Tidak terbayang, apa yang dirasakan ketika mendapati kekasih dalam keadaan tanpa busana dan ada perempuan lain yang juga tanpa busana di ranjangnya? Dengan langkah gontai, Ine, 26, seorang karyawan swasta meninggalkan kekasihnya yang ia dapati tanpa sehelai benangpun bersama perempuan lain di kamarnya. Kisah cinta mereka harus berakhir setelah 7 bulan bersama. Cinta, materi, hingga memberikan diri seutuhnya.
Mungkin terdengar seperti cerita-cerita sinetron di televisi, tapi sayangnya, “drama” ini memang benar-benar terjadi pada kehidupan saya. Awalnya ketika saya bertemu dengan gerombolan teman kecil, teman sepermainan ketika masih duduk di bangku SMP dulu.
Ternyata, di antara anak lelaki masa lalu yang biasa berlarian bersama di sekolah, ada dia yang bisa mencuri perhatian dan hati saya. Salim, begitu ia biasa ia dipanggil. Tampilannya yang selalu terlihat dewasa ditambah kacamata melekat di wajah, membuat sosok lelaki yang ketika masa kecil tidak pernah saya perhatikan tiba-tiba terlihat sangat berkharisma di hadapan saya.
Gayung bersambut, ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Tidak lama setelah pertemuan kami saat itu, kami pun menjalin hubungan cinta. Layaknya orang yang baru pacaran, semua terasa indah. Apapun ingin dilakukan bersama dengan si dia. Membangun mimpi indah di masa depan pun tidak lepas dari bahan pembicaraan kami berdua. Ya, hanya ada aku dan dia di dunia ini. Hanya ada kami.
Kegiatan saya sebagai pekerja kantoran dan Salim sebagai pengusaha kecil sama sekali tidak mengganggu hubungan kami. Kami saling dukung dalam hal moril dan meteril. Ketika usaha Salam nyaris bangkrut, saya bersyukur bisa berada di sampingnya dan membantunya kembali bangkit lewat pinjaman dana yang saya berikan. Jangankan hanya uang, demi cinta, apapun saya berikan. Ya, alasan klise perempuan memang, demi cinta. Hingga, saya pun berbuat terlalu jauh dengannya. Kami pun pernah melakukan hubungan suami-istri.
Memergoki dia bercinta dengan perempuan lain
Hubungan kami berjalan mulus dan baik-baik saja hingga saat itu terjadi. Ketika itu, dia memberikan kabar pada saya bahwa ia akan pindah kosan dan tidak bisa menemui saya. Ya, Salim memang anak kosan. Sama sekali tidak menaruh curiga pada perkataannya di telepon pada saat itu, namun entah kenapa perasaan saya tiba-tiba tidak enak. Ada “bisikan” kecil yang menyuruh saya untuk mengunjungi Salim di kosannya.
Akhirnya, dengan mengendarai motor, saya melaju menuju kosannya. Begitu tiba, saya mendapati pintu kamarnya digerendel dari luar. Namun, saya melihat jendelanya terbuka. Lagi-lagi tanpa curiga, saya pun memasukkan tangan melalui jendela dan menyibakkan gorden kamarnya.
Gorden pun seperti ditahan. Tidak lama, kepala Salim muncul di jendela. Dengan sekuat tenaga, saya kibas gorden hingga akhirnya saya mendapatkan pemandangan yang membuat saya terasa seperti dikubur hidup-hidup, sesak, marah, dan ingin berontak.
Saya melihat pacar saya dalam keadaan tanpa busana dan seorang perempuan yang tengah berbaring juga dalam keadaan tanpa busana di ranjangngya. Di tempat yang sama ketika kami berbagi kasih dulu, kini di depan mata saya ada perempuan lain terlentang tanpa sehelai benangpun.
Dengan suara keras, saya memaksanya untuk membuka pintu. Tidak bisa ditahan lagi, semua kata-kata kotor dan mengungkit masa lalu, begitu saja terlontar dari mulut saya. Sambil mengeluarkan makian, saya menyaksikan mereka mengenakan pakaian setelah bercumbu.
Sakit dan marah jadi satu menguasai saya. Sempat keluar pembelaan dari mulut Salim pada saat itu, tapi kemudian mental karena kejadian ini memang bentuk pengkhianatannya pada cinta kami. Helm yang saya pegang pun akhirnya melayang ke kepalanya.
Walaupun telah memukulnya dengan helm di tangan, rasanya sakitnya tidak bisa mengalahkan rasa sakit dan sesak yang saya rasakan. Saya puas melampiaskan amarah pada mereka tanpa ada perlawanan. Ya, mereka pasrah dan menerima semua kemarahan saya.
Semua seolah sudah Salim rencanakan dengan rapi, dengan alasan pindah kos, menggerendel pintu dari luar, kemudian puas melampiaskan nafsu dengan perempuan lain. Tapi, ternyata insting perempuan yang kuat mendorong saya menghampirinya hingga akhirnya terbukalah kebusukannya.
Hubungan kami yang baru berusia 7 bulan pun berakhir dengan menyakitkan malam itu. Dengan langkah gontai, saya meninggalkan mereka yang masih diam terpaku. Syok dengan pemandangan yang saya saksikan, konsentrasi saya buyar hingga kecelakaan pun tak bisa dihindari. Saya terjatuh dari motor usai peristiwa itu.
Trauma itu masih tersisa!
Hampir sekitar 1.5 tahun melajang usai peristiwa tersebut, Ine mengaku memang masih trauma untuk menjalin hubungan dengan lelaki lain. Namun Ine mengatakan, ia sudah mulai belajar membuka hati dan kesempatan jika ada lelaki lain yang coba masuk dalam hidupnya.
Mungkin bukan hanya Ine yang mengalami hal ini. Tidak sedikit perempuan yang rela melakukan apa saja atas nama ‘cinta’, namun harus berakhir dengan tragis. Kisah cinta yang harus berakhir karena perselingkuhan rasanya lebih tragis dari kisah cinta yang berakhir karena kematian.
“Perselingkuhan pasti akan menyisakan trauma, terlebih lagi pada perempuan. Cepat atau tidaknya proses penyembuhan tentu tergantung pada pribadi orang itu sendiri. Dan sebaiknya memang tidak terlalu berlarut-larut dalam satu trauma supaya kita bisa terus melanjutkan hidup,” ujar Ayoe Sutomo, M. Psi., dalam sebuah acara di daerah Panglima Polim.
The show must go on, guys. Yesterday is history, tomorrow is mystery! Live your life to the fullest .
Bersyukurlah bahwa kamu pernah melewati masa-masa pahit dalam kehidupanmu karena pengalaman itulah yang akan selalu menjadi pengingatmu untuk menjalani hidup lebih baik lagi. Stay positive!
Tidak ada komentar
Posting Komentar