Islam menegaskan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan sederajat: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (al-Quran, surah al-Hujurat (49): 13.
Akan tetapi, dalam sejarah ummat manusia, perempuan seringkali dikonstruksikan dalam posisi marginal: tidak memiliki akses yang memadai ke ruang publik, termasuk akses terhadap penguasaan sains yang menjadi capital yang dibutuhkan dalam arena sosial yang lebih luas.
Kini, konstruksi tersebut sudah semakin terkikis dengan terbukanya akses perempuan terhadap pendidikan tinggi. Meskipun demikian, marginalisasi perempuan tetap masih sangat terasa dalam penguasaan sains. Oleh karena itu, perjuangan perempuan masih cukup panjang agar memiliki akses yang setara terhadap sains, serta berbagai bidang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Deming, David (2010). Science and Technology in World History: Early Christianity, the Rise of Islam and the Middle Ages. Volume 2. North Carolina and London: McFarland & Company, Inc.
2. Iqbal, Muzaffar (2007). Science and Islam: Greenwood Guides to Science and Religion. Connecticut and London: Greenwood Press
3. McGinnis, Jon and David C. Reisman (2004). Interpreting Avicenna: Science and Philosophy in Medieval Islam. Proceedings of the Second Conference of the Avicenna Study Group. Boston and Leiden: Brill
4. Sardar, Ziauddin and Ehsan Masood (2006). How Do You Know?: Reading Ziauddin Sardar on Islam, Science and Cultural Relations. Pluto Press
5. Huff, Toby E. (2003) The Rise of Early Modern Science: Islam, China, and the West. Cambridge University Press
Tidak ada komentar
Posting Komentar