakat," ujar dia.

Anies menyebut peran relawan juga krusial untuk mengawal jalannya pemilihan umum (pemilu). Supaya pesta demokrasi berjalan jujur dan adil.

"Saya berharap dapat mengumpulkan lebih banyak relawan untuk memastikan kesuksesan dalam kontestasi politik," papar dia.

Anies menilai relawan di Jawa Barat Solid. Hal itu diyakini mampu membawa dirinya menang di wilayah tersebut saat pemilihan presiden (pilpres).

"Kegiatan Kemah Relawan ini menjadi langkah baru untuk perubahan, khususnya di Jabar. Saya juga mengajak semua masyarakat untuk bersatu demi terciptanya kesetaraan bagi semua," ucap dia.



Polisi Serbu Masjid Raya Air Bangis Sumbar, Sepatu tak Dilepas

Tidak ada komentar



- Sejumlah polisi berseragam lengkap, dengan memakai sepatu merangsek ke Masjid Raya Sumatera Barat, Sabtu (5/8). Mereka menangkap warga Nagari Air Bangis, mahasiswa, hingga pendamping hukum Pasaman Barat, usai berdialog dengan Wakil Bupati yang mengajak mereka pulang.

“Masjid raya sumbar yang menjadi tempat aman masyarakat diserbu polisi saat masyarakat sedang melakukan sholawat,” demikian informasi yang disampaikan akun Instagram @yayasanlbhindonesia Sabtu (5/8) petang.

Sampai saat ini, setidaknya belasan orang yang terdiri dari masyarakat air bangis, mahasiswa dan pendamping hukum ditangkap polisi.

Atas terjadinya penangkapan ini, sejumlah warganet pun langsung mengkritik aksi polisi yang merangsek ke dalam masjid untuk menangkap warga.

“Polisi yang baik hati@listyosigitprabowo adalah copot sepatu jika masuk masjid,” sindir aku @ibnusyamsu.


“Tragedi priok bermula dari sepatu masuk masjid,” imbuh akun @rahim_belantara.

“Saya yang non muslim aja tau kalo tidak boleh pakai sepatu di masjid nah ini mereka jenis manusia apa coba?” geram akun @anuragakartika.

Untuk diketahui, kejadian penangkapan ini dilakukan usai Wabup Pasaman Barat bersama Polresta Padang mengajak warga Air Bangis untuk pulang ke Air Bangis.

Sementara utusan warga dan mahasiswa sedang melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar di Kantor Gubernur Sumatera Barat.

Di lain pihak, masyarakat bersholawat di Masjid Raya, sambil menunggu utusan yang berdialog dengan Pemprov Sumbar.


Tak lama berselang, Tim Polda Sumbar mendatangi warga yang bersholawat dan meminta untuk naik ke bus yang disediakan, namun warga tak mau naik ke bus. Usai ditolak, terjadi kericuhan. Sejumlah polisi merangsek ke dalam masjid dan menangkap sejumlah orang.

Sebelumnya sejak Senin (31/7), sekitar 1.500 masyrakaat Air Bangis hampir satu pekan menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sumbar. Unjuk rasa damai ini, dilakukan guna menolak rencana proyek strategi nasional (PSN) yang digaungkan pemerintah. 

Mereka ingin bertemu dan berdialog secara langsung dengan Gubernur. Namun hingga Jumat (4/8), Gubernur tak menemui masyarakat yang demonstrasi, namun justru menemui massa tandingan.


50 Juta Kader Golkar Siap Kawal Pemenangan Golkar dan Airlangga

Tidak ada komentar


Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto bersilaturahmi dengan pimpinan ormas Hasta Karya atau pendiri, ormas yang didirikan, dan organisasi sayap, partai berlambang pohon beringin, Minggu (6/8).

Pertemuan dengan Airlangga di Hutan Kota Plataran Senayan Jakarta, diinisiasi Ormas Hasta Karya dan sayap partai. Ketua MKGR Adies Kadir menuturkan, ormas Hasta Karya, ormas yang didirikan, dan organisasi sayap, Partai Golkar siap menyumbangkan 50 juta suara pada Airlangga untuk kemenangan Partai Golkar.

Adies mengaku tiap organisasi pendiri, yang didirikan, dan sayap, milik Partai Golkar mempunyai 5 juta anggota.

”Rata-rata kami mempunyai 5 juta kader, jadi kalau dikalikan 10 saja, bisa menghitung, paling tidak ada 50 juta suara yang bisa kami konsolidasikan dari Hasta Karya ini,” tutur Adies Kadir usai pertemuan dengan Airlangga, Minggu (6/8).

Partai Golkar memiliki sepuluh ormas. Yakni Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) yang disebut sebagai ormas pendiri.


Kemudian ormas yang didirikan, Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), Satkar Ulama Indonesia, Al Hidayah, Himpunan Wanita Karya (HWK), dan Majelis Dakwah Indonesia (MDI).

Seluruh pimpinan ormas yang dimiliki Partai Golkar hadir dalam pertemuan dengan Airlangga. Yakni Ketum MKGR Adies Kadir, Ketum Kosgoro 1957 Dave Laksono, Ketum SOKSI Ali Wongso Sinaga, Ketum AMPG Ilham Permana, Ketum AMPI Jerry Sambuaga, Ketum KPPG Airin Rachmy Diani, Ketum Satkar Ulama Idris Laena, Ketum Al Hidayah Hetifah Sjaifudian, Ketum HWK Dany Soedarsono, dan Ketum MDI Choirul Anam.

Ketum MKGR Adies Kadir menambahkan, dalam pertemuan dengan Airlangga, banyak arahan dan strategi yang dibagikan Ketum Golkar itu kepada seluruh pimpinan ormas yang dimiliki partai bernomor urut 4 di Pemilu 2024.

”Intinya, menginginkan Hasta Karya solid, kami sampaikan bahwa sampai saat ini seluruh organisasi Hasta Karya dan sayap partai tetap tegak lurus mengawal seluruh kebijakan dan keputusan-keputusan hasil Munas, kemudian Rapimnas, dan Rakernas,” ujar Adies.

”Hasilnya adalah memberikan kewenangan penuh pada Ketua Umum Golkar Bapak Airlangga Hartarto untuk menentukan arah kebijakan, langkah-langkah yang akan diambil terkait dengan pilpres, pileg, dan pilkada,” tegas Ketum MKGR Adies Kadir.

Adies yang ditunjuk jadi juru bicara atau perwakilan ormas dan sayap Partai Golkar itu menegaskan, Ormas Hasta Karya siap mengawal seluruh keputusan yang akan diambil Airlangga terkait Pemilu 2024. Ormas Hasta Karya mengakui, Airlangga sudah mengantongi nama-nama calon yang bakal diusung atau didukung Partai Golkar.

”Insya Allah tidak akan lama lagi, Partai Golkar akan mengumumkan terkait dengan pilpres tersebut, demikian juga dengan pileg, tidak lama lagi Partai Golkar akan mengumumkan baik itu penomoran dari provinsi, kabupaten kota, dan juga pusat,” tutur Adies.

”Kami akan segera bergerak serentak bekerja apabila itu sudah diumumkan Ketua Umum,” tegas Adies Kadir, Wakil Ketua Komisi III DPR ini. ***


Daripada Hidup Dibanding-bandingkan Istri, 526 Suami di Bojonegoro Pilih Jadi Duda

Tidak ada komentar
Duda keren !




- Pengadilan Agama Bojonegoro mencatat setidaknya sampai Juli, jumlah cerai talak yang masuk sebanyak 526 kasus. Untuk cerai gugat mencapai 1.236 perkara.

Dalam laman resmi Pengadilan Agama Bojonegoro, pasangan yang merasa dibandingkan dengan orang lain, memicu pertengkaran dan berakhir perceraian disebut menjadi penyebab baru perceraian di Kabupaten Bojonegoro.

”Ada tren baru timbulnya pertengkaran yang berakhir perceraian, yaitu si istri suka membanding-bandingkan dengan suami orang lain,” ujar Ketua Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Bojonegoro Sholikin Jamik.

Menurut dia, topik persoalan yang dijadikan bahan pembanding lagi-lagi karena faktor ekonomi. ”Persoalan mendasar kenapa mereka sering membandingkan adalah pasangan tidak mau melihat sebuah kenyataan, karena terobsesi dengan keinginan," tambah Sholikin Jamik.

Sholikin menjelaskan, dalam membangun sebuah rumah tangga seharusnya bisa melihat kenyataan atau realita kehidupan yang tidak bisa dihindari. Dalam hal perekonomian keluarga, sebaiknya istri maupun suami berorientasi pada kebutuhan bukan karena keinginan semata.

Angka perceraian di Indonesia pada 2022, dilaporkan cukup tinggi di Asia-Afrika, sekitar 28 persen dari angka perkawinan. Tingkat angka perceraian itu disebut tertinggi ketiga di dunia setelah Tiongkok yang memiliki sekitar 3 juta kasus perceraian per tahun dan India yakni sekitar 1,36 juta per tahun.

”Indonesia sedang menghadapi empat permasalahan besar terkait keluarga. Pertama masalah nikah anak, masalah ini masih sangat masif di Indonesia, ada sekitar 4 persen dari total jumlah pernikahan, 1 juta lebih,” kata Agus Suryo Suripto, Kasubdit Bina Keluarga Sakinah yang dikutip dari laman resmi Kementerian Agama Sumatera Barat.

Menurut dia, pada 2010, angka perceraian masih terbilang rendah. Hanya sekitar 4 sampai 6 persen itu pun cerai talak dan pihak suami yang mengajukan perceraian. Namun sejak pemerintah mengeluarkan sertifikasi pada 2013, kasus perceraian makin meningkat. Sebab perempuan merasa mampu mengurus diri sendiri, sehingga 93 persen di antaranya merupakan cerai gugat yang diajukan istri.

Problematika keluarga yang sebagian besar berujung pada perceraian, menurut Agus, antara lain ketidakharmonisan antar pasangan suami istri yang biasanya dipicu karena ekonomi, penelantaran, dan kekerasan dalam rumah tangga. 

Selain itu, permohonan dispensasi kawin untuk anak di bawah umur (pernikahan dini) dan angka kehamilan remaja yang sebenarnya belum memiliki kesiapan dalam mengelola perkembangan diri secara komprehensif.

Kementerian Agama bersama kementerian lain, telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka perceraian. Di antaranya seperti diselenggarakannya bimbingan remaja usia sekolah (BRUS), bimbingan remaja usia nikah (BRUN), bimbingan calon pengantin, dan konsultasi keluarga. ***



Antara Kafir dan Kewarganegaraan

Tidak ada komentar



Sebenarnya saya enggan ikut nimbrung   khawatir polemik berkepanjangan dan hanya akan memalingkan perhatian umat Islam dari agenda mendesak yaitu penanggulangan problematika prioritas keumatan.

Semula saya berharap segenap elemen umat agar menghindarkan diri dari mengangkat isu-isu yang krusial dan kontroversial apalagi pada tahun politik yang sensitif sekarang ini.

Pada hemat saya, topik seperti tentang kafir dan semacamnya bisa ditunda (dimaukufkan) dulu. Tapi karena sudah terlanjur dan banyak pertanyaan, maka izinkan saya yang faqir ini  menyampaikan pandangan sbb:

Saya menilai ada kerancuan dalam mengaitkan istilah kafir dan muwathin (warga negara) karena kedua istilah berada dalam kategori berbeda; kafir berada dalam kategori teologis-etis, sedangkan muwathin dalam kategori sosial-politik. 

Polemik berkembang rancu, baik karena penjelasan publik awal dari  Munas Ulama NU ada mengaitkan keduanya (“dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tdk ada istilah kafir tapi muwathin“), dan polemik kemudian berkembang pada konseptualisasi kafir secara teologis (berdasarkan asumsi bahwa Munas menafikan atau meniadakan istilah kafir). Terjadilah semacam kerancuan atas kerancuan (tahafutut tahafut).

Istilah kafir dan bentuk-bentuk  derivatifnya (kafara, kufr, kuffar, kafirun) yang disebut 525 kali dalam Al-Qur’an adalah “dalalah Ilahiyah” (penunjukan Ilahi) terhadap perilaku, sosok, dan figur manusia tertentu. Al-Qur’an memang ada menyebut dalam bentuk kelompok (al-Qaumtul Kafirun), tapi banyak dalam nada personal baik tunggal (kafir) maupun plural (kafirun atau alladzina kafaru).

Karenanya, kafir merupakan konsep teologis sekaligus etis (berhubungan dengan pandangan ketuhanan dan sikap terhadap hal ketuhanan). Sesuai arti harfiyahnya yaitu “menutup”, maka kafir menunjukkan perilaku menutup diri tidak mau menerima, atau mengingkari kebenaran tentang Allah dan ajaran-ajaran Allah yang diturunkan sebagai wahyu kepada manusia melalui rasul-rasul pilihanNya.

Dalam hal ini, kafir bisa dinisbatkan kepada mereka yang tidak beriman kepada Allah dan ajaran-ajaranNya, atau kepada mereka –yang walaupun beriman kepada Allah tapi membangkangi ajaran-ajaranNya dan tidak bersyukur atas nikmatNya (ada istilah kafir akidah, kafir amal, atau kafir nikmat).

Al-Qur’an juga mengenalkan konsep-konsep etis lain yang berhubungan dengan konsep kafir, seperti musyrik, fasiq, dan zholim. Semuanya menurut ahli keislaman dari Jepang Toshihiko Itzuzu sebagai ethico-religious concepts (konsep etika keagamaan) dalam Islam.

Sebagai konsep teologis, maka kafir  dinisbatkan kepada manusia yang tidak beriman. Sebagai istilah khas Islam, maka dari sudut keyakinan Islam, orang kafir adalah penganut keyakinan selain atau di luar Islam.

Sebenarnya istilah tentang “orang luar” ini biasa dalam setiap agama yang memiliki kriteria keyakinan (bench marking of belief).

Orang yang tidak memenuhi kriteria tsb dianggap orang luar (outsiders) atau orang lain (the others). Semua agama –seperti Yahudi, Kristen, Hindu, atau Buddha– memiliki istilah atau konsep tentang “orang luar” dan “orang lain ini” dan itu termaktub dalam Kitab Suci.

Istilah semacam ini bersifat datar saja dan tidak menimbulkan keberatan dari pihak lain, baik karena memakluminya maupun karena memang mereka merasa bukan “orang dalam” lingkaran keyakinan tsb. Masalah akan muncul jika istilah semacam kafir tsb  dipakai dalam nada labelisasi negatif atau pejoratif yang bersifat menghina atau menista.

Dalam sejarah Islam, khususnya pada masa Nabi Muhammad ï·º, istilah kafir yang dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an tidak pernah secara lugas dan vulgar dikaitkan dengan pemeluk agama-agama lain yang ada waktu itu seperti Yahudi, Nasrani, atau Majusi. 

Mereka disebut dengan nama komunitas keagamaannya masing-masing, atau terhadap Yahudi dan Nasrani sering juga dipanggil sebagai “Penerima Kitab” (Ahlul Kitab). Artinya, istilah kafir dalam arti berada di luar akidah Islam tdk menjadi kata panggilan (label), tapi hanya pemahaman terhadap orang luar Islam (konsep).

Dalam pergaulan antar umat beragama, termasuk di Indonesia,  pemakaian istilah khas masing-masing agama tsb terhadap “pihak lain atau pihak luar”, seperti pemanggilan dengan kata kafir dan sejenisnya, tidak populer di ruang publik.

Bahkan sekarang, pada era dialog dan kerja sama antar agama, baik pada skala global maupun nasional, sering dipakai istilah “pemeluk agama lain” seperti non-Muslim (ghairul Muslimin), non-Kristiani, dstnya, bahkan istilah Bahasa Inggeris yang sering dipakai sekarang adalah the other faiths (pemeluk agama-agama lain).

Jelasnya, istilah/konsep kafir yang tidak mungkin dinafikan atau ditiadakan, mengalami transformasi pemakaian dalam konteks kehidupan masyarakat multi-kultural dan multi-keyakinan.

Istilah atau konsep muwathin  (citizenship atau warga negara) adalah lain . Konsep ini sudah lama ada sejalan dgn pembentukan Negara-Bangsa (Nation State), bahkan sudah ada sejak pembahasan tentang konsep negara atau masyarakat kewargaan pada Zaman Yunani Kuno (di kalangan filosuf seperti Socrates, Plato, atau Aristoteles). 

Konsep itu (belum dgn istilah muwathin  dan muwathanah) sudah juga menjadi pembahasan pemikir Muslim seperti Ibnul Muqaffa’, Al-Mawardi, Ibn Abi Rabi’, Ibnu Rusyd, atau Ibnu Khaldun. Wawasan pemikiran politik Yunani dan Islam ini ikut mempengaruhi konseptualisasi pemikir politik Barat seperti Montesqiu, John Lock, atau Hegel.

Pemikiran politik tentang negara dan warga negara ini berkembang hingga masa modern pada pemikiran Muhammad Abduh, Ali Abd al-Raziq, hingga Malik bin Nabi. Di kalangan Muslim konsep ini berkembang sejalan dengan perkembangan negara-bangsa (Nation State atau al-Wathan). 

Pemikir politik Muslim kontemporer, seperti Bassam Tibi dan Fahmi Huwaidy sudah mulai mengemukan istilah Arab/Islam ak-muwathanah sebagai padanan citizenship. Terakhir ini konsep al-muwathanah (citizenship atau kewarganegaraan) menjadi pilihan dunia terutama dalam bentuk al-muwathanah al-musytarakah atau common citizenship (kewarganegaraan bersama).

Dalam Pesan Bogor yang dikeluarkan dari Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim Sedunia di Bogor, 1-3 Mei 2018 tentang Wasathiyyat Islam, istilah/konsep muwathanah menjadi aspek ketujuh dari Wasathiyyat Islam (enam yang pertama: i’tidal, tawazun, tasamuh, syura, ishlah, qudwah).

Sebagai ciri dari Ummatan Wasathan (Ummat Tengahan) yang berorientasi pada Wasathiyyat Islam, muwathanah dipahami sebagai kewarganegaraan yang berpangkal pada pengakuan eksistensi negara-bangsa di mana seseorang berada, dan berlanjut pada peran serta aktif membangun negara. Konsep ini sebenarnya didasarkan pada pemahaman tentang dokumen-dokumen dasar dalam Sejarah Islam, seperti Piagam Madinah.

Dalam konteks keragaman bentuk pemerintahan Negara-negara Islam, dan  desakan penerapan demokrasi dewasa ini isu nuwathanah/kewarganegaraan menjadi krusial. Arus migrasi antar negara terakhir ini membawa munculnya masalah identitas dan integrasi kaum migran.

Maka isu muwathanah/citizenship menjadi krusial dan polemikal seperti yang terjadi di Eropa dan Amerika sehubungan dgn membanjirnya arus migrasi dari Negara-negara di Timur Tengah.

Dalam konteks Indonesia isu muwathanah/kewarganegaraan ini sebenarnya sudah lama selesai (bukan menjadi masalah kontroversial). Hal ini disebabkan oleh karena Indonesia dari awal kelahirannya sudah memiliki kesepakatan seperti Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, yang oleh semua pihak (seperti Kesepakatan Pemuka Agama-Agama dari Musyawarah Besar Pemuka Agama-Agama untuk Kerukunan Bangsa, Jakarta 8-11 Pebruari 2018) keduanya dianggap merupakan kristalisasi nilai-nilai agama.

Sebelumnya, pada 2015, Muhammadiyah sudah menegaskan suatu wawasan bahwa Negara Pancasila adalah Darul ‘Ahdi was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Kesaksian).

Dalam kaitan ini, konsep muwathanah tidak ada masalah di Indonesia dan sudah lama dipraktekkan dalam  kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.

Derajat stabilitas dan kerukunan nasional yang tinggi adalah buah dari muwathanah yang bertumpu pada ko-eksistensi, toleransi, dan kerja sama antar anak-anak bangsa. Gejala intoleransi dan ekskkusi lebih merupakan ekspresi dari aksi-reaksi terhadap masih adanya kesenjangan sosial-ekonomi.

Implementasi muwathanah/kewarganegaraan menjadi bersifat kontroversial terkait dengan paradigma demokrasi yang dipilih bangsa. Jika demokrasi dipahami sebagai manifestasi “political liberty and equality” (kebebasan dan persamaan hak politik) warga negara, maka muwathanah menuntut pemberlakuan meritokrasi (performa dan rekrutmen politik berdasarkan prestasi individual. Sebagai konsekwensi logis, tidak ada dan tidak relevan lagi diangkat isu mayoritas-minoritas sbg realitas demografis keagamaan.

Sebaliknya, jika realitas mayoritas-minoritas demografis apalagi dikaitkan dgn realitas historis dan sosilogis, maka paradigma demokrasi yang diterapkan akan bersifat kultural.

Problema yang belum dijawab oleh Demokrasi Pancasila adalah apakah Sila Keempat Pancasila itu mengandung arti Demokrasi Liberal (Liberal Democracy) yang antara lain mendesakkan psudo meritokrasi,  ataukah Demokrasi Multikultural (Multicultural Democracy) yang menuntut inklusi, toleransi, dan solidaritas sosial, atau lainnya.

Pilihan bangsa terhadap corak demokrasi yang ingin diterapkan berhubungan erat dengan konsep muwathanah yang perlu kita pahami. Maka pada hemat saya, tafsir jama’i terhadap Sila Keempat dari Pancasila itu jauh lebih mendesak tinimbang mengangkat isu muwathin /warga negara dengan mengaitkannya dengan istilah kafir terutama pada suasana politik sensitif yang rentan memunculkan prasangka buruk yang tidak semestinya.

Di sinilah letak kerancuannya: konsep sosial-politik dikaitkan dengan konsep teologis-etis.

Tapi mungkin dapat dipahami maksudnya: Janganlah bawa-bawa agama ke dalam politik (seperti menyebut istilah kafir kepada sesama anak bangsa karena mereka adalah sesama rakyat warga negara atau muwathin).  Kalau demikian adanya, maka itu merupakan “pandangan hukum keagamaan atau fatwa”.

Oleh karena itu terserah kepada “pasar bebas”, mau membeli atau menolak. Maka tidak usah ribut dan repot. Suatu hal positif dari pandangan demikian adalah pesan moral “jangan mudah menuduh dan melabeli pihak lain secara berburuk sangka, karena itu tidak bermoral atau mencerminkan moralitas superior dan arogan”.

Maka, kepada umat Islam, mulai sekarang jangan ada lagi yang saling mengkafirkan, termasuk saling menghina seperti kamu Wahabi, Salafi, atau Khilafati (maksudnya pendukung khilafah)!

Sesuai Firman Ilahi, “yang menghina belum tentu lebih baik dari yang dihina”. Allahu a’lam bis shawab.***


Oleh:  Prof Dr Din Syamsudin
Penulis Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat







Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde