Responsive Ad Slot

Latest

Relationship

Kubiarkan Istriku Dekat Dengan Mantan Pacarnya

Sabtu, 15 Juli 2023

/ by Jogjanesia



- Aku mengenalnya ketika dia sudah duduk di bangku kelas 3 SMK. Aku tertarik kepada penampilannya, tertarik kepada kecantikannya, dan… aku langsung ngebet ingin selalu dekat dengannya.

Namanya Rara, saat aku mengungkapkan rasa itu, dia ternyata membalas dengan perasaan yang hampir sama. Dia siap menjadi pacarku. Namun, beberapa hari setelah kami resmi pacaran, dia mengaku bahwa dia sudah tidak perawan lagi. Menurutnya dia sudah melakukan hubungan intim dengan pacarnya ketika dia masih duduk di kelas 3 SMP.

Tentu aku kecewa dengan kenyataan itu, terlebih lagi lelaki yang menggarap keperawanannya adalah orang yang selama ini agak kusepelekan. Ironisnya, aku seperti tak bisa jauh dari Rara, dan lebih memilih untuk melanjutkan hubungan. Bahkan keesokan harinya, sepulang dia dari sekolah, kami bertemu di rumah kenalanku yang tinggal sebatangkara.

Wanita paro baya itu mengerti hasrat kami, dan merelakan tempat tidurnya kami tempati untuk bercumbu, sementara dia sendiri menonton tv di ruang tamu. Rara mengaku sudah lama tidak melakukan hubungan dengan mantan pacarnya, tetapi saat penetrasi aku merasakan bahwa liang senggama Rara sudah tidak ketat.

Mungkin aku sudah mabuk kepayang kepada gadis itu, dan kenyataan itu pun tidak membuatku mundur. Bahkan ketika suatu malam Hilman, mantan pacar Rara menemuiku, dan mengatakan bahwa gadisku itu binal, justru aku membelanya.

Banyak yang dikatakan Hilman tentang kebinalan Rara ketika itu, tetapi tidak menggoyahkan pendirianku. Pada waktu yang hampir bersamaan Rara menelponku minta agar dia tetap bertahan demi keamanan dan kenyamanannya.

Menurut Rara mantan pacarnya itu masih menginginkan dia kembali kepadanya, tetapi Rara ogah kembali karena lelaki itu punya sifat temperamental. Aku kasihan kepada Rara yang menurut pengakuannya sering disakiti oleh H, dan ingin terbebas dari gangguannya. Lagi-lagi aku mengalah demi Rara.

Alhasil, semua usaha Hilman untuk memisahkan kami gagal, bahkan aku dan Rara menikah sirri saat Rara masih sekolah, sekitar 3 bulan setelah kami pacaran. Dengan adanya ikatan pernikahan itu aku merasa bertanggungjawab penuh atas Rara. Hilman tahu kami menikah sirri, dan seyogyanya bisa saja dia melaporkan pernikahan kami itu ke sekolah Rara.

Tetapi dia ternyata berjiwa besar. Dia tidak melakukan hal-hal yang bisa merugikan Rara, bahkan dia datang menemui kami untuk memberi ucapan selamat kepada kami. Saya merasa memang Hilman masih belum bisa melupakan Rara. Dia kerap mengunjungi kami, dan kerap pula mengingatkan Rara bahwa dia beruntung menikah denganku.

Awalnya aku risi juga, tetapi lama-kelamaan aku bisa menerima kehadirannya. Baru setelah aku harus merantau untuk bekerja, Hilman tidak lagi datang ke rumah. Kadang aku iba terhadap lelaki itu, tetapi kerap aku cemburu kepadanya. Suatu ketika aku menelpon Hilman. Dengan antusias dia melayani obrolanku.

Dia pun menjawab polos ketika aku menanyakan kemesraan masa lalunya dengan Rara. Menurutnya dia sudah berkali-kali selama 3 tahun itu melakukan hubungan intim dengan Rara. Menurutnya Rara selalu ‘semangat’ di tempat tidur, dan juga gampang jatuh cinta. Itu yang membuat Hilman sering cek-cok dengan Rara, karena dia sering cemburu dengan keluwesan Rara bergaul.

Dari cerita itu aku berkesimpulan bahwa Hilman lebih jujur dalam pengakuannya, sedang Rara mengaku hanya pernah dua kali tidur dengannya, yang terakhir sekitar dua tahun lalu. Ketidakjujuran Rara dapat kubuktikan setelah 10 bulan kami berjauhan, aku merasakan liang senggamanya begitu ketat mencekam.

Dugaanku, kalau setelah ‘dianggurkan’ selama 10 bulan liang senggama itu begitu ketat, mana mungkin setelah dianggurkan selama dua tahun justru longgar. Tiga bulan kami berkumpul, lalu 9 hingga 10 bulan kami harus berpisah demi mencari nafkah. Demikian ritme kehidupan kami.

Hampir empat tahun menikah, kami pun dikaruniai seorang anak. Inilah babak baru yang harus kami syukuri. Tetapi ada hal lain yang juga mengisi hati dan pikiran kami. Ketika putri kami berusia delapan bulan, istriku menelponku mengatakan bahwa ada orang iseng yang menyebar issu. Orang itu menyebarkan berita bahwa istriku selingkuh dengan adik tetanggaku.

Adik tetangga itu baru beberapa bulan berada di kota kami untuk mencari pekerjaan. Kehadiran pemuda tampan itu menjadi petaka bagi lingkungan kami. Beberapa minggu setelah tersebar berita perselingkuhannya dengan istriku, dia ketangkap basah sedang menggarap istri tetangga kami.

Dia sempat dipukuli massa, dan diusir dari lingkungan kami. Istriku tidak mengakui pernah selingkuh dengan lelaki bernama Ag itu, bahkan dia marah kalau aku sekedar menanyakannya. Meski aku sudah mempersiapkan hati untuk tetap kalem dan diam, tetapi aku sering mencari info dari berbgai sumber. Termasuk dari adik iparku sendiri.

Iparku yang remaja lelaki itu keceplosan mengatakan bahwa sekarang Rara dan Ag sudah tidak ada hubungan lagi. Terakhir kali dia melihat kakaknya dibonceng Ag sekitar 3 bulan yang lalu, di suatu tempat.

Aku semakin penasaran, dan sering meminta agar Rara mengaku bila sudah pernah selingkuh. Tetapi dia tetap mengelak dengan sengit. Namun aku sendiri yakin sudah terjadi perselingkuhan, karena semakin banyak indikasi yang kutemukan.

Ada beberapa orang yang secara tidak langsung mengatakan Rara pernah dekat dengan Ag. Bahkan ada yang pernah melihat Rara berboncengan dengan Ag. Tubuh Rara merapat ke punggung Ag sedang kedua tangannya melingkar erat di pinggang Ag. Mana mungkin kemesraan seperti itu hanya karena alasan yang lain?

Selama ini aku hanya meminta pengakuan Rara yang sampai kini keukeuh tidak mengaku. Namun beberapa tahun kemudian aku bertemu dengan Ag di suatu tempat jauh dari lingkungan kami. Aku berusaha bersikap seramah mungkin dengannya. Aku traktir dia makan-minum di suatu tempat bergengsi yang nyaman untuk ngobrol. Ketika obrolan sudah berlangsung intim, mulai aku mengorek pengakuan Ag.

“Siapa saja sih mas yang tahu hubungan mas Ag dengan Rara? Aku hanya ingin tahu supaya gak salah sikap di depan mereka.”

Lama tak ada jawaban. Sulitkah menyangkal dengan mengatakan tidak pernah ada hubungan khusus dengan Rara istriku?

“Kenapa gak pergi jauh dari rumah kalau memang mas Ag dan Rara pengen?”

“Aku khilaf, Mas. Aku sering melihat istri mas menyusui di teras rumah mbakku. Lama-lama aku tergoda, Mas…”

“Berapa lama mas Ag berhubungn dengan Rara?”

“Lupa, mas.”

“Lima bulan? Enam bulan?”

“Kayaknya gak sampai, Mas. Tiga bulanan ada.”

“Ada yang bilang hampir tiap hari mas Ag ketemu Rara di rumah mbak Wat?”

“Ya nggak, Mas. Tapi aku sendiri lupa berapa kali, Mas.”

“Rara ngaku sudah sering kali ngelakuin di kamar Yan (putri mbak Wat)…”

“Ya, tapi gak tiap hari, Mas.”

Pengakuan Ag dan kesaksian sejumlah orang itu  malah membuatku bingung. Aku takut istriku ngambek kalau aku terus mendesaknya. Untungnya perasaan yang menggelayutiku tak mengganggu urusan kebutuhan ranjang kami. Kami tetap ‘semangat’ dan mesra.

Bahkan ada kalanya aku semakin bernafsu ketika membayangkan tubuh istriku pernah dicumbu oleh lelaki lain, dan liang senggama istriku pernah dijelajah senjata lelaki lain. Dan aku sangat senang bila istriku mau bercerita sedikit saja mengenai perlakuan romantis Hilman kepadanya dan reaksi spontan yang diberikannya.

Sayangnya aku tak terpikir untuk merekam pembicaraan antara aku dengan Ag agar bisa digunakan untuk mengorek pengakuan Rara. Aku ingin suatu ketika mengkonfrontir Ag dengan Rara. Tetapi keinginan itu sampai kini belum terlaksana. Cukuplah aku tahu bahwa Rara masih ‘doyan’.

Menurut orang memihakku, mungkin dengan Hilman pun masih selingkuh. Dia pernah mendapat info Rara makan di suatu resto bersama Hilman, tanpa membawa putri kami. Masalahnya, aku tidak ingin menceraikan Rara. Tetapi haruskah aku membiarkannya terus berselingkuh? ***



Tidak ada komentar

Posting Komentar

Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde