Responsive Ad Slot

Putin: Umat Yahudi Dipermalukan Oleh Zelensky

Tidak ada komentar

Senin, 19 Juni 2023



The Jogja Notify - Pernyataan keras disampaikan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang ia sebut telah mempermalukan seluruh orang Yahudi, menunjuk pada Kiev yang menutup mata terhadap ideologi neo-Nazi.

Putin membuat pernyataan tersebut saat berpidato di sesi pleno Forum Ekonomi Internasional Saint Petersburg (SPIEF) di Saint Petersburg, Rusia, Jumat (16/6). Forum berlangsung di saat negara itu telah menjadi sasaran berbagai serangan pesawat tak berawak dalam beberapa pekan terakhir.

"Saya punya banyak teman Yahudi," kata Putin dalam forum ekonomi tahunan itu.

Zelensky
"Mereka mengatakan bahwa Zelensky bukan orang Yahudi, bahwa dia memalukan bagi orang-orang Yahudi. Saya tidak bercanda," tambahnya, seperti dikutip dari RT.

Berbagai pejabat senior Rusia termasuk Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov terlibat dalam retorika anti-Semit sejak peluncuran invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu.

Putin kemudian menunjukkan fakta bahwa otoritas Ukraina saat ini secara terbuka merayakan tokoh-tokoh Nazi, terutama pendukung Stepan Bandera, seorang nasionalis Ukraina yang bekerja sama dengan Reich Ketiga selama Perang Dunia II.

Pemimpin Rusia itu mengenang bahwa dari enam juta orang Yahudi yang terbunuh selama Holocaust, 1,5 juta berasal dari Ukraina, dengan nasionalis Ukraina terlibat dalam eksekusi massal. Namun, kata Putin, tidak ada yang mau mendengar tentang Bandera sebagai seorang anti-Semit, karena Zelensky sendiri adalah seorang Yahudi.

“Tapi dengan tindakannya, dia menutupi sampah ini,” kata Putin.



Sumber: rmol

Bocah Akan Memiliki Kecerdasan Lebih Tinggi Jika Ketika Bayi Dekat Sang Ayah

Tidak ada komentar

The Jogja Notify -  Peran aktif seorang ayah dalam merawat si Kecil sejak masa awal kelahirannya sangat dibutuhkan untuk mendukung dan memaksimalkan potensi perkembangan anak di masa emas pertumbuhannya, yaitu pada usia 0-4 tahun. 

Khususnya pada 0-6 bulan pertama, bayi yang kerap mendapatkan perawatan dari sang ayah terbukti memiliki nilai perkembangan motorik yang lebih baik jika dibandingkan dengan bayi yang tidak memperoleh perawatan dari sang ayah.

Menurut Pyramid of Learning (Willoam & Schellenberger) kematangan sistem saraf pusat dan perkembangan optimal 7 sistem sensorik menjadi dasar tercapainya perkembangan kognitif, gerak dan fungsi sensor yang berujung pada pencapaian kecerdasan majemuk.

Tujuh sistem sensorik yang harus distimulasi dengan optimal yakni stimulasi taktil yaitu stimulasi yang berhubungan dengan indera peraba berupa stimulasi rangsang taktil melalui sentuhan dan tekanan.

"Satu hal yang pasti anak-anak mengenal sentuhan dari mama dan papanya, maka itu berarti susunan syarafnya yang tertidur langsung terbangunkan, itu namanya aktivitasi," kata Anne Gracia, Praktisi Neurosains Terapan, saat peluncuran Zwitsal Classic Baby Bath dan Switzal Classic Baby Shampoo di Hotel Double Tree Cikini Jakarta Pusat.

Selain itu, stimulasi penciuman yang berhubungan dengan rangsangan pada penciuman dan aroma. Visual stimulasi yang berhubungan dengan rangsangan pada indera penglihatan. Kemudian auditori yaitu berhubungan dengan rangsangan pada indera pendengaran.

"Pada saat ayah membuka baju anak, jangan diam saja harus komunikasi, misalnya berbicara pada bayi, bicarakan yang sederhana saja, seperti ayo angkat tangannya, kemudian nadanya dibedakan, maka si Kecil akan mendengar dan mengetahui suara ibu dan ayahnya," jelasnya.


Selanjutnya, stimulasi pengecapan yaitu berhubungan dengan rangsangan pada indera pengecap. Vestibular sangat berhubungan dengan ransangan pada keseimbangan tubuh dengan ayunan. Dan stimulasi propioseptif yang berhubungan dengan rangsangan pada semua persendian tubuh.

"Jadi ada banyak hal yang bisa dilakukan para orang tua sedini mungkin. Proses kebersamaan sedini mungkin sangat diperlukan bayi Anda. Ya seperti sejak dini memandikan bayi itu sangat bagus sekali untuk peran ayah yang aktif," tutup Anne.

Nah Pemirsa, 7 sistem sensorik tersebut perlu mendapatkan stimulasi tambahan dari sang ayah lho. Apakah kamu masa kecilnya dekat sang ayah ? Kalo kamu Telmi alias telat mikir alias O'on berarti dulunya dekat sama tetangga ! xixixixii.....



Kampung Bani Hasyim dan Tempat Belajar Ulama Indonesia

Tidak ada komentar

Minggu, 18 Juni 2023



Kampung Bani Hasyi, jaman dulu.

The Jogja Notify - Misfalah yang berada di Kota Makkah merupakan tempat yang secara geografis lebih rendah daratannya ketimbang Masjidil Haram. Begitupun penyebutan Ma'la karena posisinya ke arah atas atau meninggi.

Menurut Petugas Penyelenggara Ibadah Haji, yang juga Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Abdul Muiz Ali, jemaah haji Indonesia yang hotelnya ada di wilayah Misfalah lebih dekat ke Masjidil Haram daripada mereka yang tinggal di Jarwal atau Mahbas Jin.

Distrik Misfalah, sebagaimana disebut oleh Al-Azraqi dalam History of Makkah: “Dari As-Safa ke Ajiadin di bawahnya, itulah seluruh Al-Misfalah. Batas Al-Misfalah dari tengah adalah awal Jalan Al-Bukhari, di tenggara, di seberang Al-Hamidiyah, dan awal Bait Al-Mansoori dari timur, dari barat laut adalah Suq Al-Saghir, dan dari selatan berbatasan dengan Jabal Al-Sharaish, melintang ke Jabal Abu Tabanja, tempat Babur Al-Kaaki berada.

Sejarawan Mekkah, Ibnu Rajih al-Abdali menyebutkan, dulu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq hidup di wilayah Misfalah, dan beberapa qabilah Arab lainya, seperti Bani Tamim, Bani, 'Adi, Bani Hasyim.

Nabi Lahir dari Bani Hasyim

Bani Hasyim adalah salah satu klan dalam suku Quraisy yang merujuk kepada Hasyim bin Abdul Manaf. Hasyim bin Abdu Manaf adalah pendiri dari Bani Hasyim, dan buyut dari Nabi Muhammad dan Ali bin Abu Thalib. Bani Hasyim mendapat kepercayaan untuk memberi air minum (as-siqayah) dan melayani makanan (rifadhah) bagi jamaah haji yang datang dari segala penjuru. Tugas yang dilakukan Bani Hasyim ini merupakan bentuk amanah mulia untuk merawat kota Makkah. 

Nabi Muhammad sebagai keturunan Bani Hasyim diabadikan dalam bacaan sholat yang biasa disebut sholat Bani Hasyim :

اَللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ النَّبِÙ‰ِّ الْÙ‡َاشِÙ…ِÙ‰ِّ Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ ÙˆَعَÙ„َÙ‰ آلِÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„ِّÙ…ْ تَسْÙ„ِÙŠْÙ…ًا

“Ya Allah, berikanlah rahmat serta salam kepada seorang nabi keturunan Bangsawan Hasyim, yakni Muhammad beserta keluarganya, semogalah tetap selamat dan sejahtera.”

Banyak para ulama meyakini sholat Bani Hasyim dapat mendatangkan keberuntungan untuk urusan dunia dan akhirat.

Kemuliaan nasab Nabi Muhammad yang tersambung kepada Bani Hasyim juga digambarkan dalam syair yang digubah oleh penyair legendaris yang lebih dikenal dengan Imam al-Bushiri :

Ù†َسَبٌ تَحسِبُ العُلا بِØ­ُلاهُ # Ù‚َÙ„َّدَتْÙ‡َا Ù†ُجُومَÙ‡َا الْجَÙˆْزَاءُ 

"Rangkaian nasab yang berkedudukan tinggi, laksana barisan bintang-bintang yang saling terkait.”

Dari jalur Bani Hasyim ini telah lahir para pemuka sahabat, tabiin dan ulama yang menjadi rujukan dalam agama dari dulu hingga sekarang.

Mekkah Jadi Pusat Belajar Ulama Indonesia

Distrik Misfalah kota Mekkah terdapat sisa-sisa jejak orang Indonesia bertempat tinggal dan belajar Ilmu pengetahuan. Seperti Zaqqaq Jawa (Gang Jawa/ Rubath Jawa).

Misfalah juga dikenal tempat santri asal Indonesia menimba ilmu kepada Syaikh Ismail Zein al-Yamani atau kepada Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki sebelum keduanya kemudian pindah ke Rushaifah.

"Suasana Misfalah dulu dan kini tentu sangatlah berbeda. Kini tempat itu sebagian besar sudah berubah menjadi lahan parkir dan hotel," kata Abdul Muiz Ali, Sabtu (17/6/2023).

Tidak diketahui secara pasti siapa ulama Indonesia pertama kali yang belajar di Mekkah. Sejak abad ke 18 sudah ada ulama Indonesia yang belajar di Mekkah bahkan mengajar dan menjadi Imam tetap di Masjidil Haram. Tiga ulama tersebut seperti Syekh Junaid Al Batawi, Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabawi, dan Syaikh Nawawi al Bantani.

Pada generasi selanjutnya, kisaran awal abad ke-19 ulama terkemuka asal Indonesia ada yang lahir di Misfalah, yaitu Syaikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani. Banyak para ulama dunia berguru dan mengambil sanad kepada Syaikh Yasin al-Fadani, antara lain, Syaikh Muhammad Ismail Zain Al Makky Al-Yamani, Abuya Sayyid Muhammad bin Alwy Al Maliki, Habib Umar bin Muhammad Hafidz Tarim, Syaikh Ahmad Muhajirin, Bekasi,T.G.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani Martapura,KH. Maimun Zubair, KH. Sahal Mahfudz dan sejumlah ulama dunia dan pengasuh pondok pesantren di Indonesia lainya. 

Demikianlah Misfalah, sebuah tempat di Kota Makkah perkampungan Bani Hasyim yang tempo dulu menjadi pusat belajar ulama Indonesia. (*)

 




Harapan Dari Reformasi Adalah Sistem Pemilu Terbuka

Tidak ada komentar


The Jogja Notify - Reformasi adalah sebuah proses perubahan sistem. 1998 adalah awal yang baru bagi cerita Bangsa Indonesia. Sebuah awal yang menjadikan Bangsa Indonesia mengenal lagi sistem negara yang demokratis. Peralihan dari sistem monarki dan otoriter Orde Baru menjadi lebih demokratis membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit.

Maka dari itu, perjuangan dan pengorbanan para pejuang reformasi harus selalu menjadi pengingat bagi kita semua bahwa menjadikan negara yang demokratis tidaklah mudah. 32 Tahun orde baru seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa sebuah sistem yang tertutup dan otoriter sangatlah tidak sehat bagi perkembangan bangsa dan negara.

Fenomena reformasi yang dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk mengakhiri 32 tahun orde baru sebenarnya sudah pernah dilakukan lebih awal oleh Bangsa Prancis.

Fenomena ini dikenal dunia dengan istilah “revolusi prancis”. Revolusi Prancis secara sederhana adalah sebuah protes ketidakadilan yang dilakukan oleh rakyat Prancis terhadap kepemimpinan Raja Louis ke-16. Perjuangan rakyat Prancis akhirnya melahirkan sebuah prinsip baru yaitu liberte, egalite, fraternite yang mempunyai arti kebebasan, persamaan dan persaudaraan.

Revolusi Prancis mempunyai dampak yang sangat besar untuk dunia bagaimana cara memperjuangkan kebebasan. Khususnya Indonesia, reformasi 1998 juga menjadi bagian dari dampak Revolusi Prancis yang akhirnya secara tidak langsung ditiru oleh Bangsa Indonesia. 

Reformasi 98 ataupun Revolusi Prancis secara fundamental memiliki kesamaan yaitu memperjuangkan kehidupan ataupun sistem bangsa yang lebih baik dan terbuka. Pergerakan ini menandakan bahwa sebuah sistem negara yang monarki dan otoriter menimbulkan ketidakadilan bagi bangsa dan negara. Khususnya di Indonesia, reformasi 98 memperjuangkan hak-hak warga negara yang seharusnya diperoleh akan tetapi hanya dimiliki oleh beberapa golongan saja.

Reformasi 98 melahirkan sistem negara yang lebih terbuka dan lebih demokratis. Akhirnya, kebebasan individu bisa tercapai namun tetap berlandaskan asas-asas demokratis. Salah satu hasil dari perjuangan gerakan reformasi 98 adalah terciptanya pemilu yang memiliki sistem terbuka, jujur dan adil.

Pemilu tahun 2004 menjadi pemilu pertama yang rakyat bisa memilih calon presidennya secara langsung. Fenomena ini sebenarnya bisa menjadi sebuah indikator bahwa perkembangan kehidupan Bangsa Indonesia mengalami perubahan yang menjadi lebih baik. Keadaan ataupun kondisi seperti ini berlangsung cukup lama hingga pemilu tahun 2019. Maka dari itu, keadaan dan kondisi yang sudah demokratis ini seharusnya bisa dipertahankan dan diperbaiki agar bisa lebih baik.

Sistem pemilu yang sudah terbuka dan demokratis yang ditandai berakhirnya era orde baru  seharusnya bisa dipertahankan. Akan tetapi, menjelang pemilu tahun 2024, ada sebuah wacana bahwa sistem pemilu yang terbuka ingin diganti dengan sistem pemilu yang tertutup. Wacana tersebut secara etis sudah menciderai cita-cita para pejuang reformasi. Sistem pemilu yang tertutup adalah sebuah sistem pemilu yang penentuan seorang kandidat yang berada di posisi tertentu bukan dari jumlah dari jumlah suara masing-masing individu tetapi dari perolehan suara partai politik.

Dengan kata lain, suara yang diberikan untuk suatu partai bukan langsung ke calon legislatif (caleg) sehingga, ketika parpol mengusung enam nama dan memperoleh dua suara, maka dua orang di urutan atas akan mengambil kursi. 

Analisis fenomena ini jika dilihat dari sudut pandang sosio-politik terkait sistem pemilu yang tertutup akan membuat hegemoni partai politik besar akan lebih dominan. Akibatnya akan menimbulkan partisipasi dan aspirasi publik akan terbatasi dan semakin sempit. Aspirasi akan dikendalikan oleh partai-partai besar saja. Selain itu, sistem pemilu yang tertutup akan menghilangkan ide dasar pemilu yang jujur dan adil.

Wacana sistem pemilu yang bersifat tertutup menuai banyak polemik dari publik. Hal ini ditandai oleh adanya 8 parpol yang menolak wacana tersebut. Polemik yang terjadi tersebut menurut penulis memiliki alasan yang mendasar. Selain akan membuat parpol yang besar menjadi lebih berkuasa dan semakin nyaman mengatur aspirasi dan narasi publik wacana tersebut juga bertentangan dengan cita-cita reformasi.

Reformasi dengan jelas dan tegas memperjuangkan kebebasan berdasarkan asas-asas yang demokratis. Terlebih, sistem pemilu yang tertutup sebenarnya juga pernah diterapkan di era orde baru yang membuat partal Golkar menjadi penguasa tunggal dan itu membuat kehidupan politik di Indonesia sangat tidak sehat. 

Analisis dan pendapat penulis terkait polemik dari wacana sistem pemilu yang tertutup adalah sistem pemilu yang tertutup tersebut jelas akan menciderai cita-cita dari reformasi. Reformasi 98 seharusnya menjadi pembelajaran bagi kita Bangsa Indonesia bahwa sistem pemilu yang sehat adalah sistem yang terbuka.

Selain sesuai dengan asas-asas demokratis, sistem pemilu yang terbuka membuat pemilu akan tetap sesuai ide dasarnya yaitu jujur dan adil. Partisipasi dan aspirasi publik tetap terjaga secara bebas tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Selain itu, para parpol akan tetap bisa bersaing secara sehat tanpa ada intrik-intrik kecurangan.

Maka dari itu, kita sebagai Bangsa Indonesia kembali kepada cita-cita kita yang dulu ketika akan melakukan reformasi pada tahun 1998. Dari semua pendapat dan analisis dari penulis adalah, ide ataupun wacana sistem pemilu yang tertutup tidak sesuai dari perintah konstitusi Bangsa Indonesia. ***

*) Oleh: Bintang Maulana Ichsan, Guru dan Sosiolog.



Cafe Kopitera Bandung Perjalanannya Sampai Digemari Anak Muda

Tidak ada komentar


The Jogja Notify - Nongkrong di sebuah kafe saat ini adalah jadi bagian gaya hidup orang-orang. Terutama orang-orang yang ada di perkotaan. Dari anak-anak SMA, kuliahan hingga orang-orang pekerja , mereka punya tempat tongkrongan sendiri.

Dari yang tempat nongkrong biasa hingga tongkrongan berkelas atau premium, punya peminatnya sendiri. Dari warung kopi biasa hingga sekelas kafe Internasional, ada pelanggannya masing-masing.

Kebutuhan untuk nongkrong santai sambil diskusi berbagai hal jadi lebih asik bila di tempat yang tersedia beragam hal, entah minuman, kudapan atau makanan. Begitulah Café Kopitera bermula didirikan, hadir ingin menjadi solusi bagi mereka, para pekerja produktif untuk pertemuan dengan klien, atau melobi atau lainnya.

“Sejak awal didirikan Café Kopitera memang menyasar orang-orang pekerja produktif yang ingin nongkrong, sambil nikmati kopi enak dan bisa bercengkrama dengan klien atau temannya,” ujar Eri Wibowo, owner yang juga pimpinan pengelola Café Kopitera, Sabtu (17/06/23)

“Apalagi, daerah sekitaran jalan Burangrang Bandung ini banyak kantor-kantor, dan tidak sedikit mereka mengajak relasinya untuk nongkrong ngopi di sini,” jelasnya. Tak heran dengan saling mengajak relasi, saudara atau teman membuat Kopitera dikenal dari mulut ke mulut ulas Eri.

Ia memang sejak awal mendesain café Kopitera ini jadi tempat nyaman untuk ngopi enak. Selain itu, tidak hanya kopi, kudapan dan makanan “berat” pun disediakan agar pelanggan bisa makan juga terutama pada saat makan siang.

Eri ingin “mengubah” secara perlahan bagaimana ngopi itu bukan jadi teman pelengkap ngobrol tetapi sudah jadi bagian hidup seperti orang-orang di luar Indonesia yang menjadikan kopi bagian keseharian. Pagi sebelum ke kantor atau usaha, mereka seduh kopi di pagi hari dan menikmatinya. Kemudian, di sore hari, mereka pun konsumsi untuk menghilangkan kepenatan setelah seharian beraktivitas.

Eri bahkan sampai rela mengurangi harga satu kopi yang dijual di Kopitera hingga ke harga 15.000 dimana biasanya menjual dengan harga 25 ribuan agar orang-orang mulai memiliki habit atau kebiasaan ngepang atau ngopi pagi. Apalagi segmen pasar konsumen Kopitera adalah orang-orang yang sudah punya pendapatan sendiri seperti pekerja atau para pelaku usaha.

Dan ini didukung oleh sarana nongkrong di Kopitera dimana meja yang ada di café berukuran lebih lebar sehingga  pelanggan bisa membuka laptop dan betah berlama-lama. Sementara bila kafe nya didesain untuk anak-anak milenial atau pelajar/mahasiswa, meja yang ada berukuran kecil karena mereka datang untuk kongkow saja terang Eri.

Eri juga menjelaskan kunci rahasia Kopitera bisa bertahan adalah kopinya dimana akan membuat orang kangen untuk kembali ngopi. Lalu, aspek pendukung seperti tempat yang bersih dan nyaman serta yang terakhir adalah keramahtamahan pelayanan.

Ia juga menerangkan bahwa semampunya buat para konsumen merasa berada di Kopitera itu seperti di rumah keduanya mereka. Dan terbukti, cara seperti ini banyak membuat konsumen pun datang dan datang lagi hingga jadi pelanggan tetap Kopitera.  

Perihal etika berbisnis pun, Eri punya prinsip penting yakni mengajak teman-teman pengusaha kopi di komunitasnya ataupun karyawan Kopitera untuk tidak mendiskreditkan sesama pelaku kafé Kopi karena ia yakin rejeki itu sudah ada yang mengaturnya, yang terpenting bagaimana bisa berupaya terbaik dalam usahanya. (*)



Syarat dan Ketentuan Beasiswa Indonesia Program Paragon Corp yang Perlu Diketahui

Tidak ada komentar


The Jogja Notify - Paragon Corp, perusahaan kosmetik dengan valuasi terbesar di Indonesia, membuka program beasiswa Indonesia. Program beasiswa Paragon merupakan inisiatif perusahaan untuk memberikan bantuan pendidikan kepada peserta didik di dalam negeri. Mereka menyediakan berbagai fasilitas maksimal untuk membantu peserta didik meraih mimpi melanjutkan studi ke tingkat lanjut.

Salah satu fasilitas yang diberikan kepada penerima beasiswa Indonesia dari Paragon Corp adalah bantuan keuangan berupa Uang Kuliah Tunggal (UKT). Jumlah utama UKT yang diberikan mencapai 6.250.000 per semester dan akan terus diberikan hingga akhir semester perkuliahan. Selain itu, penerima beasiswa juga akan memiliki kesempatan untuk mengikuti program pengembangan diri yang diselenggarakan pada akhir tahun, meliputi bidang-bidang seperti komunikasi, presentasi, dan kepemimpinan.

Jika Anda tertarik untuk mengikuti program beasiswa ini, berikut adalah syarat dan ketentuan yang berlaku untuk ketiga program beasiswa Paragon Corp:

Program Beasiswa Berprestasi

  • Mahasiswa aktif yang terdaftar secara resmi di salah satu kampus yang bekerja sama dengan Paragon Corp, seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, UB, UNDIP, IPB, Telkom
    University, dan ITS.
  • IPK peserta minimal 3.3 dalam skala 4.00.
  • Peserta harus melampirkan surat rekomendasi dari universitas asal yang mencerminkan kondisi keuangan mereka.
  • Tidak sedang menerima beasiswa dari program lain.

  • Jika diterima, peserta wajib menjadi agen Paragon di perguruan tinggi masing-masing.
  • Komitmen dan keseriusan dalam pengembangan diri.
  • Program Beasiswa Pemberdayaan
  • Mahasiswa aktif yang terdaftar secara resmi di salah satu kampus yang bekerja sama dengan Paragon Corp, seperti UMJ, UNS, UNAIR, POBAN, UIN Jakarta, ITERA, UNAND, UNTIRTA, dan UNSEOD.
  • IPK peserta minimal 3.3 dalam skala 4.00.
  • Peserta harus melampirkan surat rekomendasi dari universitas asal yang mencerminkan kondisi keuangan mereka.
  • Tidak sedang menerima beasiswa dari program lain.
  • Jika diterima, peserta wajib menjadi agen Paragon di perguruan tinggi masing-masing.
  • Komitmen dan keseriusan dalam pengembangan diri.
  • Program Beasiswa Tugas Akhir
  • Mahasiswa aktif yang terdaftar secara resmi di salah satu kampus yang bekerja sama dengan Paragon Corp, seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, UB, UNDIP, IPB, Telkom University, dan ITS.
  • IPK peserta minimal 3.3 dalam skala 4.00.
  • Peserta harus melampirkan surat rekomendasi dari universitas asal yang mencerminkan kondisi keuangan mereka.
  • Tidak sedang menerima beasiswa dari program lain.
  • Jika diterima, peserta wajib menjadi agen Paragon di perguruan tinggi masing-masing.
  • Komitmen dan keseriusan dalam pengembangan diri.
  • Memiliki rencana proposal penelitian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, termasuk variabel penelitian atau tema yang diteliti.
  • Penelitian harus diselesaikan dalam waktu minimal 1 tahun atau maksimal 2 semester.
  • Dana hibah untuk penelitian maksimal Rp. 5.000.000.

Dengan memperhatikan syarat-syarat di atas, peserta diwajibkan untuk mempersiapkan diri dan mendaftar ke program beasiswa tersebut. Untuk informasi lebih lanjut mengenai mekanisme dan cara pendaftaran, kunjungi laman utama beasiswa Indonesia program Scholarship Paragon Corp.(*)


Sekjen Demokrat Sampaikan 5 Poin Penting, Saat Pertemuan Puan Maharani dan AHY Pagi Ini

Tidak ada komentar


The Jogja Notify - Tentang pertemuan yang digelar di GBK Senayan, Jakarta tersebut, Sekjen DPP Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya, menyampaikan 5 poin penting. Apa itu?.

Pertama, menurutnya pertemuan ini merupakan momentum yang penting untuk masa depan bangsa, khususnya demokrasi di Indonesia. Niat baik kedua pemimpin muda ini tentu didasarkan pada semangat politik rekonsiliasi, yang akan memulai babak baru bagi hadirnya sinergi, kolaborasi dan gotong royong di antara sesama anak bangsa.

“Pertemuan ini akan memberikan contoh yang baik bagi generasi muda, sekaligus menjadi angin segar bagi masa depan perpolitikan Indonesia,” katanya, Minggu (18/6/2023).

Kedua, silaturahmi ini didasari etika politik dan sikap saling menghormati posisi politik masing-masing terkait kontestasi Pilpres 2024. Meskipun saat ini kami berada di posisi koalisi yang berbeda, namun kami juga menyadari bahwa pertemuan ini bisa menjadi pondasi kuat untuk mencegah perpecahan dan benturan antara sesama anak bangsa dalam menghadapi Pemilu 2024.

“Ketiga, PDI Perjuangan dan Partai Demokrat adalah dua partai besar, partai berdaulat dan independen. Kami sama-sama pernah menjadi partai pemenang Pemilu, berpengalaman dalam mengelola pemerintahan maupun sebagai partai oposisi. Kami memiliki pengalaman lengkap, baik di dalam maupun di luar pemerintahan,” ungkap Riefky.

Karena itu, lanjutnya, Partai Demokrat berpandangan bahwa pertemuan ini tidak hanya akan membicarakan agenda politik praktis, tetapi juga akan mendiskusikan isu-isu kebangsaan yang lebih besar. Kemitraan dan kerjasama antara PDI Perjuangan dan Partai Demokrat ke depan diharapkan lebih luas dan menjangkau agenda kebangsaan yang lebih fundamental.

Kelima, partai berlambang Mercy berharap, Pemilu 2024 bisa berjalan secara terbuka, jujur, adil, dan demokratis. Untuk itu, semua aktor demokrasi senantiasa berkomitmen untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI.

“Dengan niat dan tujuan yang baik, pertemuan Mas AHY dan Mbak Puan ini Insya Allah akan membuahkan hasil yang baik pula,” tandas Sekjen DPP Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya.

Sementara itu, Ketua DPC Partai Demokrat Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto, SH, MH, mengaku kagum dengan sikap dan kedewasaan politik AHY.

Menurutnya, keterbukaan Ketua Umum Partai Demokrat, merupakan contoh kongkrit berdemokrasi sosok tokoh bangsa. “Kami mendukung penuh dan setia tegak lurus dengan sikap dan keputusan Ketua Umum kami, Mas AHY,” katanya. (*)


Falsafah Panunggalan Dalam Ilmu Jawa

Tidak ada komentar


The Jogja Notify - Wacana pemikiran ini dari ranah ‘panggraita pribadi’ dan ‘spiritual forecasting’ (penerawangan batin, istilah alm. Prof. Budyapradipta – UI). Karena itu lontaran wacana pemikiran saya perlu pengkajian dan penelisikan secara logic rasional lebih lanjut.

Wacana ‘panggraita’ saya ini berpijak kepada ‘jejak peradaban Jawa’ yang masih ada dan berlaku sampai saat ini, namum tidak/belum ada penelitian ilmiah akademik. Kalau toh ada, selalu dalam nuansa ‘kooptasi budaya/peradaban’ asing dan bermuara pada kesimpulan budaya/peradaban Jawa sebagai ‘turunan’ (derivate) budaya dan peradaban Hindu dan Islam. Dengan kata lain, Jawa tidak pernah berbudaya sebelum ‘tersebari’ budaya/peradaban India (melalui sebaran agama Hindu/Buda) dan budaya/peradaban Arab/Ngatas Angin (melalui sebaran agama Islam).

Anggapan kebanyakan peneliti Jawa dan ke-Jawa-an yang demikian terasa ‘menyakitkan’ mengingat adanya unsur-unsur budaya/peradaban Jawa yang bertingkat tinggi yang diabaikan dan tidak pernah ‘digarap’. Dengan kemampuan seadanya saya menekuni wilayah kebatinan untuk menggali jatidiri saya yang Jawa. Ketemunya adalah sistim atau falsafah Panunggalan sebagai dasar budaya dan peradaban Jawa. Unsur-unsur budaya/peradaban asli Jawa dimaksud adalah:

- Sistim Religi yang khas Jawa: ‘Sesembahan (Tuhan) tan kena kinayangapa nanging nglingkupi lan murbawasesa jagad saisine’ yang diikuti konsep Panunggalan: ‘Manunggaling Kawula Gusti’.
- Konsep ‘Sedulur Papat Kalima Pancer’ sebagai konsep panunggalan struktur roh yang tidak ada dalam ajaran agama apapun.

- Sistim penanggalan Jawa ‘Panunggalan’ yang mengandung ‘petung’ (analisis) keadaan ‘alam semesta’ sebagai dasar penentuan ‘ala ayuning dina’.
- Sistim pranata sosial dan sistim pemerintahan ‘Panunggalan’ yang berbasis budaya/peradaban ‘Agraris Pertanian Sawah/Padi’. Diantaranya berupa sistim ‘kabuyutan’ yang merdeka berdaulat namun saling mengikatkan diri dalam ‘panunggalan’ guna menggapai kesejahteraan bersama dan perdamaian antar komunitas. Jejak yang masih ada sampai saat ini berupa penggiliran keramaian pasar berdasar hari pasaran (Kliwon, Legi, Paing, Pon, Wage).

Ketika mencoba menelusuri seluk beluk hal-hal tersebut di atas, saya ketemukan suatu kenyataan bahwa semuanya didasarkan kepada suatu sistim atau falsafah ‘Panunggalan’ sebagai ‘turunan’ sistim yang membangun ‘alam semesta’. Antar semua unsur di alam semesta saling berhubungan secara ‘kosmis magis’ sebagaimana ‘hubungan antar jaringan sel dalam membangun tubuh manusia hidup’. Hubungan ‘kosmis magis’ tersebut dipurbawasesa Kang Murbeng Dumadi sebagaimana hubungan antar sel dalam jaringan tubuh manusia dipurbawasesa oleh ‘Ruh’ atau ‘Sang Urip’.

Sistem Religi Panunggalan

Berbagai pernyataan para ahli, Kejawen merupakan sinkretisme: Hindu-Islam-Kepercayaan Jawa. Demikian pula agama Syiwa-Buda di jaman Majapahit dikatakan sebagai sinkretisme agama Hindu Syiwa dan Budha. Wacana seperti itu yang (barangkali) membuat para ahli sejarah menyatakan bahwa Jawa dikatakan ‘bersejarah’ dimulai sejak masuknya budaya dan peradaban India. Masa sebelumnya dinyatakan sebagai ‘jaman prasejarah’ dengan kepercayaan animisme.

Tanda kepercayaan animisme disebutkan berupa tempat bersembah kepada arwah leluhur pada ‘bangunan berundak’. Wacana yang demikian menjadikan lahirnya pendapat umum bahwa Jawa belum ber-Tuhan ketika belum masuknya agama-agama dari Asia Daratan. Wacana yang demikian yang mengganggu pikiran saya sebagai orang yang terkodratkan sebagai ‘wong Jawa’. Karena itu, saya memasuki wilayah ‘penekunan kebatinan’ Jawa untuk mencari jawab terhadap pendapat ‘Jawa belum ber-Tuhan sebelum menerima sebaran agama-agama dari Asia Daratan.’


Pada petualangan dan penjelajahan di ranah penekunan kebatinan ini, saya bertemu dengan konsep falsafah ‘Panunggalan’. Kalimat pentingnya berupa “Manunggaling Kawula Gusti”. Sungguh mengejutkan bahwa pada konsep ini mengajarkan adanya ‘kesatuan’ antara ‘Dzat Tuhan’ dengan alam semesta berikut isinya, termasuk manusia. Makna pengertian mudahnya, ada ‘Dzat Tuhan’ (sebagai Gusti) pada diri manusia (sebagai Kawula). Dengan dasar pengertian awal yang demikian, maka saya pahami bahwa maksud ‘Manunggaling Kawula Gusti’ adalah upaya manusia mengoperasionalkan ‘kesadaran’ sebagai ‘kawula’ dalam berkontribusi ikut ‘menyangga’ panunggalan semesta. Dalam ranah ajaran Kejawen disebut ‘melu memayu hayuning bawana’.

Sedemikian rupa pengenalan saya terhadap sistim panunggalan hingga memahami struktur hubungan yang disebut dalam unen-unen ‘Manunggaling Kawula Gusti’ tersebut. Struktur hubungannya sebagaimana hubungan yang saya kenali sebagai hubungan ‘inti-plasma’ yang dalam istilah Jawa dinyatakan sebagai hubungan ‘pancer-mancapat’. Bangun hubungan dimaksud mulai unsur terkecil (misalnya: atom) sampai yang besar tak terhingga (misalnya: alam semesta). Semua terbangun dalam hubungan yang harmonis ‘inti-plasma’ atau ‘pancer-mancapat’.

Sistim religi yang demikian kiranya tidak kita ketemukan dalam ajaran agama apapun. Dan juga tidak bisa kita ketemukan ‘pakem’ panembah (ritual sembah) kepada Tuhan oleh manusia, karena adanya pengertian dan kesadaran bahwa manusia adalah ‘derivasi’ Tuhan. Yang dalam istilah Jawa dinyatakan: “Kawula iku rahsaning Gusti, Gusti rahsaning Kawula”. Oleh karena itu, ritual Jawa yang selama ini dianggap ritual sembah, ternyata merupakan ‘ritual panunggalan’ yang ditujukan kepada sesama ‘Kawula’ atau ‘titah dumadi’ ciptaan Tuhan. Ritual panunggalan dimaksud sebagai upaya mewujudkan keharmonisan (keselarasan) dalam hidup bersama. Baik sesama umat manusia maupun sesama ‘titah dumadi’ yang diciptakan dan ‘dikodratkan’ untuk tinggal bersama-sama di alam semesta.

Dengan demikian, sangat gampang dimengerti adanya anggapan Jawa terhadap semua ‘titah dumadi’ sebagai saudara sebagaimana disebut dalam ‘Wejangan Paseksen”:
Yaiku wejangan jumenenge urip kita pribadi angakoni dadi “warganing Pangeran Kang Sejati” kinen aneksekake marang sanak sedulur kita, yaiku: bumi, langit, srengenge, rembulan, lintang, geni, angin, banyu, lan sakabehing dumadi kang gumelar ing jagad.

Pada masyarakat Jawa yang basis budaya dan peradabannya pada ‘pertanian sawah’, maka simbul ‘pusat kehidupan bersama’ adalah ‘patirtan’ (sumber mata air). Maka ‘ritual kehidupan bersama’ selalu berpusat kepada ‘patirtan’. Pada patirtan-patirtan diselenggarakan ritual yang diantaranya memberikan sesaji. Juga diberi penanda ‘kesakralan’ berupa patung ‘lingga-yoni’. Dan, memang merupakan kekhasan Jawa yang selalu memberi patung lingga-yoni pada tempat-tempat yang diposisikan ‘sakral’ atau kuat ‘pancaran enerji kosmis bumi’-nya.

Oleh suatu proses sejarah terjadi ‘penyebaran’ agama Hindu dan Buda dari India. Kedua agama tersebut kemudian dipeluk para elit yang ada di Jawa. Maka ada ‘proses’ kooptasi terhadap ‘Sistim Religi Jawa’ yang asli oleh agama Hindu dan Buda. Tempat-tempat sakral yang semula bertanda ‘patung lingga-yoni’ atau bangunan berundak di-Hindu-kan dan di-Buda-kan. Diantaranya dengan cara memisahkan patung lingga dari yoni, atau dijadikan bagian dari kompleks percandian.

Sebuah sistim religi asli tidak mudah hilang atau lenyap. Maka meskipun orang Jawa sudah banyak menjadi pemeluk agama-agama dari luar, realitas yang ada berupa ‘ritual’ atas dasar ‘panunggalan’ masih berjalan hingga saat ini meskipun sudah ada perubahan-perubahan. Diantaranya berupa ritual bersih desa, slametan kelahiran bayi, slametan pengantenan, dan slametan orang meninggal. Berbagai ‘ritual slametan’ tidak dikenal pada ajaran agama apapun.

Maka meskipun banyak anggapan/penilaian bahwa ‘slametan’ merupakan perbuatan syirik atau bid’ah, orang Jawa masih ‘ngeyel’ menyelenggarakan. Nampaknya tidak takut ancaman ‘neraka’ dan lebih takut mendapat ‘aral hidup’ ketika tidak mau menjalankan ‘ritual slametan’. Demikian pula ritual ‘bersih desa’ yang bermetamorfosa menjadi tradisi ‘Sadranan’ dan ‘Apitan’, sampai saat ini diselenggarakan banyak desa. Bersih desa berubah menjadi ‘bersih kubur’, upacara slametan ‘digiring’ dari patirtan ke kuburan kemudian ke halaman masjid dan ujung-ujungnya ‘diarahkan’ untuk ditinggalkan karena dianggap ‘bertentangan’ dengan ajaran agama. Sebagian desa sudah meninggalkan ritual itu namun sebagian masih menyelenggarakan karena takut mendapat ‘walat’ dari yang ‘mbau reksa’ desa.

Sistim Religi Panunggalan menyatakan bahwa ‘penciptaan’ alam semesta dari ‘antiga’ (bebakalan) yang kemudian dijadikan tiga unsur oleh ‘Kang Murbeng Dumadi’, berupa: bumi lan langit (materi), cahya lan teja (cahaya terindera dan yang tidak terindera). Dan Manikmaya (Ruh alam semesta, Sejatining Urip). Ketiganya merupakan ‘pangejawantahan’ (emanasi, derivasi) dari Kang Murbeng Dumadi. Manikmaya dijelaskan terdiri dari Hyang Manik dan Hyang Maya. Hyang Manik simbul ‘pengendali’ alam semesta, sedang Hyang Maya sebagai ‘pamomong’ jagad. Kedua Hyang tersebut yang kemudian mengendalikan dinamika alam semesta. Yang dalam pewayangan disimbulkan sebagaimana peran Bethara Guru dan Semar.

Sistim Religi Panunggalan sebagaimana saya uraikan, kiranya tidak sama dengan Hinduisme atau Budaisme, tetapi juga bukan animisme. Bahkan sangat jelas ekspresi ber-Tuhan (kesadaran religius) meski dianggap bukan agama. Dengan demikian, diperlukan kajian mendalam tentang ‘sistim religi Jawa’ sebelum divonis sebagai animisme.

Demikian pula perlu dikaji kembali tentang wacana memasukkan ‘sistim religi asli’ Jawa sebagai agama ‘Syiwa-Buda’ yang merupakan sinkretisme agama Hindu Syiwa dengan Buda. Panggraita saya, bahwa ‘sistim religi asli Jawa’ sedemikian rupa bisa ‘ngemot’ berbagai sistim religi sehingga dianggap sebagai ‘perpaduan’ agama Hindu Syiwa dengan agama Buda. Anggapan seperti itu, sangat jelas menggambarkan kalau orang Jawa (Nusantara) tak mengenal sistim religi sebelum mendapat sebaran agama Hindu dan Budha. 
Sementara bukti nyata di tengah masyarakat, setelah agama Hindu dan Buda surut dari bumi Jawa (Nusantara) tidak meninggalkan komunitas Hindu maupun Buda yang signifikan. Bahkan agama asli Bali yang semula bernama agama Tirta juga dinyatakan sebagai agama Hindu.

Kiranya banyak hal yang ‘bisa’ terjadi dalam menilai sistim religi Jawa oleh para peneliti budaya, peradaban, maupun keagamaan. Bias-bias tersebut lebih banyak dikarenakan tidak tahu atau kesengajaan demi berbagai kepentingan, utamanya untuk ‘penjajahan’.

Sedulur Papat Kalima Pancer Awal mula saya ‘tertarik’ dengan ‘falsafah panunggalan’ karena sering mendapatkan piwulang dan pitutur untuk selalu memule (memuliakan) ‘sedulur papat kalima pancer’. Suatu istilah yang begitu rumit untuk saya pahami karena yang dimaksud ‘sedulur papat kalima pancer’ adalah ‘struktur ruh’ manusia. Pancer adalah ruh manusianya, sedulur papat adalah ruh dari ‘ketuban, placenta, darah, dan puser’. Dinyatakan pula bahwa ruh ‘ketuban-placenta-darah-puser’ merupakan ‘penghubung spiritual’ ruh manusia dengan ruh alam semesta yang diperlambangkan dengan unen-unen ‘jumbuhing jagad cilik lan jagad gedhe’.

Penajaman piwulang tersebut menyatakan bahwa jumbuhing (hubungan spiritual) dimaksud atas kendali ‘Kang Murbeng Dumadi’ yang kemudian diperlambangkan sebagai ‘Manunggaling Kawula Gusti’. Maknanya, bahwa ‘panunggalan semesta’ (panunggalan jagad saisine termasuk manusia) dilingkupi dan di-‘purbawasesa’ oleh Kang Murbeng Dumadi (Tuhan).

Dalam banyak hal, sedulur papat kalima pancer ini maunya ‘diadobsi’ oleh beberapa ajaran agama. Tetapi tidak pernah ‘nyambung’ karena menjadi aneh. Dalam agama Hindu, sedulur papat maunya disamakan dengan 4 dewa penunggu ‘janin’ dalam kandungan. Dalam Islam sedulur papat ‘disamakan’ dengan 4 nafsu: Amarah, Luamah, Sufiah, Mutmainah. Bahkan di awal penyebaran Islam di Jawa ada upaya menyamakan 4 dewa dalam agama Hindu dengan 4 malaikat dalam khasanah Islam: Jibril, Mikhail, Israfil, dan Ijrail. Uniknya keempat nama malaikat tersebut ditulis dalam aksara Jawa nglegena sebagai: Jâbârâlâ, Mâkâhâlâ, Hâsârâpâlâ, dan Hâjârâlâ. Nama-nama malaikat Islam versi Jawa ini terdapat di ‘kepek pedalangan’ untuk ruwatan dan tertulis dalam aksara Kawi (Ngawi Gaib).

Dalam ajaran Jawa, yang disebut ‘sedulur papat kalima pancer’ itu sangat jelas dan membumi. Yang dimaksud adalah struktur roh manusia dan hubungannya dengan alam semesta. Ketika manusia (dan semua mahluk hidup) masih dalam kandungan atau berupa telur ‘dilengkapi’ sebentuk jaringan sel yang bersamaan terciptanya ketika terjadi ‘pembuahan’. Pada manusia atau binatang menyusui, jaringan sel itu berupa: air ketuban (kawah), placenta (ari-ari, aruman), darah dan tali pusat (puser). 

Semua jaringan sel itu berfungsi sebagai penghubung janin dengan alam semesta yang diwakili oleh ‘raga’ ibu/induk-nya. Ketika janin lahir menjadi bayi, tugas/fungsi fisik semua jaringan penyerta di rahim ibu/induk berakhir. Namun pada pandangan Jawa, yang berakhir itu Cuma bentuk fisik, sementara bentuk ‘ruh’ terus belanjut. Ruh-ruh jaringan penyerta terciptanya janin tersebut kemudian menyatu dan menjadi mancapat (plasma) bagi roh si mahluk yang sudah berpindah alam, dari kandungan ke bumi/alam semesta. Maka sebagaimana fungsinya dulu di dalam kandungan, maka ruh-ruh penyerta terciptanya tersebut juga menjadi penghubung ruh si mahluk dengan ruh alam semesta. Maka menjadi tidak mudah dipahami ketika ‘sedulur papat’ dimaksud disamakan sebagai ‘dewa’ (dalam hinduisme) atau malaikat (dalam teologi Timur Tengah). Lebih-lebih memposisikan bahwa ‘sedulur papat’ sebagai ‘utusan Tuhan’ atau disamakan dengan ‘empat nafsu’.
Barangkali yang mendekati makna ‘sedulur papat Jawa’ adalah ‘malaikat pribadi’ yang disebut novelis Paulo Coelho dalam beberapa cerita roman spiritualisnya….

Petung Panunggalan dalam Sistim Penanggalan

Kiranya hanya Jawa yang memiliki ‘sistim petung’ berdasarkan unsur-unsur penanggalan (kalender). Meski di Bali ada juga sistim petung tersebut yang disebut ‘Wariga’, namun sistim itu diakui berasal dari Jawa. Dan literatur rujukan ‘Wariga’ di Bali adalah ‘Lontar Medang Kamulan’ yang isinya cerita tentang Prabu Watugunung di negeri ‘Kundhadwipa’. (Sundha Dwipa ?)

Cerita itu merupakan catatan lahirnya wuku (pekan, minggu) dalam sistim kalender Jawa. Unsur-unsur (perabotan) wuku diantaranya yang terpenting: Pancawara (siklus 5 hari: Kliwon, Legi, Paing, Pon, Wage), Sadwara (siklus 6 hari: Tungle, Aryang, Wurukung, Paningron, Uwas, Mawulu), dan Saptawara (siklus 7 hari: Radhite, Soma, Anggara, Buddha, Wrahaspati, Sukra, dan Saniscara). Ketiga siklus (5,6,7) digabung menjadi satu dalam siklus wuku selama: 210 hari.

Siklus pancawara (5 hari) dan sadwara (6 hari) bisa dipastikan dari Jawa/Nusantara, karena tidak ada negeri atau bangsa lain mengenal perhitungan siklus itu. Meski belum bisa dipastikan siklus ‘saptawara’ berasal dari Jawa/Nusantara, namun ada jejak yang bisa untuk dikaji. Siklus perhitungan hari pada kenyataannya sudah dicantumkan dalam banyak prasasti maupun kakawin di Jawa/Bali.

Masyarakat Jawa basis budayanya adalah pertanian sawah maka sangat mengenal dinamika perubahan situasi dan kondisi alam karena ‘budidaya pertanian’ membutuhkan pengenalan perubahan-perubahan musim. Karena itu, di Jawa kalender yang digunakan bukan sebagai pencatat suatu kejadian semata, tetapi juga berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari.

Oleh karena itu, di Jawa dikenal adanya kalender ‘surya sangkala’ (solar, berdasar peredaran bumi mengelilingi matahari), kalender ‘candra sangkala’ (lunar, berdasar perdaran bulan mengelilingi bumi), dan kalender ‘Pawukon’ (petung, gabungan siklus Pancawara, Sadwara, dan Saptawara). Ketiga kalender Jawa tersebut digunakan secara terpadu pada prasasti atau kakawin. Yang menarik, dalam petung kalender Pawukon, masing-masing unsur ditempatkan pada posisi (dunung, Jw.) yang mengikuti ‘sistim panunggalan’, pancer-mancapat (inti-plasma), diantaranya:

Kiblat & Pancer untuk Pancawara & Saptawara :
Lor
Wage
Rebo & Kemis
|
|
Kulon _________ Tengah ___________ Wetan
Pon Kliwon Legi
Senen & Selasa Jumuwah
|
|
Kidul
Paing
Saptu & Minggu (Ahad)
Dununging (Posisi) Wuku :
Utara
8 Warigagung, 18 Marakeh
28 Kulawu
Barat Laut Timur Laut
5 Tolu, 15 Julungpujut, 1 Shinta, 11 Galungan,
25 Bala 21 Maktal
Atas 7 Warigalit, 17 Kuruwelut,
27 Wayang
Barat Timur
2 Landhep, 12 Kuningan 10 Sungsang, 20 Madhangkungan
22 Wuye 30 Watugunung
Bawah
4 Kurantil, 14 Mandasiya
24 Prangbakat
Barat Daya Tenggara
9 Julungwangi, 19 Tambir, 3 Wukir, 13 Langkir,
29 Dukut 23Manail
Selatan
6 Gumbreg, 16 Pahang
26 Wugu

Penempatan posisi (dunung) Weton (Pancawara & Saptawara) dan Pawukon pada sistim panunggalan merupakan panduan untuk menghitung (petung) yang berkaitan dengan wariga (ala ayuning dina). Dan posisi (dunung) dimaksud sesuai dengan arah posisi berbagai benda angkasa yang dipandang dari ‘posisi tengah’, Nusa Jawa. Bukan dari India atau China. Dengan demikian, petung kalender Panunggalan semakin pasti berasal dari Jawa. Dan dikarenakan menurut dongeng atau lontar-lontar yang terwariskan, petung kalender tersebut lahir di Negeri Medhang Kamulan, maka boleh disebutkan bahwa falsafah/sistim panunggalan adalah warisan Medhang.

Panunggalan Pranata Sosial dan PemerintahanPiwulang Kejawen ‘Panunggalan’ ini kemudian ‘diturunkan’, ‘diekspresikan’, dan ‘melandasi’ semua pakem (ajaran) ‘lakuning urip’ wong Jawa. Bahwa pada hubungan antara ‘pancer’ (inti) dengan mancapat (plasma) bersifat ‘kosmis-magis’. Sangat sulit dijelaskan namun riil nyata. Pengibaratannya: hubungan semua unsur alam semesta sebagaimana hubungan antar jaringan sel dalam membangun ‘manungsa urip’. 

Yang mampu saya tarik makna pemahamannya, bahwa ekspresi dan landasan budaya/peradaban Jawa mengutamakan ‘nilai rukun’ dan ‘nilai selaras’ (harmoni). Yang seperti ini bukan hanya ada di ranah wacana (teori) semata, tetapi diujudkan dalam praktek kehidupan. Misal dalam membangun sistim ‘pemerintahan yang teratur’ maka sel-sel unsur panunggalan berupa ‘kabuyutan’ (paradesa) yang merupakan daerah perdikan (merdeka berdaulat), namun saling ‘berhubungan’ dengan azas : ‘kesetaraan’, ‘perdamaian’, dan menuju kepada ‘kesejahteraan bersama’.

Membangun sistim pemerintahan yang teratur yang menuju kesejahteraan diekspresikan dengan cara membangun sistim pranata sosial ekonomi yang mampu mencakup seluas-luasnya wilayah. Maka di Jawa ada sistim ‘penggiliran keramaian pasar’ yang menggunakan kalender khas Jawa, ‘Pasaran’ (Kliwon, Legi, Pahing, Pon, Wage). Azas panunggalan juga diterapkan dalam membangun jaringan pasar ini. Pada umumnya (jaman dahulu), pusat komunitas (misal ibukota Kabupaten) hari pasarannya Kliwon. Hari pasaran lain digunakan untuk keramaian di pasar-pasar sekeliling (pasar plasma) pusat komunitas. 

Namun ‘pasar plasma’ tersebut juga merupakan ‘plasma’ jaringan pasar dari pusat komunitas lain. Contohnya: pasaran Legi di Prambanan merupakan plasma dari jaringan berpusat di Kliwon untuk Klaten, Kliwon untuk Wonosari Gunung Kidul, dan Kliwon untuk Bantul Yogya. Pasaran Wage di Pedan merupakan plasma Kliwon Klaten, Delanggu dan Wonosari Gunung Kidul. Pasaran Pon Ambarawa merupakan plasma dari pusat komunitas (Kliwon) di Salatiga, Magelang, dan menuju Semarang (kalau masih ada).


Meski masih pengamatan (butuh pembuktian) bisa dipetakan bahwa sistim penggiliran hari pasaran tersebut merupakan ‘jejaring’ kegiatan pasar (ekonomi) yang cerdas, demokratis, dan ‘tahan banting’ (sampai saat ini masih berjalan). Pengamatan selanjutnya, jejaring pasar tersebut mencakup wilayah hulu (pedalaman) hingga ke hilir (bebandaran, pesisir). Dengan demikian, di peradaban Jawa sejak kuno sudah memiliki sistim pranata sosial ekonomi yang ‘canggih’. Adanya jaringan pasar sudah pasti ada jaringan sarana dan prasarana transportasi. Maka kemungkinan pembangunan jalan raya Daendels pada dasarnya sekedar melakukan pengerasan jalan dan membangun jembatan untuk menggantikan ‘jembatan tambang’ (penyeberangan) sungai saja.

Demikian pula, bisa dipahami adanya keramik Cina dan kaca Persia di Prambanan (pedalaman Jawa) karena sudah sejak jaman kuno ada jaringan pasar dan transportasi tersebut.

Hari Pasaran (Kliwon, Legi, Pahing, Pon, Wage) adanya hanya di bumi Jawa yang saya berpendapat adalah wilayah budaya dan peradaban ‘Medhang Kamulan’. Maka meskipun penggiliran hari pasaran (pancawara) dikenal di Bali, Sundha, dan tempat lain di Nusantara, akan kita ketahui sumbernya selalu menyebut nama negeri ‘Medhang Kamulan’. Yang nyata tertulis ada di Bali, yaitu pada ‘Lontar Medhang Kamulan’. Meski perkembangannya disinergikan dengan Hindu (budaya dan peradaban India), kenyataan yang terwariskan sampai sekarang hari pasaran asal Jawa di Bali itu berbahasa Jawa Kuna. Tidak ada yang berbahasa Sanskerta atau bahasa India lainnya.

Peradaban yang sudah mengenal adanya pasar untuk bertransaksi merupakan peradaban yang maju dan ‘teratur tertib’. Karena adanya pasar sebagai tempat bertransaski merupakan faktor penting untuk mengurangi kesenjangan antar komunitas. Dampak selanjutnya menghilangakan kecenderungan akan terjadi konflik komunitas karena ada distribusi kesejahteraan. Maka dimungkinkan Jawa pada jaman dulu tidak mengenal ‘peperangan’ sebelum hadirnya sistim kerajaan yang diadobsi dari Asia Daratan. Untuk itu bisa diselisik bunyi prasasti yang kebanyakan memberikan pembebasan upeti kepada suatu ‘shima’ (kabuyutan) dikarenakan telah berjasa kepada kerajaan. Diantara jasa tersebut, memberikan lahan untuk didirikan tempat peribadatan agama tertentu. Bolehkan itu kita terjemahkan sebagai ‘penjajahan budaya’?

Sekelumit tulisan saya tentang Falsafah Panunggalan kiranya bisa menggugah kita, para lajer Jawa, untuk menelisik ulang tentang sejarah peradaban yang ada di ranah Jawa. Rasanya masih banyak yang masih merupakan misteri dan tidak pernah ada yang tertarik untuk meneliti. Karena itu banyak hal-hal yang butuh ‘klarifikasi ilmiah’ yang inti pokoknya : “Benarkah Jawa itu bersejarah setelah menerima sebaran budaya dan peradaban India ?“

Wacana bahwa budaya dan peradaban Jawa ‘turunan’ India didasarkan pada penemuan prasasti yang tertua berbahasa Sanskerta dan beraksara Devanagari. Sementara prasasti berbahasa dan beraksara Jawa Kuna (Kawi) selalu dianggap lebih muda. Hal ini menarik untuk dikaji, mengingat adanya keganjilan-keganjilan sebagai berikut:

1. Penyebaran bahasa Sanskerta dan aksara Brahmic India mengarah ke Tenggara saja. Adakah penyebaran ke Barat (Persia, Yunani, Timur Tengah) dan ke Timur (China) ? Kalau tak ada jejak penyebaran ke arah Barat dan Timur, maka India bukan episentrum penyebaran budaya dan peradaban, tetapi sebagai penerima sebaran yang berepisentrum di wilayah lain. Wilayah itu pastilah suatu wilayah yang orang-orangnya mampu melanglang buana dengan kapal/perahu. Nusantara merupakan kemungkinan terbesar sebagai episentrum budaya dan peradaban umat manusia sedunia. Maka Bahasa Sanskerta dan aksara Brahmic yang sebenarnya mengadobsi dari bahasa dan aksara bangsa-bangsa bahari yang pasti lebih mampu melanglang buana tersebut.

2. Bahasa Jawa Kuna selalu dinyatakan sebagai ‘turunan’ bahasa Sanskerta, mungkinkah wacana itu dibalik ? Bahasa Sanskerta merupakan turunan dari bahasa Jawa Kuna yang ternyata pernah eksis di seluruh Asia Tenggara. Bahwa sejak jaman kuno, bangsa Nusantara adalah bangsa bahari yang pasti mampu melakukan penjelajahan samudra, sementara bangsa India tidak mampu melakukan itu.

3. Peninggalan bangunan-bangunan kuno di Jawa berupa candi-candi perlu diteliti ulang kemungkinannya merupakan bangunan peribadatan asli agama di Jawa bukan Hindu atau Budha dari India. Kasusnya bisa merujuk ke agama Hindu Bali yang ketika didaftarkan ke Kementerian Agama RI dengan nama ‘Agama Tirta’. Tetapi diputuskan dengan nama ‘Hindu Bali’, mengapa?

Demikian tulisan panggraita saya dan mohon kiranya untuk bisa dibawarasa dengan baik bagi yang berkenan. Semoga bermanfaat,Matur Nuwun. 

Penulis : Ki S Mandali ( Supranaturalist )


Kulakukan Apapun Agar Bisa Mendonorkan Hati Untuk Putriku

Tidak ada komentar

Cinta seorang ayah bisa sama besarnya dengan cinta seorang ibu. Ayah hebat yang satu ini rela melakukan apa saja agar putrinya sembuh dari gangguan gagal hati. Segala cara dilakukan, bahkan dengan menurunkan berat badan sebanyak 16 kilogram hanya dalam waktu 2 bulan.

Donny Ho (37 tahun) memiliki putri bernama Charmaine. Sejak berusia 3 tahun, dokter menyatakan bahwa Charmaine mengalami masalah gagal hati, hatinya tidak dapat berfungsi dengan maksimal. Kulit gadis kecil itu mulai berubah warna menjadi kuning, Charmaine juga harus tidur 22 jam setiap hari dan hanya terjaga hanya untuk makan dan ke kamar mandi.

Transplantasi Hati Dari Ibu Gagal

Kondisi Charmain sesudah lebih baik
Kondisi Charmaine terus memburuk, dokter mengatakan satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah transplantasi hati. Awalnya Charmaine mendapat donor hati dari ibunya sendiri, namun setelah dilakukan pemeriksaan rutin selama 2 tahun, tubuh Charmaine melakukan penolakan terhadap transplantasi hati dari ibunya.

Tim dokter melakukan upaya lain, yaitu meminta ayah Charmaine untuk mendonorkan hatinya. Seringkali upaya transplantasi organ tubuh memiliki tingkat keberhasilan tinggi jika dilakukan oleh keluarga kandung, maka harapan hidup Charmaine kali ini ada di tangan ayahnya.

Namun yang menjadi masalah, berat badan Donny Ho saat itu 92 kilogram. Dokter tidak bisa mengambil sebagian hatinya karena kelebihan berat badan akan membuat kondisi hati ditutupi lemak dan tidak sehat jika diberikan pada putrinya. Mau tidak mau, Donny Ho harus berjuang sekuat tenaga untuk menurunkan berat badan dalam waktu yang singkat.

Ubah Pola Makan dan Gaya Hidup

Dilansir oleh stomp.com.sg, Donny Ho mulai melakukan perubahan pola makan dan gaya hidup. "Saya memangkas karbohidrat dan memperbanyak makan buah, sayuran dan daging putih," ujarnya. Selain mengatur pola makan, Donny Ho juga melakukan olahraga dengan trainer agar hatinya makin sehat saat diberikan pada putrinya.

Kegigihan Donny Ho berhasil, hanya dalam 2 bulan, beratnya turun 12 kilogram dan sudah sehat untuk melakukan operasi pengambilan sebagian hati untuk putrinya. Operasi sudah dilakukan dua bulan yang lalu, kondisi Donny Ho baik-baik saja, dan kondisi Charmaine juga lebih baik dibanding sebelumnya. Operasi ini sendiri dilakukan di Mount Elizabeth Hospital, Singapura.

"Saat Charmaine mendapatkan transplantasi kedua, dia seperti bangun dari tidur panjang. Dia tampak begitu sehat dan baik. Ini semua membuat apa yang saya lakukan menjadi hal yang baik untuknya," ujar Donny Ho.

Walaupun sudah melakukan transplantasi hati untuk putrinya, Donny Ho akan tetap melakukan gaya hidup yang sekarang dia jalani. Bagaimanapun juga, Donny Ho makin sadar akan pentingnya kesehatan dan menjaga keluarganya. Jika dia sehat, maka dia bisa melihat putrinya tumbuh dewasa dan dapat melindunginya. Semoga Charmaine cepat pulih dan Donny Ho bisa menjadi pria yang memberi inspirasi pada ayah-ayah lainnya.

Ada motivasi besar kenapa saya mau melakukan apa saja demi Charmaine. Karena saya tidak ingin kehilangan anak saya.
Don't Miss
© all rights reserved 2023
Created by Mas Binde